MAKASSAR,- Rapid test massal yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar sudah digelar dua hari, sejak Selasa (12/5/2020), dan menyasar pedagang pasar, juru parkir, dan pengemudi ojek online.
Di anggap enggan membeberkan data hasil rapid test massal, Andi Cibu Mattingara, SH, menduga Dinas Kesehatan Kota Makassar sengaja menyembunyikan hasil rapid test massal tersebut.(14/5/2020)
"Sangat di sayangkan pasalnya, publik punya hak untuk mengetahuai hasil tersebut, juga hal itu sangat menyalahi prinsip UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sebab landasan hukum yang berkaitan dengan hal tersebut. Pertama, hak setiap orang untuk memperoleh Informasi; Kedua, kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan, proporsional, dan cara sederhana. Ketiga, pengecualian bersifat ketat dan terbatas; Keempat, kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi. Oleh karena itu tidak semestinya Dinas Kesehatan Kota Makassar menyembunyikan atau tidak memberikan informasi data terkait hasil rapid test, karena itu sangat penting untuk diketahui baik bagi yang membutuhkan maupun secara publik," beber Andi Cibu.
Lanjut pemuda yang berprofesi sebagai Lawyers dan Akedemisi ini, bahwa UU KIP ini juga menggaris bawahi bahwa salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan Negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi, sebab hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbukanya penyelenggaraan Negara untuk diawasi publik, sehingga penyelenggaraan Negara pun semakin dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi dalam situasi pandemi covid-19 pemerintah pusat dan daerah memprioritaskan anggaran untuk digunakan mulai dari pencegahan sampai kepada penanganan Covid-19. Maka dari itu pentingnya keterbukaan informasi publik baik dari segi data kasus Covid-19 maupun data penggunaan anggaran penanganan guna menghindari politisasi data dan indikasi korupsinya, tegasnya.
"Jadi Dinas Kesehatan Kota Makassar harus berani membuka data untuk kepentingan informasi publik agar media atau masyarakat dapat mengetahui perkembangan sembari tetap memberikan arahan atau sosialisasi protokol dan pencegahan Covid-19, saya yakin dengan itu semua kita bisa bersama-sama melawan virus ini," papar Cibu sapaan akrabnya.
Pemuda yang aktif di bidang Hak Asasi Manusia ini juga menjelaskan bahwa "Hal ini juga dapat dikenakan sanksi pidana bagi badan publik yang melanggar ketentuan UU KIP Pasal 52 bahwa, Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)," tutupnya.*(red)
Di anggap enggan membeberkan data hasil rapid test massal, Andi Cibu Mattingara, SH, menduga Dinas Kesehatan Kota Makassar sengaja menyembunyikan hasil rapid test massal tersebut.(14/5/2020)
"Sangat di sayangkan pasalnya, publik punya hak untuk mengetahuai hasil tersebut, juga hal itu sangat menyalahi prinsip UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sebab landasan hukum yang berkaitan dengan hal tersebut. Pertama, hak setiap orang untuk memperoleh Informasi; Kedua, kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan, proporsional, dan cara sederhana. Ketiga, pengecualian bersifat ketat dan terbatas; Keempat, kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi. Oleh karena itu tidak semestinya Dinas Kesehatan Kota Makassar menyembunyikan atau tidak memberikan informasi data terkait hasil rapid test, karena itu sangat penting untuk diketahui baik bagi yang membutuhkan maupun secara publik," beber Andi Cibu.
Lanjut pemuda yang berprofesi sebagai Lawyers dan Akedemisi ini, bahwa UU KIP ini juga menggaris bawahi bahwa salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan Negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi, sebab hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbukanya penyelenggaraan Negara untuk diawasi publik, sehingga penyelenggaraan Negara pun semakin dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi dalam situasi pandemi covid-19 pemerintah pusat dan daerah memprioritaskan anggaran untuk digunakan mulai dari pencegahan sampai kepada penanganan Covid-19. Maka dari itu pentingnya keterbukaan informasi publik baik dari segi data kasus Covid-19 maupun data penggunaan anggaran penanganan guna menghindari politisasi data dan indikasi korupsinya, tegasnya.
"Jadi Dinas Kesehatan Kota Makassar harus berani membuka data untuk kepentingan informasi publik agar media atau masyarakat dapat mengetahui perkembangan sembari tetap memberikan arahan atau sosialisasi protokol dan pencegahan Covid-19, saya yakin dengan itu semua kita bisa bersama-sama melawan virus ini," papar Cibu sapaan akrabnya.
Pemuda yang aktif di bidang Hak Asasi Manusia ini juga menjelaskan bahwa "Hal ini juga dapat dikenakan sanksi pidana bagi badan publik yang melanggar ketentuan UU KIP Pasal 52 bahwa, Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)," tutupnya.*(red)