Foto : Ist. |
Corong Demokrasi,- Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur Menggunggat melakukan demonstrasi di Simpang 3 Pendidikan, Sangatta Utara, Kamis (12/10/2023).
Aksi tersebut sebagai bentuk protes atas sejumlah persoalan daerah yang dinilai belum ditangani oleh pemerintah, mereka secara bergantian berorasi menyampaikan 10 tuntutan yang sepatutnya dipenuhi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.
Namun unjuk rasa itu berlangsung tegang setelah para demonstran tiba di titik aksi berikutnya yakni di Simpang 4 Kawasan Perkantoran Bukit Pelangi. Aparat keamanan menghalangi massa aksi untuk terus bergerak menuju ke Kantor Bupati Kutai Timur. Karena itu, tampak seluruh demonstran memutuskan meninggalkan kendaraan dan melakukan long march sejauh ratusan meter.
Tapi pada pukul 09.50 wita lagi-lagi puluhan aparat kepolisian menghalangi massa dengan menarik, mendorong dan bahkan memiting para demonstran hingga dipaksa dibawa ke Kantor Polres Kutai Timur.
Namun unjuk rasa itu berlangsung tegang setelah para demonstran tiba di titik aksi berikutnya yakni di Simpang 4 Kawasan Perkantoran Bukit Pelangi. Aparat keamanan menghalangi massa aksi untuk terus bergerak menuju ke Kantor Bupati Kutai Timur. Karena itu, tampak seluruh demonstran memutuskan meninggalkan kendaraan dan melakukan long march sejauh ratusan meter.
Tapi pada pukul 09.50 wita lagi-lagi puluhan aparat kepolisian menghalangi massa dengan menarik, mendorong dan bahkan memiting para demonstran hingga dipaksa dibawa ke Kantor Polres Kutai Timur.
Menanggapi hal itu, Jenderal Lapangan Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur Menggunggat, Muhammad Zambohari, menyesalkan tindakan yang dilakukan aparat keamanan.
"Kawan kami tadi sebanyak lima orang tanpa dalih yang jelas dibawa ke Polres Kutai Timur. Padahal kelimanya hanya menggunakan haknya sebagai warga negara yakni menyampaikan aspirasi di muka umum. Untuk menyuarakan banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat ulah pemerintah selama ini," cetusnya.
Ia pun menekankan bahwa sepatutnya aparat negara bukan justru bertindak keras dan represif namun harus mengedepankan nilai-nilai prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan alias presisi.
"Kawan kami tadi sebanyak lima orang tanpa dalih yang jelas dibawa ke Polres Kutai Timur. Padahal kelimanya hanya menggunakan haknya sebagai warga negara yakni menyampaikan aspirasi di muka umum. Untuk menyuarakan banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat ulah pemerintah selama ini," cetusnya.
Ia pun menekankan bahwa sepatutnya aparat negara bukan justru bertindak keras dan represif namun harus mengedepankan nilai-nilai prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan alias presisi.
"Tetapi saat aksi tadi alih-alih menegakkan presisi, teman-teman aparat malah terkesan masih jalan di tempat mengimplementasikan hal itu," ungkapnya di depan Kantor Polres Kutai Timur.
Di tempat yang sama, aktivis Fraksi Rakyat Kutim, Febrian, juga menyayangkan aparat kepolisian yang melancarkan tindakan represif terhadap massa aksi Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur Menggunggat. Ia pun mendesak Kapolri agar menertibkan hingga mencopot aparat maupun para pejabat Polri di Polres Kutai Timur yang terbukti melakukan kekerasan saat itu.
"Termasuk mendorong Kapolri untuk mencopot Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan yang bertanggung jawab atas penembakan di Desa Bengkal," urainya.
Kemudian pihaknya juga menegaskan bahwa unjuk rasa tersebut menjadi tanda awal dari gelombang protes yang jauh lebih besar nantinya. Selain kecewa dengan perlakuan aparat terhadap para demonstran, ia juga menyesali sikap Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang terkesan anti kritik.
Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur Menggunggat yang terdiri dari PMII, GMNI, HMI, FRK, BEM STAIS, STIE dan STIPER melayangkan 10 tuntutan pada unjuk rasa dalam memperingatu HUT Kutai Timur ke-24. Pertama, mendesak pemerintahan ASKB agar segera memenuhi 7 komitmennya; kedua, segera akui Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Kutai Timur; ketiga, mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar menghentikan dan merelokasi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu.
Kemudian keempat, menuntut pemerintah untuk mewujudkan keadilan pendidikan di perguruan tinggi Kabupaten Kutai Timur; kelima, hentikan seluruh proses revisi RTRW Kutim yang tidak melibatkan publik; keenam, pemerintah harus menindak tegas perusahaan pengrusak lingkungan; ketujuh, segera penuhi hak korban banjir Sangatta.
Selanjutnya kedelapan, massa aksi menuntut agar menghentikan serapan APBD di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang terbuang sia-sia bukan untuk kemaslahatan rakyat; lalu kesembilan, mereka meminta agar mengatur ulang tata kelola kebijakan publik yang partisipatif, terbuka dan bertanggung jawab; dan terakhir, menuntut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar segera melakukan reformasi birokrasi untuk efektivitas pelayanan publik.
Di tempat yang sama, aktivis Fraksi Rakyat Kutim, Febrian, juga menyayangkan aparat kepolisian yang melancarkan tindakan represif terhadap massa aksi Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur Menggunggat. Ia pun mendesak Kapolri agar menertibkan hingga mencopot aparat maupun para pejabat Polri di Polres Kutai Timur yang terbukti melakukan kekerasan saat itu.
"Termasuk mendorong Kapolri untuk mencopot Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan yang bertanggung jawab atas penembakan di Desa Bengkal," urainya.
Kemudian pihaknya juga menegaskan bahwa unjuk rasa tersebut menjadi tanda awal dari gelombang protes yang jauh lebih besar nantinya. Selain kecewa dengan perlakuan aparat terhadap para demonstran, ia juga menyesali sikap Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang terkesan anti kritik.
Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur Menggunggat yang terdiri dari PMII, GMNI, HMI, FRK, BEM STAIS, STIE dan STIPER melayangkan 10 tuntutan pada unjuk rasa dalam memperingatu HUT Kutai Timur ke-24. Pertama, mendesak pemerintahan ASKB agar segera memenuhi 7 komitmennya; kedua, segera akui Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Kutai Timur; ketiga, mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar menghentikan dan merelokasi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu.
Kemudian keempat, menuntut pemerintah untuk mewujudkan keadilan pendidikan di perguruan tinggi Kabupaten Kutai Timur; kelima, hentikan seluruh proses revisi RTRW Kutim yang tidak melibatkan publik; keenam, pemerintah harus menindak tegas perusahaan pengrusak lingkungan; ketujuh, segera penuhi hak korban banjir Sangatta.
Selanjutnya kedelapan, massa aksi menuntut agar menghentikan serapan APBD di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang terbuang sia-sia bukan untuk kemaslahatan rakyat; lalu kesembilan, mereka meminta agar mengatur ulang tata kelola kebijakan publik yang partisipatif, terbuka dan bertanggung jawab; dan terakhir, menuntut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar segera melakukan reformasi birokrasi untuk efektivitas pelayanan publik.
*(red)