Foto : Aksi unjuk rasa GRD dan PBHI Sul-Sel di Pengadilan Negeri Makassar meminta hakim pengawas dalam perkara kepailitan PT Jati Jaya Perkasa Mandiri untuk mendesak kurator melakukan rapat kreditur bersama 69 pekerja, Rabu (12/06/2024). |
Dalam aksi tersebut, massa aksi mendesak Hakim Pengawas Pengadilan Niaga pada PN Makassar untuk segera mendesak kurator melakukan rapat kreditur bersama 69 pekerja PT Jati Jaya Perkasa Mandiri.
"Sudah 4 bulan lebih rapat kreditur bersama 69 pekerja PT Jati Jaya Perkasa Mandiri yang dijanjikan oleh kurator sampai saat ini belum terlaksana. Padahal dalam hal kepailitan ini kedudukan pekerja adalah kreditur preferen sesuai UU ketenagakerjaan," tegas Doni.
Selang beberapa menit, pihak Pengadilan Negeri (PN) Makassar, yang diwakili oleh Humas Bapak Sibali, menerima massa aksi untuk melakukan audiens.
Dalam audiens tersebut, secara tegas Humas PN Makassar, Sibali, menyampaikan tuntutan para pekerja tersebut langsung kepada kurator Atik Mujiati via telepon.
Sebelumnya, pada tanggal 16 Februari 2024, 69 orang pekerja PT Jati Jaya Perkasa Mandiri dijanjikan oleh kurator untuk mengadakan rapat kreditur bersama. Namun, sudah empat bulan berlalu sejak janji tersebut dibuat, dan rapat kreditur yang dijanjikan tak kunjung dilaksanakan.
Diketahui, kasus ini bermula di tahun 2023, sebanyak 69 pekerja PT Jati Jaya Perkasa Mandiri memulai perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan dan hak yang telah lama mereka tuntut. Setelah berbagai upaya mediasi melalui pemerintahan Desa Pabentengang tidak membuahkan hasil, para pekerja ini melakukan aksi unjuk rasa di perusahaan pada tanggal 10 Juli 2023. Tuntutan mereka jelas: pekerjakan kembali 69 karyawan yang telah diberhentikan dan bayarkan sisa upah serta Tunjangan Hari Raya (THR) sejak tahun 2021 hingga 2023.
Meski telah melakukan aksi dan mediasi lanjutan, pihak perusahaan tetap tidak memenuhi tuntutan mereka. Keadaan ini memaksa 69 pekerja bersama Gerakan Revolusi Demokratik (GRD) untuk melakukan aksi mogok kerja dan pendudukan di perusahaan. Tidak berhenti di situ, pada tanggal 17 Juli 2023, mereka menggelar aksi unjuk rasa di kantor Bupati Maros, mendesak evaluasi kinerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Maros dan melaporkan pelanggaran ketenagakerjaan ke Pengawasan Disnaker Provinsi Sulawesi Selatan.
Pemeriksaan langsung oleh pengawas Disnaker Provinsi Sulsel pada tanggal 31 Juli 2023 menguatkan keberanian mereka untuk terus berjuang. Pada tanggal 3 Agustus 2023, aksi berlanjut di kediaman pimpinan perusahaan PT Jati Jaya Perkasa Mandiri, menuntut tanggung jawab pimpinan perusahaan atas hak-hak pekerja. Meski pada tanggal 21 September 2023, Pengawas Disnaker Provinsi Sulsel mengeluarkan penetapan perhitungan kekurangan upah dan THR, pihak perusahaan mengajukan banding ke Kementerian Ketenagakerjaan.
Banding tersebut menghasilkan keputusan yang memerintahkan pembayaran THR sesuai penetapan pengawas Disnaker Provinsi Sul-Sel sedangkan Upah akan dilakukan peninjauan kembali dan ditetapkan ulang. Namun, nasib perusahaan berubah drastis ketika pada tanggal 27 Desember 2023, PT Jati Jaya Perkasa Mandiri dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Makassar. Meskipun rapat verifikasi tagihan kreditur dijadwalkan pada 16 Februari 2024, kurator menunda rapat dengan pekerja, dengan alasan perhitungan tagihan masih dilakukan.
