Foto : Albertus George, S.H. |
Kembali melihat peristiwa yang dialami oleh Ngadinah adalah seorang perempuan bekerja sebagai buruh dan melakukan aksi mogok kerja bersama teman-teman buruh ditempat kerja pada tanggal 11 September 2000 menuntut hak-hak normatif dan kebebasan berserikat. Namum pada tanggal 21 April 2021 Ngadinah di tahan Polres Tangerang dengan dasar Ngadinah melakukan perbuatan pidana yaitu kasus perbuatan tidak menyenangkan.
Dua hari kemudian pihak Polres Tangerang membawa berkas perkara Ngadinah ke Kejaksaan Negeri Tangerang dan Kejari Tangerang mengeluarkan surat perintah penahanan Ngadinah di LP Wanita degan menunggu kelanjutan proses pengadilan. Ngadinah dalam perjuangannya menuntut hak dan dipenjara dengan pasal 335 KUHP.
Tinjauan Rumusan Hukum Pada Pasal 335 KUHP.
Perbuatan yang tidak menyenangkan diatur dalam Bab XVIII tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang pada Pasal 335 KUHP tersebut merincikan tentang perbuatan tidak menyenangkan. Dalam terjadinya peristiwa tentang perbuatan tidak menyenangkan baru dapat di proses untuk diadili ketika adanya pengaduan dari seseorang yang merasa dirugikan.
Pada dasarnya Pasal 335 KUHP menyatakan :
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp.4.5 Juta
2. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
3. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Sebagaimana dirumuskan bahwa kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. Dalam perkembangannya Makamah Konstitusi Republik Indonesia melalui putusan MK Nomor 1/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perbuatan yang tidak menyenangkan ” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dengan kata lain frasa pada pasal perbuatan tidak menyenangkan dihapus.
Makamah Konstitusi menilai frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perbuatan yang tidak menyenangkan ” dalam pasal 335 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Karena perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan tidak menyenangkan yang mana merupakan implementasi pada ketentuan itu memberikan peluang terjadinya kesewenang wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan
Untuk dapat dijerat Pasal 335 KUHP maka perbuatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Barang siapa.
2. Secara melawan hukum.
3. Memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu.
4. Memakai kekerasan atau ancaman kekerasan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Dan unsur perbuatan tidak menyenangkan tidak lagi berlaku untuk Pasal 335 KUHP ayat 1 butir 1 berdasarkan putusan Makamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 1/PUU-XI/2013.
R. Soesilo dalam buku KUHP serta komentar-komentar lengkap pasal demi pasal pada halaman 238 mengatakan mengenai kekerasan dan ancaman kekerasan yang harus dibuktikan adalah :
1. Ada orang yang dengan melawan hak dipaksa melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu.
2. Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan ataupun ancaman kekerasan baik terhadap orang itu maupun terhadap orang lain.
Dalam hal ini definisi “kekerasan” menurut R.Soesilo adalah menggunakan tenaga atau atau kekuatan jasmani tidak kecil dan tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya.
Kesimpulannya bahwa:
1. Ngadinah melakukan aksi mogok kerja untuk menuntut hak normatif dan kebebasan berserikat bersama rekan rekan buruh dalam kegiatan aksi mogok kerja juga tidak melakukan tindakan kekerasan yang merusak segala sesuatu yang ada di dalam pabrik dan tidak melakukan kekerasan secara fisik baik disengaja ataupun tidak disengaja terhadap pemilik pabrik dan pimpinan pabrik serta manajemen dan karyawan pabrik namun dipenjara oleh tindakan sewenang-wenang Aparat Penegak Hukum dan Ngadinah seharusnya dibebaskan tanpa syarat karena tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat disangkakan dan atau didakwakan kepadanya bilamana aparat penegak hukum menggunakan Pasal 335 KUHP.
2. Aparat Penegak Hukum dalam kasus Ngadinah adalah Penyidik Polres Tangerang dan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tangerang sudah seharusnya memperhatikan kaidah-kaidah hukum pidana yang lain sebab hukum pidana adalah suatu kesatuan sistem dalam hukum pidana itu sendiri adalah keputusan Makamah Konsitusi dalam putusan Makamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 1/PUU-XI/2013.
3. Ngadinah adalah warga Negara Indonesia yang dijamin oleh Konstitusi dan Undang Undang bahwa warga negara dijamin untuk berserikat dan menyatakan pendapat secara tertulis dan atau secara lisan sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 UUD RI 1945 juncto Pasal 24 ayat 1 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun yang terjadi Ngadinah mengalami ketidakadilan akibat tindakan sewenang wenang Aparat Penegak Hukum yang tidak profesional.
4. Kasus yang terjadi pada peristiwa yang dialami oleh Ngadinah sebaiknya dilakukan Peninjauan Kembali atau Praperadilan sebagai upaya hukum untuk mengoreksi dan mengcounter tindakan Penegak Hukum yang salah kaprah dan tidak sesuai menggunakan pasal-pasal tertentu dalam hukum pidana dan sebagai koreksi atas perbuatan Penegak Hukum yang sewenang wenang.
5. Bilamana dikemudian hari bahwa Ngadinah tidak bersalah berdasarkan keputusan hukum tetap maka Aparat Penegak Hukum yang bersangkutan seharusnya diberikan sanksi administratif dan sanksi pidana yang bersifat khusus agar supaya Penegak Hukum bekerja secara profesional dan memperhatikan kaidah kaidah hukum yang berlaku serta bersikap konsisten secara adil guna melindungi warga negara yang tidak bersalah.
