Foto : Stanislaus Stan, Ketua DPD Partai Perindo Kabupaten Manggarai Barat. |
Corong Demokrasi,- KETUA DPW Partai Perindo Propinsi NTT sudah gagal besar menahkodai partai Perindo di NTT pada Pemilu (pileg) 14 Februari 2024 lalu.
"DPD tidak diberi kewenangan untuk ikut merekomendasikan siapa bacabup dan bacawabub yang akan diusung, DPD hanya bertugas menerima pendaftaran secara bebas dan terbuka untuk umum, lalu akan diwawancarai di DPW, untuk kemudian direkomendasikan ke DPP, padahal yang mengenal kondisi politik di setiap kabupaten adalah kita pengurus DPD dan kita tentu tau harus mengusung siapa dan harus berkoalisi dengan siapa karena pilkada adalah moment kita bisa memilih pemimpin yang tentu kita di kabupaten yang tau figure mana yang akan mampu menjawab segala kebutuhan masyarakat di kabupatennya masing-masing," pungkas Stanislaus Stan.
Diketahui dari pileg tahun 2019 sebelumnya partai Perindo NTT berhasil meraih 6 kursi DPRD. Namun pada pileg 2024 hanya memperoleh kursi. Tingkat kemerosotannya adalah 83%.
Hal itu disampaikan oleh ketua DPD Perindo Mabar Stanislaus Stan kepada Corong Demokrasi pada Senin, (07/05/2024).
Menurutnya, DPW Perindo NTT telah gagal mempertahankan jumlah kursi DPRD Provinsi pada pileg 2019 yang mengantongi 6 Kursi DPRD Provinsi pada pemilu 2024 malah kehilangan 5 kursi.
"Artinya 83% kursi hasil 2019 telah berhasil dihilangkan pada pileg 2024 . Ini tentu bukan sebuah sekedar gagal saja, tapi sangat menyedihkan dan secara politik ini tentu sebuah tamparan hebat bagi seluruh kader dan simpatisan partai Perindo di NTT," ucap Stanislaus Stan.
"Kegagalan ini tentu ada hubungannya dengan management pengelolaan partai yg dinahkodai oleh Ketua DPW. Ada begitu banyak kebijakan ketua DPW yang tidak populis dan bahkan kontroversial dengan kondisi politik lokal di setiap Kabupaten," tambahnya.
Menurutnya, DPW Perindo NTT telah gagal mempertahankan jumlah kursi DPRD Provinsi pada pileg 2019 yang mengantongi 6 Kursi DPRD Provinsi pada pemilu 2024 malah kehilangan 5 kursi.
"Artinya 83% kursi hasil 2019 telah berhasil dihilangkan pada pileg 2024 . Ini tentu bukan sebuah sekedar gagal saja, tapi sangat menyedihkan dan secara politik ini tentu sebuah tamparan hebat bagi seluruh kader dan simpatisan partai Perindo di NTT," ucap Stanislaus Stan.
"Kegagalan ini tentu ada hubungannya dengan management pengelolaan partai yg dinahkodai oleh Ketua DPW. Ada begitu banyak kebijakan ketua DPW yang tidak populis dan bahkan kontroversial dengan kondisi politik lokal di setiap Kabupaten," tambahnya.
Stanislaus Stan juga membeberkan beberapa contoh kegagalan DPW Perindo NTT pada pileg 2024 lalu.
Ia mengatakan bahwa jauh sebelum penjaringan nama bacaleg DPRD Kabupaten, Ketua DPW menginstruksikan semua bacaleg wajib mengumpulkan uang Rp 200 juta per orang, dan uang itu nanti akan dikumpulan di DPD, dan saat menjelang pemilu uang tersebut akan dibagikan kembali ke masing-masing caleg untuk biaya suksesi dengan catatan bahwa akan mengikuti strategi dari ketua DPW.
Namun terhadap hal ini kita semua di DPD dan semua bacaleg menentang ini. Setidaknya ada beberapa alasan kenapa kita menentang.
"Bahwa kebijakan ini sangat bertentangan dengan semangat kita memerangi politik uang (money politics). Ini justru sebuah pembenaran anggapan masyarakat bahwa hanya orang-orang yang berduit yang bisa berpolitik, sehingga berakibat pada mental masyarakat yang memilih karena uang, dan juga berakibat pada apatisme anak muda untuk berpartai politik atau berpolitik, " pungkasnya.
"Kita semua ketahui kondisi kita di negeri ini bahwa Partai Politik mengalami degradasi trust (kemerosotan kepercayaan) dari masyarakat. Sehingga kita DPD Perindo saat itu mengabaikan instruksi ketua DPW," ujarnya.
Sementara itu, jauh sebelum pileg, semua DPD diperintahkan untuk segera memasukan nama-nama kader partai Perindo yang akan siap bertarung pada Pilkada 2024. Dan syarat mutlak untuk nama-nama yang dikirim tidak diperbolehkan mengambil figur dari luar partai.