Pada tanggal 21 Maret 2024, Pengawas Ketenagakerjaan Kemnaker melakukan pemeriksaan langsung dan mengeluarkan perhitungan ulang kekurangan upah, yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan sesuai undang-undang.
Sibali selaku Humas PN Makassar mendesak agar kurator segera menjadwalkan rapat kreditur bersama dengan 69 pekerja PT Jati Jaya Perkasa Mandiri.
Menanggapi tuntutan ini, kurator Atik Mujiati mengumumkan bahwa rapat kreditur bersama pekerja akan dilaksanakan setelah selesai perayaan Idul Adha.
Menanggapi tuntutan ini, kurator Atik Mujiati mengumumkan bahwa rapat kreditur bersama pekerja akan dilaksanakan setelah selesai perayaan Idul Adha.
Sementara itu, tim kuasa hukum dari PBHI Sul-Sel berharap janji rapat kreditur bersama 69 pekerja itu segera direalisasikan.
"Kami berharap agar janji ini dapat segera direalisasikan dan memberikan kepastian atas nasib dan hak-hak pekerja di perusahaan tersebut," ucap Azhad Zadly Zainal selaku Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum PBHI Sul-Sel.
Sebelumnya, pada tanggal 16 Februari 2024, 69 orang pekerja PT Jati Jaya Perkasa Mandiri dijanjikan oleh kurator untuk mengadakan rapat kreditur bersama. Namun, sudah empat bulan berlalu sejak janji tersebut dibuat, dan rapat kreditur yang dijanjikan tak kunjung dilaksanakan.
Diketahui, kasus ini bermula di tahun 2023, sebanyak 69 pekerja PT Jati Jaya Perkasa Mandiri memulai perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan dan hak yang telah lama mereka tuntut. Setelah berbagai upaya mediasi melalui pemerintahan Desa Pabentengang tidak membuahkan hasil, para pekerja ini melakukan aksi unjuk rasa di perusahaan pada tanggal 10 Juli 2023. Tuntutan mereka jelas: pekerjakan kembali 69 karyawan yang telah diberhentikan dan bayarkan sisa upah serta Tunjangan Hari Raya (THR) sejak tahun 2021 hingga 2023.
Meski telah melakukan aksi dan mediasi lanjutan, pihak perusahaan tetap tidak memenuhi tuntutan mereka. Keadaan ini memaksa 69 pekerja bersama Gerakan Revolusi Demokratik (GRD) untuk melakukan aksi mogok kerja dan pendudukan di perusahaan. Tidak berhenti di situ, pada tanggal 17 Juli 2023, mereka menggelar aksi unjuk rasa di kantor Bupati Maros, mendesak evaluasi kinerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Maros dan melaporkan pelanggaran ketenagakerjaan ke Pengawasan Disnaker Provinsi Sulawesi Selatan.
Pemeriksaan langsung oleh pengawas Disnaker Provinsi Sulsel pada tanggal 31 Juli 2023 menguatkan keberanian mereka untuk terus berjuang. Pada tanggal 3 Agustus 2023, aksi berlanjut di kediaman pimpinan perusahaan PT Jati Jaya Perkasa Mandiri, menuntut tanggung jawab pimpinan perusahaan atas hak-hak pekerja. Meski pada tanggal 21 September 2023, Pengawas Disnaker Provinsi Sulsel mengeluarkan penetapan perhitungan kekurangan upah dan THR, pihak perusahaan mengajukan banding ke Kementerian Ketenagakerjaan.
Banding tersebut menghasilkan keputusan yang memerintahkan pembayaran THR sesuai penetapan pengawas Disnaker Provinsi Sul-Sel sedangkan Upah akan dilakukan peninjauan kembali dan ditetapkan ulang. Namun, nasib perusahaan berubah drastis ketika pada tanggal 27 Desember 2023, PT Jati Jaya Perkasa Mandiri dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Makassar. Meskipun rapat verifikasi tagihan kreditur dijadwalkan pada 16 Februari 2024, kurator menunda rapat dengan pekerja, dengan alasan perhitungan tagihan masih dilakukan.
Pada tanggal 21 Maret 2024, Pengawas Ketenagakerjaan Kemnaker melakukan pemeriksaan langsung dan mengeluarkan perhitungan ulang kekurangan upah, yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan sesuai undang-undang.
*(red)