Dua hari kemudian pihak Polres Tangerang membawa berkas perkara Ngadinah ke Kejaksaan Negeri Tangerang dan Kejari Tangerang mengeluarkan surat perintah penahanan Ngadinah di LP Wanita degan menunggu kelanjutan proses pengadilan. Ngadinah dalam perjuangannya menuntut hak dan dipenjara dengan pasal 335 KUHP.
Tinjauan Rumusan Hukum Pada Pasal 335 KUHP.
Perbuatan yang tidak menyenangkan diatur dalam Bab XVIII tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang pada Pasal 335 KUHP tersebut merincikan tentang perbuatan tidak menyenangkan. Dalam terjadinya peristiwa tentang perbuatan tidak menyenangkan baru dapat di proses untuk diadili ketika adanya pengaduan dari seseorang yang merasa dirugikan.
Pada dasarnya Pasal 335 KUHP menyatakan :
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp.4.5 Juta
2. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
3. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Sebagaimana dirumuskan bahwa kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. Dalam perkembangannya Makamah Konstitusi Republik Indonesia melalui putusan MK Nomor 1/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perbuatan yang tidak menyenangkan ” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dengan kata lain frasa pada pasal perbuatan tidak menyenangkan dihapus.
Makamah Konstitusi menilai frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perbuatan yang tidak menyenangkan ” dalam pasal 335 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Karena perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan tidak menyenangkan yang mana merupakan implementasi pada ketentuan itu memberikan peluang terjadinya kesewenang wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan
Untuk dapat dijerat Pasal 335 KUHP maka perbuatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Barang siapa.
2. Secara melawan hukum.
3. Memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu.
4. Memakai kekerasan atau ancaman kekerasan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Dan unsur perbuatan tidak menyenangkan tidak lagi berlaku untuk Pasal 335 KUHP ayat 1 butir 1 berdasarkan putusan Makamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 1/PUU-XI/2013.
R. Soesilo dalam buku KUHP serta komentar-komentar lengkap pasal demi pasal pada halaman 238 mengatakan mengenai kekerasan dan ancaman kekerasan yang harus dibuktikan adalah :
1. Ada orang yang dengan melawan hak dipaksa melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu.
2. Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan ataupun ancaman kekerasan baik terhadap orang itu maupun terhadap orang lain.
Dalam hal ini definisi “kekerasan” menurut R.Soesilo adalah menggunakan tenaga atau atau kekuatan jasmani tidak kecil dan tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya.
Kesimpulannya bahwa:
1. Ngadinah melakukan aksi mogok kerja untuk menuntut hak normatif dan kebebasan berserikat bersama rekan rekan buruh dalam kegiatan aksi mogok kerja juga tidak melakukan tindakan kekerasan yang merusak segala sesuatu yang ada di dalam pabrik dan tidak melakukan kekerasan secara fisik baik disengaja ataupun tidak disengaja terhadap pemilik pabrik dan pimpinan pabrik serta manajemen dan karyawan pabrik namun dipenjara oleh tindakan sewenang-wenang Aparat Penegak Hukum dan Ngadinah seharusnya dibebaskan tanpa syarat karena tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat disangkakan dan atau didakwakan kepadanya bilamana aparat penegak hukum menggunakan Pasal 335 KUHP.
2. Aparat Penegak Hukum dalam kasus Ngadinah adalah Penyidik Polres Tangerang dan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tangerang sudah seharusnya memperhatikan kaidah-kaidah hukum pidana yang lain sebab hukum pidana adalah suatu kesatuan sistem dalam hukum pidana itu sendiri adalah keputusan Makamah Konsitusi dalam putusan Makamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 1/PUU-XI/2013.
3. Ngadinah adalah warga Negara Indonesia yang dijamin oleh Konstitusi dan Undang Undang bahwa warga negara dijamin untuk berserikat dan menyatakan pendapat secara tertulis dan atau secara lisan sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 UUD RI 1945 juncto Pasal 24 ayat 1 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun yang terjadi Ngadinah mengalami ketidakadilan akibat tindakan sewenang wenang Aparat Penegak Hukum yang tidak profesional.
4. Kasus yang terjadi pada peristiwa yang dialami oleh Ngadinah sebaiknya dilakukan Peninjauan Kembali atau Praperadilan sebagai upaya hukum untuk mengoreksi dan mengcounter tindakan Penegak Hukum yang salah kaprah dan tidak sesuai menggunakan pasal-pasal tertentu dalam hukum pidana dan sebagai koreksi atas perbuatan Penegak Hukum yang sewenang wenang.
5. Bilamana dikemudian hari bahwa Ngadinah tidak bersalah berdasarkan keputusan hukum tetap maka Aparat Penegak Hukum yang bersangkutan seharusnya diberikan sanksi administratif dan sanksi pidana yang bersifat khusus agar supaya Penegak Hukum bekerja secara profesional dan memperhatikan kaidah kaidah hukum yang berlaku serta bersikap konsisten secara adil guna melindungi warga negara yang tidak bersalah.
Oleh : Albertus George, S.H
Eksponen Aktivis Reformasi 98
Praktisi Civil Society