Makassar, Corong Demokrasi,- Kasus penganiyaan yang menimpa Hironimus Jandu (40), seorang tukang yang berdomisili di kawasan Lapangan Wae Kesambi, Desa Batu Cermin, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat ini berujung pilu.
Pasalnya dari kronologis yang di sampaikan Iron sapaan akrab Hironimus Jandu kepada wartawan, bahwa dialah sebenarnya korban penganiayaan.
Pernyataan itu di kuatkan dengan bukti laporannya ke SPKT Polres Manggarai Barat, 19 Juni 2020 atau sehari setelah kejadian, dengan Laporan Polisi Nomor STPL/87/ V/ 2020/ NTT/ResMabar.
Rivand Riang, Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda KP-GRD (Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik) menanggapi kejadian tersebut.(21/7/2020)
"Profesionalisme Polres Manggarai Barat mesti dipertanyakan jika persoalannya seperti ini. Penegakan Supremasi Hukum harus di cerminkan dalam penanganan kasus seperti ini," kata Rivand.
Dari 13 terduga pelaku yang dilaporkan Iron, baru 4 di antaranya yang menjadi tersangka.
Lanjut Rivand, "setelah 4 orang pelaku pengeroyokan di tetapkan tersangka, seharusnya Kepolisian bisa objektif, bahkan saksi pada saat Iron di kroyok kan ada. Apa dasarnya sehingga Iron di tetapkan tersangka ?," ucapnya.
Diketahui ihwal para pelaku melakukan penganiayaan, bermula dari selisih paham yang terjadi Kamis (18/6/2020) siang, saat para pelaku mengantarkan sejumlah material granit yang dipesan Iron.
Rivand yang di hubungi via telepon seluler mengatakan "ini menjadi atensi bagi Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT) agar mengevaluasi beberapa jajaran di Polres Manggarai Barat. Jangan sampai karena kasus ini, citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian bisa menurun," tegasnya.
"Kami minta pihak Polda NTT untuk mendalami indikasi permainan oleh oknum-oknum di tubuh Polres Manggarai Barat terkait kasus penganiayaan ini. Sebab apabila di biarkan, ini akan jadi budaya buruk bagi para penegak hukum di Manggarai Barat," tutup Rivand.
Pasalnya dari kronologis yang di sampaikan Iron sapaan akrab Hironimus Jandu kepada wartawan, bahwa dialah sebenarnya korban penganiayaan.
Pernyataan itu di kuatkan dengan bukti laporannya ke SPKT Polres Manggarai Barat, 19 Juni 2020 atau sehari setelah kejadian, dengan Laporan Polisi Nomor STPL/87/ V/ 2020/ NTT/ResMabar.
Rivand Riang, Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda KP-GRD (Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik) menanggapi kejadian tersebut.(21/7/2020)
"Profesionalisme Polres Manggarai Barat mesti dipertanyakan jika persoalannya seperti ini. Penegakan Supremasi Hukum harus di cerminkan dalam penanganan kasus seperti ini," kata Rivand.
Dari 13 terduga pelaku yang dilaporkan Iron, baru 4 di antaranya yang menjadi tersangka.
Lanjut Rivand, "setelah 4 orang pelaku pengeroyokan di tetapkan tersangka, seharusnya Kepolisian bisa objektif, bahkan saksi pada saat Iron di kroyok kan ada. Apa dasarnya sehingga Iron di tetapkan tersangka ?," ucapnya.
Diketahui ihwal para pelaku melakukan penganiayaan, bermula dari selisih paham yang terjadi Kamis (18/6/2020) siang, saat para pelaku mengantarkan sejumlah material granit yang dipesan Iron.
Rivand yang di hubungi via telepon seluler mengatakan "ini menjadi atensi bagi Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT) agar mengevaluasi beberapa jajaran di Polres Manggarai Barat. Jangan sampai karena kasus ini, citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian bisa menurun," tegasnya.
"Kami minta pihak Polda NTT untuk mendalami indikasi permainan oleh oknum-oknum di tubuh Polres Manggarai Barat terkait kasus penganiayaan ini. Sebab apabila di biarkan, ini akan jadi budaya buruk bagi para penegak hukum di Manggarai Barat," tutup Rivand.