Jakarta, Corong Demokrasi,- Tim Advokasi untuk Demokrasi melaporkan 12 penyidik ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.
Pelaporan itu terkait dugaan penyiksaan terhadap lima anggota anarko yang ditangkap dalam kasus vandalisme di Kota Tangerang pada April 2020.
"Untuk penyidik itu ada sekitar 12 penyidik (yang dilaporkan), terkait penyiksaan dan penghalang-halangan bantuan akses hukum," kata salah satu tim advokasi, Andi Muhammad Rezaldy kepada wartawan, (22/7/2020).
Selain dugaan penyiksaan, kata Andi, pihaknya juga menemukan bahwa beberapa dokumen terkait kasus ini tak diberikan kepada pihak keluarga. Salah satunya dokumen penangkapan.
Menurut Andi, laporan itu telah dibuat ke Bidang Propam Polda Metro pada 4 Mei lalu. Dari laporan itu, hari ini Propam melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi.
"Saksi-saksi yang hadir hari ini itu ada empat, dua keluarga korban atau orang tua korban, dua lainnya adalah teman dari korban," ujar Andi.
Andi menyampaikan usai agenda pemeriksaan saksi hari ini, Propam berencana memanggil 12 penyidik yang dilaporkan untuk dimintai keterangannya.
"Mereka akan memanggil penyidik-penyidik yang kami laporkan untuk diperiksa," ucap Andi.
April lalu, polisi menangkap lima pelaku vandalisme di Kota Tangerang, Banten. Polisi menyebut mereka adalah anggota kelompok anarko sindikalis atau penganut paham anarkisme.
Dalam aksinya, pelaku menuliskan kalimat provokasi, 'kill the rich', 'sudah krisis, saatnya membakar', hingga 'mau mati konyol atau melawan'. Tulisan itu dibuat di tiang listrik maupun tembok rumah.
Dari lima anggota anarko itu, dua pelaku di bawah umur yakni A dan RH divonis empat bulan penjara. Vonis itu diberikan setelah proses diversi gagal.
"Setelah dilakukan upaya tiga kali diversi sesuai proses peradilan anak tidak berhasil, hakim menjatuhkan hukuman penjara empat bulan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Jumat (8/5/2020).
Sementara untuk tiga anggota lainnya, saat ini masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Kota Tangerang. Mereka didakwa dengan Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 160 KUHP dengan ancaman pidana 10 tahun penjara.
Pelaporan itu terkait dugaan penyiksaan terhadap lima anggota anarko yang ditangkap dalam kasus vandalisme di Kota Tangerang pada April 2020.
"Untuk penyidik itu ada sekitar 12 penyidik (yang dilaporkan), terkait penyiksaan dan penghalang-halangan bantuan akses hukum," kata salah satu tim advokasi, Andi Muhammad Rezaldy kepada wartawan, (22/7/2020).
Selain dugaan penyiksaan, kata Andi, pihaknya juga menemukan bahwa beberapa dokumen terkait kasus ini tak diberikan kepada pihak keluarga. Salah satunya dokumen penangkapan.
Menurut Andi, laporan itu telah dibuat ke Bidang Propam Polda Metro pada 4 Mei lalu. Dari laporan itu, hari ini Propam melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi.
"Saksi-saksi yang hadir hari ini itu ada empat, dua keluarga korban atau orang tua korban, dua lainnya adalah teman dari korban," ujar Andi.
Andi menyampaikan usai agenda pemeriksaan saksi hari ini, Propam berencana memanggil 12 penyidik yang dilaporkan untuk dimintai keterangannya.
"Mereka akan memanggil penyidik-penyidik yang kami laporkan untuk diperiksa," ucap Andi.
April lalu, polisi menangkap lima pelaku vandalisme di Kota Tangerang, Banten. Polisi menyebut mereka adalah anggota kelompok anarko sindikalis atau penganut paham anarkisme.
Dalam aksinya, pelaku menuliskan kalimat provokasi, 'kill the rich', 'sudah krisis, saatnya membakar', hingga 'mau mati konyol atau melawan'. Tulisan itu dibuat di tiang listrik maupun tembok rumah.
Dari lima anggota anarko itu, dua pelaku di bawah umur yakni A dan RH divonis empat bulan penjara. Vonis itu diberikan setelah proses diversi gagal.
"Setelah dilakukan upaya tiga kali diversi sesuai proses peradilan anak tidak berhasil, hakim menjatuhkan hukuman penjara empat bulan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Jumat (8/5/2020).
Sementara untuk tiga anggota lainnya, saat ini masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Kota Tangerang. Mereka didakwa dengan Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 160 KUHP dengan ancaman pidana 10 tahun penjara.
*(val)