Foto : Ilustrasi. |
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan hasil audit BPKP telah disampaikan ke Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
"Dari BPKP baru keluar hasilnya. Saya laporkan ke pak menteri," katanya, Jumat (14/7/2023).
Ia menjelaskan BPKP melakukan review lantaran terdapat perbedaan hasil verifikasi utang yang sebelumnya dilakukan PT Sucofindo dengan tagihan utang yang diajukan pelaku usaha.
PT Sucofindo selaku surveyor yang ditunjuk Kemendag sebelumnya menunjukkan utang pemerintah terhadap pelaku usaha minyak goreng sebesar Rp474 miliar. Sedangkan, tagihan yang diajukan 54 pelaku usaha sebesar Rp812 miliar.
Namun, Isy enggan menjelaskan lebih detail terkait hasil audit BPKP itu. Ia mengaku masih menunggu arahan dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Isy hanya mengatakan pemerintah sebelumnya telah melakukan rapat lintas kementerian/lembaga (K/L) terkait utang tersebut lantaran Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) telah menyampaikan keluhan mereka ke berbagai pihak, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Presiden minta kita yang penuhin. Aprindo juga ke DPR, Aprindo juga ke Kemenkopolhukam. Makanya Kemenkopolhukam memanggil pihak-pihak terkait," katanya.
Isy menjelaskan rapat digelar dua kali. Pertama rapat antara K/L, di antaranya Kantor Staf Presiden (KSP), Kemendag, Kejaksaan Agung, BPKP, bersama pelaku usaha minyak goreng. Sedangkan rapat kedua hanya diikuti oleh K/L.
Utang pemerintah kepada pelaku usaha minyak goreng berawal dari program minyak satu harga diluncurkan pemerintah pada awal Januari 2022.
Program itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Dalam aturan itu, pengusaha harus menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu harga minyak tembus Rp17 ribu - Rp19 ribu per liter.
Pelaku usaha menutup selisih HET dan harga keekonomian dari Dana Pembiayaan Minyak Goreng Kemasan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun, dana itu tak kunjung diberikan.
"Dari BPKP baru keluar hasilnya. Saya laporkan ke pak menteri," katanya, Jumat (14/7/2023).
Ia menjelaskan BPKP melakukan review lantaran terdapat perbedaan hasil verifikasi utang yang sebelumnya dilakukan PT Sucofindo dengan tagihan utang yang diajukan pelaku usaha.
PT Sucofindo selaku surveyor yang ditunjuk Kemendag sebelumnya menunjukkan utang pemerintah terhadap pelaku usaha minyak goreng sebesar Rp474 miliar. Sedangkan, tagihan yang diajukan 54 pelaku usaha sebesar Rp812 miliar.
Namun, Isy enggan menjelaskan lebih detail terkait hasil audit BPKP itu. Ia mengaku masih menunggu arahan dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Isy hanya mengatakan pemerintah sebelumnya telah melakukan rapat lintas kementerian/lembaga (K/L) terkait utang tersebut lantaran Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) telah menyampaikan keluhan mereka ke berbagai pihak, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Presiden minta kita yang penuhin. Aprindo juga ke DPR, Aprindo juga ke Kemenkopolhukam. Makanya Kemenkopolhukam memanggil pihak-pihak terkait," katanya.
Isy menjelaskan rapat digelar dua kali. Pertama rapat antara K/L, di antaranya Kantor Staf Presiden (KSP), Kemendag, Kejaksaan Agung, BPKP, bersama pelaku usaha minyak goreng. Sedangkan rapat kedua hanya diikuti oleh K/L.
Utang pemerintah kepada pelaku usaha minyak goreng berawal dari program minyak satu harga diluncurkan pemerintah pada awal Januari 2022.
Program itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Dalam aturan itu, pengusaha harus menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu harga minyak tembus Rp17 ribu - Rp19 ribu per liter.
Pelaku usaha menutup selisih HET dan harga keekonomian dari Dana Pembiayaan Minyak Goreng Kemasan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun, dana itu tak kunjung diberikan.
*(red)