Foto : Ist. |
Corong Demokrasi,- Pada Rabu, 28 Agustus 2024 sekitar Jam 17.00 keluarga buruh pikul TK bagasi pelabuhan diamankan atas nama Farhan salahudin diamankan di Depan Warkop Arahman yang terletak di Jl. Buruh, Kota Makassar. Atas peristiwa tersebut, pada Kamis, 29 Agustus 2024 sekitar pukul 23.40 para advokat/pengacara bersama dengan keluarga saudara Muh. Farhan menuju ke Polrestabes Makassar bermaksud untuk bertemu Saudara Muh. Farhan dengan tujuan untuk memberikan pendampingan hukum dan ternyata saudara Muh Farhan tidak berada di Polrestabes Makassar dan berdasarkan informasi Saudara Farhan berada di Posko Jatanras Polrestabes Makassar.
Bahwa pendamping hukum kemudian menuju ke posko Jatanras Polrestabes Makassar yang berada di Wilayah Jl. Rappocini dan pada saat di lokasi bertemu dengan salah satu petugas dan mempertanyakan maksud dan tujuan kehadiran pendampingan hukum saudara Muh. Farhan. Petugas yang menerima kemudian awalnya mengatakan bahwa membatasi pendamping hukum untuk masuk memberikan penandatanganan surat kuasa dan memberikan pendampingan tetapi petugas tersebut kemudian masuk di salah satu ruangan dan keluar beberapa petugas kepolisian yang lain menghalangi pendampingan hukum untuk masuk memberikan surat kuasa dan mendampingi saudara Muh. Farhan.
Para petugas kepolisian mengatakan bahwa saat ini masih dilakukan interogasi dan pengembangan sehingga pendamping hukum tidak boleh masuk untuk memberikan surat kuasa dan juga dikatakan bahwa jika ingin mendampingi silahkan ke Polrestabes Makassar, sedangkan Muh. Farhan dilakukan interogasi/pengembangan di Posko Jatanras. Hal itu kemudian terjadi adu argumen antara petugas kepolisian dan juga pendampingan hukum, karena pendamping hukum tetap ingin masuk memberikan pendampingan hukum tetapi tetap dihalangi oleh petugas kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar.
Adu argumen tersebut terdapat beberapa kalimat tidak pantas yang dilontarkan oleh petugas kepolisian yang ingin meludahi pendamping hukum bahkan ada yang sampai dicekik dan didorong dan ditendang oleh petugas kepolisian.
Menyikapi hal itu, Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik (KP-GRD) angkat bicara.
KP-GRD mengecam keras tindakan kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar yang menghalang-halangi beberapa pengacara yang hendak akan memberikan pendampingan hukum kepada sdr. Muh. Farhan.
"Tindakan yang dipertontonkan oleh pihak kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar itu memperlihatkan bahwa kepolisian tidak bersikap humanis dalam melakukan upaya hukum," ujar ketua KP-GRD Jimi Saputra kepada Corong Demokrasi, Jumat (30/08/2024).
"Tindakan menghalang-halangi pengacara dalam memberikan bantuan hukum kepada sdr Muh Farhan tentunya sudah sangat bertentangan dengan pasal 28D ayat 1 UUD 1945," tegasnya.
Lebih lanjut, Jimi Saputra menegaskan bahwa sikap kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar yang melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada pengacara yang hendak memberikan bantuan hukum itu sudah tidak sejalan dengan program presisi polri.
"Program presisi polri yang dikeluarkan oleh Kapolri adalah bagaimana kepolisian bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan berfokus pada penegakan hukum yang profesional, transparan dan akuntabel. Tapi apa yang dipertontonkan oleh kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar adalah sikap yang seharusnya tidak dilakukan apalagi ini berkaitan dengan upaya memberikan bantuan hukum itu adalah hak setiap orang dan tidak boleh dihalang-halangi oleh kepolisian," tutupnya.
Bahwa pendamping hukum kemudian menuju ke posko Jatanras Polrestabes Makassar yang berada di Wilayah Jl. Rappocini dan pada saat di lokasi bertemu dengan salah satu petugas dan mempertanyakan maksud dan tujuan kehadiran pendampingan hukum saudara Muh. Farhan. Petugas yang menerima kemudian awalnya mengatakan bahwa membatasi pendamping hukum untuk masuk memberikan penandatanganan surat kuasa dan memberikan pendampingan tetapi petugas tersebut kemudian masuk di salah satu ruangan dan keluar beberapa petugas kepolisian yang lain menghalangi pendampingan hukum untuk masuk memberikan surat kuasa dan mendampingi saudara Muh. Farhan.
Para petugas kepolisian mengatakan bahwa saat ini masih dilakukan interogasi dan pengembangan sehingga pendamping hukum tidak boleh masuk untuk memberikan surat kuasa dan juga dikatakan bahwa jika ingin mendampingi silahkan ke Polrestabes Makassar, sedangkan Muh. Farhan dilakukan interogasi/pengembangan di Posko Jatanras. Hal itu kemudian terjadi adu argumen antara petugas kepolisian dan juga pendampingan hukum, karena pendamping hukum tetap ingin masuk memberikan pendampingan hukum tetapi tetap dihalangi oleh petugas kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar.
Adu argumen tersebut terdapat beberapa kalimat tidak pantas yang dilontarkan oleh petugas kepolisian yang ingin meludahi pendamping hukum bahkan ada yang sampai dicekik dan didorong dan ditendang oleh petugas kepolisian.
Menyikapi hal itu, Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik (KP-GRD) angkat bicara.
KP-GRD mengecam keras tindakan kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar yang menghalang-halangi beberapa pengacara yang hendak akan memberikan pendampingan hukum kepada sdr. Muh. Farhan.
"Tindakan yang dipertontonkan oleh pihak kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar itu memperlihatkan bahwa kepolisian tidak bersikap humanis dalam melakukan upaya hukum," ujar ketua KP-GRD Jimi Saputra kepada Corong Demokrasi, Jumat (30/08/2024).
"Tindakan menghalang-halangi pengacara dalam memberikan bantuan hukum kepada sdr Muh Farhan tentunya sudah sangat bertentangan dengan pasal 28D ayat 1 UUD 1945," tegasnya.
Lebih lanjut, Jimi Saputra menegaskan bahwa sikap kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar yang melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada pengacara yang hendak memberikan bantuan hukum itu sudah tidak sejalan dengan program presisi polri.
"Program presisi polri yang dikeluarkan oleh Kapolri adalah bagaimana kepolisian bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan berfokus pada penegakan hukum yang profesional, transparan dan akuntabel. Tapi apa yang dipertontonkan oleh kepolisian Jatanras Polrestabes Makassar adalah sikap yang seharusnya tidak dilakukan apalagi ini berkaitan dengan upaya memberikan bantuan hukum itu adalah hak setiap orang dan tidak boleh dihalang-halangi oleh kepolisian," tutupnya.
*(red)