Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita


1.168 ton bom Amerika Serikat diledakan di Roma Italia.

July 18, 2019 Last Updated 2019-11-03T18:11:54Z


Sekutu untuk pertama kalinya mengebom Roma, kota suci dan tertua sekaligus Ibu Kota Italia, pada 19 Juli 1943. Keputusan yang dibuat para pemimpin sekutu yakni Presiden Franklin Delano Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill itu ditentang hebat. Akan tetapi, mereka seperti tidak punya strategi lain lagi.

Masa itu merupakan era Perang Dunia II. Italia hidup dalam paham fasisme dan dipimpin oleh Benito Mussolini. Namun di balik Mussolini, ada Adolf Hitler yang menggerakkannya. Dalang di balik berkecamuknya PD II inilah yang disasar sekutu.

Demi mematahkan pengaruh Nazi di Italia, AS dan sekutu memutuskan mengebom Roma. Kabinet perang Inggris meyakinkan, bombardir tersebut tidak melanggar kemanusiaan. Presiden Roosevelt dan PM Churchill mengimbau pada 16 Juli agar rakyat Italia berpaling dari Mussolini dan Hitler. Keduanya menyarankan agar warga hidup untuk Italia dan peradaban saja. Akan tetapi, warga belum tergugah. Apalagi Mussolini meyakinkan kalau tentara sekutu takkan berani mengebom kota suci. Namun yang terjadi sebaliknya, AS dan sekutu menyerang tiba-tiba.

Sekiranya 500 tentara pengebom AS dikerahkan. Mereka menjatuhkan 1.168 ton bom. Seluruh kawasan pekerja Italia di San Lorenzo hancur. Italia kehilangan sedikitnya 3.000 nyawa. Mussolini cs semakin dibuat kalang kabut manakala sekutu meledakkan jalur kereta api mereka.

Sebenarnya hanya sedikit lokasi yang jadi target operasi, tetapi meledakkan Termini Stazione merupakan langkah yang tepat. Sebab disanalah terletak jalur kereta api terpadat yang juga dekat dengan industri dan pabrik baja, tekstil, serta kaca. Selain stasiun KA dan San Lorenzo, sekutu pada malam harinya juga meledakkan bandara Ciampino, di tenggara Roma.

Peristiwa itu sontak membuat warga Italia kehilangan kepercayaan pada pemimpin mereka, Mussolini. Di sisi lain, Mussolini juga merasakan kekalahan sudah di depan mata. Namun Hitler belum menyerah.

Pria berkumis persegi di bawah hidungnya itu mencoba membangkitkan kembali semangat perang Mussolini. Hitler harus membakar semangat Mussolini agar Jerman tidak bertarung sendirian. Sementara The Fuhrer terus menguliahi yang bersangkutan. Akhirnya Mussolini mau tidak mau, menjawab pidato panjang Hitler dengan, “Italia akan terus menekan.”


×
Berita Terbaru Update