"Tidak boleh ambil figur dari luar kader Partai Perindo," ucap Stanislaus Stan menirukan pernyataan Ketua DPW Partai Perindo NTT.
"Dan terhadap hal tersebut kita dari semua DPD Perindo se-NTT mengirim nama-nama dimaksud dan ada beberapa ketua DPD yang menyatakan diri siap maju bertarung, termasuk saya selaku Ketua DPD Perindo Kab. Manggarai Barat dan sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, pada saat pileg, ada begitu banyak figur dari luar partai yang ingin menawarkan diri untuk beri sumbangan atau bantuan baik materil maupun non materil untuk memenangkan partai Perindo pada pileg 2024 dengan harapan akan diusulkan namanya sebagai salah satu kandidat yang akan bertarung pada pilkada, dan ini praktek normal yang biasa dilakukan di semua partai politik, namun terhadap hal ini, kami di DPD tentu tidak berani menerima tawaran bantuan tersebut karna kita takut berhutang budi dan mengecewakan figur-figur yang dimaksud karena kami patuh terhadap instruksi ketua DPW bahwa tidak akan menerima figur dari luar kader partai Perindo. Ini tentu secara politik sangat merugikan partai karna menutup peluang orang diluar kader partai yg berniat memenangkan partai pada pertarungan pileg," jelas Ketua DPD Perindo Mabar tersebut.
Lanjutnya, namun realitas yang terjadi saat ini, malah berbanding terbalik, DPW mengeluarkan perintah untuk menjaring bacabup dan bacawabup di setiap DPD bersifat terbuka untuk umum terhadap hal ini kami berpandangan bahwa, tindakan ketua DPW ini adalah sebuah tindakan pengkhianatan terhadap seluruh pengurus DPD Se-NTT, karena ada beberapa orang ketua DPD yang sudah dari awal menyatakan diri untuk bertarung pada pilkada 2024.
"Karena ada sebuah jaminan dari DPW bahwa tidak akan mengusung figur dari luar kader partai, kecuali ada DPD yang memang tidak ada satupun kader yang siap bertarung. Ini tentu sebuah sikap inkonsistensi yang sangat tidak pantas ditiru karena akan berakibat runtuhnya kepercayaan para kader terhadap partai PERINDO," ucapnya.
"DPD tidak diberi kewenangan untuk ikut merekomendasikan siapa bacabup dan bacawabub yang akan diusung, DPD hanya bertugas menerima pendaftaran secara bebas dan terbuka untuk umum, lalu akan diwawancarai di DPW, untuk kemudian direkomendasikan ke DPP, padahal yang mengenal kondisi politik di setiap kabupaten adalah kita pengurus DPD dan kita tentu tau harus mengusung siapa dan harus berkoalisi dengan siapa karena pilkada adalah moment kita bisa memilih pemimpin yang tentu kita di kabupaten yang tau figure mana yang akan mampu menjawab segala kebutuhan masyarakat di kabupatennya masing-masing," pungkas Stanislaus Stan.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa keputusan akhir dan penetapan adalah kewenangan mutlak DPP, tapi paling tidak DPD ikut memberikan rekomendasi. Namun yang dilakukan di NTT, semua bacabup yang sudah daftar diwawancarai di DPW tanpa melibatkan para ketua DPD, ini tentu konyol, materi wawancara yang dipakai menggunakan cara apa dan indikator penilaian apa? Sementara kondisi sosiologis masyarakat di setiap kabupaten berbeda-beda.
"Ada apa dengan semua ini, saya patut menduga ada sesuatu yang patut dicurigai dan saya sangat berharap untuk para kader partai Perindo yg kebetulan ingin bertarung, bahwa mari kita pastikan bahwa tidak ada syarat nominal tertentu untuk disetor ke DPW, kecuali itu sebuah keputusan DPP yg secara resmi harus disampaikan kepada seluruh DPD partai Perindo Se-Indonesia," tegasnya.
"Kalau memberi syarat untuk figure dari luar kader partai silahkan saja, tapi kalau syarat yang sama diberlakukan terhadap kader sendiri saya pikir kedepan tidak akan ada orang yang mau mengurus partai Perindo jika kemudian untuk mendapat tiket maju pilkada saja syarat tetap harus bayar kursi sendiri, keringat sendiri harus dibayar. Ini sudah tentu akan berpotensi tingginya apatisme masyarakat untuk menjadi pengurus partai Perindo. Karena pada akhirnya hanya sebuah pengkhianatan yang DPD dapatkan. Padahal yg bekerja membesarkan partai adalah DPD menggunakan kekuatan sendiri di masing-masing kabupaten mulai dari proses verifikasi partai sampai pemilu," sambungnya.
