Foto : Ist. |
Kegiatan Dialog ini menghadirkan beberapa narasumber dari berbagai latar belakang keahlian hukum dan hak asasi manusia (HAM) dan memberikan pandangan kritis terkait situasi penegakan HAM di Sulawesi Selatan.
Adapun narasumber yang hadir dalam dialog ini adalah:
1. Dr. Nasiruddin Pasigai, S.H., M.H., Praktisi Hukum Senior.
2. Dr. Mohammad Arief, S.H., M.H., Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI).
3. Hartono Tasir, S.H., M.H., Akademisi Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS).
4. Utary Sukmawati Syarief, S.E., Ak, Kepala Bidang HAM Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan.
5. Syamsul Rijal, S.H., Kepala Divisi Perkara dan Litigasi PBHI SUL-SEL.
Pembahasan Dinamika Penyelesaian Kasus HAM
Dalam diskusi tersebut, para narasumber menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Sulawesi Selatan, terutama yang berkaitan dengan efektivitas proses hukum. Beberapa faktor yang disorot antara lain minimnya penegakan hukum, birokrasi yang lambat, serta kurangnya komitmen dari pihak-pihak terkait untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah berlangsung lama.
Masih banyaknya kasus pelanggaran yang hingga kini masih belum ada kejelasan penyelesaiannya, mencerminkan kesulitan yang dihadapi oleh para korban pelanggaran HAM dalam mendapatkan keadilan. Memperlihatkan bahwa masih ada kendala dalam sistem hukum yang menghambat penyelesaian secara cepat dan efektif.
Dr. Nasiruddin Pasigai mengungkapkan ada beberapa hambatan terkait pelanggaran HAM yang belum diselesaikan oleh para penyidik yang berwenang dan kita melihat bagaimana hambatan politik, hambatan yuridis (persoalan kewenangan), dan perbedaan pendapat terkait hasil penyidikan yang tidak disediakan forum yang menyebabkan ketidakefektifan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Menarik yang disampaikan "sehebat apapun aturan hukum kalau tidak dilaksanakan dan diimplementasikan secara konsisten, tidak ada juga manfaatnya".
Hartono Tasir juga menambahkan, HAM adalah hak yang tidak diberikan oleh negara tapi dilindungi oleh negara itu ada dalam pasal 1 ayat 1 UU HAM. Hartono juga berpendapat perlu membentuk aturan yang relatee untuk menangani kasus pelanggaran HAM.
Langkah Strategis ke Depan Dalam Penegakan Hukum.
Narasumber lainnya, Utary Sukmawati Syarief dari Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan, menegaskan bahwa bagaimana proses pelayanan publik di kemenkuham dan pemerintah daerah sulawesi selatan, dugaan pelanggaran HAM, mekanisme pengaduan dalam pelanggaran HAM, dan beberapa kasus yang masih dalam proses dan belum selesai serta menekankan komitmen Kemenkumham dan pentingnya kolaborasi serta transparansi dalam penyelesaian kasus HAM.
Sementara itu, Syamsul Rijal dari PBHI SUL-SEL menutup acara dengan harapan agar Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis dan segera untuk membuktikan keseriusannya dalam mewujudkan kesetaraan, keadilan, dan reformasi sistemik untuk segara menyelesaikan segala pelanggaran ham dan mencegah praktik keberulangan (non-reccurence principle) pelanggaran HAM berat di masa depan.
Adapun narasumber yang hadir dalam dialog ini adalah:
1. Dr. Nasiruddin Pasigai, S.H., M.H., Praktisi Hukum Senior.
2. Dr. Mohammad Arief, S.H., M.H., Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI).
3. Hartono Tasir, S.H., M.H., Akademisi Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS).
4. Utary Sukmawati Syarief, S.E., Ak, Kepala Bidang HAM Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan.
5. Syamsul Rijal, S.H., Kepala Divisi Perkara dan Litigasi PBHI SUL-SEL.
Pembahasan Dinamika Penyelesaian Kasus HAM
Dalam diskusi tersebut, para narasumber menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Sulawesi Selatan, terutama yang berkaitan dengan efektivitas proses hukum. Beberapa faktor yang disorot antara lain minimnya penegakan hukum, birokrasi yang lambat, serta kurangnya komitmen dari pihak-pihak terkait untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah berlangsung lama.
Masih banyaknya kasus pelanggaran yang hingga kini masih belum ada kejelasan penyelesaiannya, mencerminkan kesulitan yang dihadapi oleh para korban pelanggaran HAM dalam mendapatkan keadilan. Memperlihatkan bahwa masih ada kendala dalam sistem hukum yang menghambat penyelesaian secara cepat dan efektif.
Dr. Nasiruddin Pasigai mengungkapkan ada beberapa hambatan terkait pelanggaran HAM yang belum diselesaikan oleh para penyidik yang berwenang dan kita melihat bagaimana hambatan politik, hambatan yuridis (persoalan kewenangan), dan perbedaan pendapat terkait hasil penyidikan yang tidak disediakan forum yang menyebabkan ketidakefektifan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Menarik yang disampaikan "sehebat apapun aturan hukum kalau tidak dilaksanakan dan diimplementasikan secara konsisten, tidak ada juga manfaatnya".
Hartono Tasir juga menambahkan, HAM adalah hak yang tidak diberikan oleh negara tapi dilindungi oleh negara itu ada dalam pasal 1 ayat 1 UU HAM. Hartono juga berpendapat perlu membentuk aturan yang relatee untuk menangani kasus pelanggaran HAM.
Langkah Strategis ke Depan Dalam Penegakan Hukum.
Narasumber lainnya, Utary Sukmawati Syarief dari Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan, menegaskan bahwa bagaimana proses pelayanan publik di kemenkuham dan pemerintah daerah sulawesi selatan, dugaan pelanggaran HAM, mekanisme pengaduan dalam pelanggaran HAM, dan beberapa kasus yang masih dalam proses dan belum selesai serta menekankan komitmen Kemenkumham dan pentingnya kolaborasi serta transparansi dalam penyelesaian kasus HAM.
Sementara itu, Syamsul Rijal dari PBHI SUL-SEL menutup acara dengan harapan agar Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis dan segera untuk membuktikan keseriusannya dalam mewujudkan kesetaraan, keadilan, dan reformasi sistemik untuk segara menyelesaikan segala pelanggaran ham dan mencegah praktik keberulangan (non-reccurence principle) pelanggaran HAM berat di masa depan.
*(red)