Stanislaus Stan menyampaikan bahwa ia mengungkapkan hal ini sebagai bentuk kecintaan terhadap partai Perindo .
"Saya harap DPP segera menanggapi ini dan segera mengevaluasi kinerja DPW NTT Terhadap kegagalan besar pada pileg kemarin," ucapnya.
Stanislaus Stan menyampaikan bahwa partai Perindo ini secara level Kabupaten sudah mendapatkan tempat di hati masyarakat NTT tinggal kita butuh pemimpin (DPW) yang profesional dan open minded dalam pengelolaan partai yang terukur dan konkrit dalam pencapaian.
"Kalau memberi syarat untuk figure dari luar kader partai silahkan saja, tapi kalau syarat yang sama diberlakukan terhadap kader sendiri saya pikir kedepan tidak akan ada orang yang mau mengurus partai Perindo jika kemudian untuk mendapat tiket maju pilkada saja syarat tetap harus bayar kursi sendiri, keringat sendiri harus dibayar. Ini sudah tentu akan berpotensi tingginya apatisme masyarakat untuk menjadi pengurus partai Perindo. Karena pada akhirnya hanya sebuah pengkhianatan yang DPD dapatkan. Padahal yg bekerja membesarkan partai adalah DPD menggunakan kekuatan sendiri di masing-masing kabupaten mulai dari proses verifikasi partai sampai pemilu," sambungnya.
Stanislaus Stan menyampaikan bahwa ia mengungkapkan hal ini sebagai bentuk kecintaan terhadap partai Perindo .
"Saya harap DPP segera menanggapi ini dan segera mengevaluasi kinerja DPW NTT Terhadap kegagalan besar pada pileg kemarin," ucapnya.
Stanislaus Stan menyampaikan bahwa partai Perindo ini secara level Kabupaten sudah mendapatkan tempat di hati masyarakat NTT tinggal kita butuh pemimpin (DPW) yang profesional dan open minded dalam pengelolaan partai yang terukur dan konkrit dalam pencapaian.
"Kita tidak butuh pemimpin yang banyak berteori dan bertestimoni yang cenderung memuji kehebatan diri, tapi mampu menunjukan bukti pencapaian," pungkasnya.
"Seluruh ketua DPD dan DPW Se-NTT tentu masih ingat saat ketua umum berkunjung ke NTT (Kupang) menjelang pemilu ketua umum dengan tegas menyampaikan bahwa akan menyiapkan dana untuk membiayai saksi 1 orang di setiap TPS dengan catatan bahwa saksi tersebut wajib coblos lambang partai Perindo, ini tentu sebuah strategi yang sangat bagus dan cerdas untuk mengejar parlementer Threshold(4%)," tambahnya.
"Seluruh ketua DPD dan DPW Se-NTT tentu masih ingat saat ketua umum berkunjung ke NTT (Kupang) menjelang pemilu ketua umum dengan tegas menyampaikan bahwa akan menyiapkan dana untuk membiayai saksi 1 orang di setiap TPS dengan catatan bahwa saksi tersebut wajib coblos lambang partai Perindo, ini tentu sebuah strategi yang sangat bagus dan cerdas untuk mengejar parlementer Threshold(4%)," tambahnya.
Ia juga mempertanyakan sikap ketua DPW NTT yang saat itu mengatakan kepada ketua umum bahwa DPW Perindo di NTT tidak perlu dibantu oleh ketua umum, kami mampu membiayai dana saksi .
Menurutnya, apa maksudnya dari semua ini? maksud mulia ketua umum ditolak tegas, lalu kemudian DPD diperintahkan merekrut saksi dan dijanjikan akan membayar per saksi Rp 250.000 lalu pada hari H uang saksi tak kunjung datang kami menerjemahkan bahwa ini bukan kesalahan di DPP lagi karena ketua DPW sebelumnya sudah dengan tegas menolak niat baik ketua umum untuk membiayai saksi TPS, sehingga apa yang terjadi di lapangan, kita di DPD dan para caleg yg semula merekrut 1 orang per TPS sebagai saksi dengan harapan dia mencoblos lambang partai.
"Malah hanya merekrut 1 orang tiap TPS yang kemudian akan memaki-maki partai Perindo karna merasa dibohongi ini juga kami beranggapan bahwa penyebab utamanya adalah sikap Ketua DPW yang tegas menolak tawaran bantuan dari ketua umum," jelas Stanislaus Stan.
Diketahui dari pileg tahun 2019 sebelumnya partai Perindo NTT berhasil meraih 6 kursi DPRD. Namun pada pileg 2024 hanya memperoleh kursi. Tingkat kemerosotannya adalah 83%.
"Apakah ini sebuah prestasi atau justru sebuah kegagalan besar? Biarkan publik NTT yang menilai dan DPP yang berkewenangan mengevaluasi," tutup Stanislaus Stan.
*(red)