Foto : Ist. |
Kepala Subdit III Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel Kompol Fadli mengatakan, penetapan tersangka belum dilakukan karena pihaknya sementara menunggu terlebih dahulu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta.
Menanggapi hal itu, Tri, salah satunya dari Aliansi Mahasiswa Sul-Sel (AMS) yang diketahui sejak awal memantau penanganan kasus tersebut.
Menurutnya, penanganan kasus dugaan mark up paket sembako covid-19 oleh Polda Sulawesi Selatan belum menemui titik terang.
"Bayangkan sudah 2 tahun lebih ditangani dan belum ada kepastian tersangka sampai detik ini. Kami tak yakin audit sampai saat ini belum kelar. Seperti ada kekuatan besar yang mengintervensi agar kasus ini mangkrak di tahap penyidikan dan menggantung penetapan tersangkanya," ujar Tri kepada Corong Demokrasi, Jumat (9/6/2023).
Kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar, kata Tri, peristiwa melawan hukumnya cukup terang dan tentunya telah didukung dengan alat bukti permulaan yang cukup. Sehingga, penyidik pun berkeyakinan meningkatkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan.
"Jadi sangat tidak logis ketika sampai detik ini belum ada penetapan tersangka," tutur Tri.
Tri mengungkapkan, dalam kegiatan penyaluran bantuan sembako Covid-19 di Kota Makassar tahun 2020 tersebut, ditemukan banyak kejanggalan, salah satunya adanya aduan dari masyarakat mengenai polemik pembagian sembako di Makassar yang tidak merata. Selain nilai paketan sembako yang dibagikan kepada masyarakat saat itu menyalahi aturan di mana seharusnya tiap paketan berisi sembako yang totalnya berjumlah Rp600 ribu, namun kenyataannya yang ditemukan paketan hanya bernilai Rp100 ribuan, jelas hal tersebut sudah melanggar aturan.
Selain itu, juga masih banyak warga Kota Makassar yang jelas-jelas terdampak dari penyebaran virus Covid-19, tapi sama sekali tidak mendapatkan apa-apa, jelas hal tersebut bertentangan dengan Pasal 5 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
"Padahal sumber anggaran bantuan untuk itu banyak sumbernya. Selain bersumber dari dana refocusing sejumlah dinas atau SKPD di Kota Makassar, ada dari swasta, APBD hingga bantuan APBN. Tapi yang terjadi saat itu justru masyarakat banyak yang tidak dapat," terang Tri.
Ia berharap penanganan kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar yang belum memberikan kepastian akan penetapan tersangka tersebut, segera mendapat atensi besar baik oleh jajaran Polri tertinggi hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kalau kasus ini tak diseriusi, maka akan berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum yang jelas. Bahkan boleh dikatakan dengan berlarut-larutnya penanganan kasus ini bisa berpotensi merugikan keuangan negara. Pembebanan uang negara dalam penanganan sebuah kasus itu gak main-main besarnya, maka itu perlu keseriusan jangan sampai tindakan tak profesional " ungkap Tri.
"Bayangkan sudah 2 tahun lebih ditangani dan belum ada kepastian tersangka sampai detik ini. Kami tak yakin audit sampai saat ini belum kelar. Seperti ada kekuatan besar yang mengintervensi agar kasus ini mangkrak di tahap penyidikan dan menggantung penetapan tersangkanya," ujar Tri kepada Corong Demokrasi, Jumat (9/6/2023).
Kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar, kata Tri, peristiwa melawan hukumnya cukup terang dan tentunya telah didukung dengan alat bukti permulaan yang cukup. Sehingga, penyidik pun berkeyakinan meningkatkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan.
"Jadi sangat tidak logis ketika sampai detik ini belum ada penetapan tersangka," tutur Tri.
Tri mengungkapkan, dalam kegiatan penyaluran bantuan sembako Covid-19 di Kota Makassar tahun 2020 tersebut, ditemukan banyak kejanggalan, salah satunya adanya aduan dari masyarakat mengenai polemik pembagian sembako di Makassar yang tidak merata. Selain nilai paketan sembako yang dibagikan kepada masyarakat saat itu menyalahi aturan di mana seharusnya tiap paketan berisi sembako yang totalnya berjumlah Rp600 ribu, namun kenyataannya yang ditemukan paketan hanya bernilai Rp100 ribuan, jelas hal tersebut sudah melanggar aturan.
Selain itu, juga masih banyak warga Kota Makassar yang jelas-jelas terdampak dari penyebaran virus Covid-19, tapi sama sekali tidak mendapatkan apa-apa, jelas hal tersebut bertentangan dengan Pasal 5 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
"Padahal sumber anggaran bantuan untuk itu banyak sumbernya. Selain bersumber dari dana refocusing sejumlah dinas atau SKPD di Kota Makassar, ada dari swasta, APBD hingga bantuan APBN. Tapi yang terjadi saat itu justru masyarakat banyak yang tidak dapat," terang Tri.
Ia berharap penanganan kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar yang belum memberikan kepastian akan penetapan tersangka tersebut, segera mendapat atensi besar baik oleh jajaran Polri tertinggi hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kalau kasus ini tak diseriusi, maka akan berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum yang jelas. Bahkan boleh dikatakan dengan berlarut-larutnya penanganan kasus ini bisa berpotensi merugikan keuangan negara. Pembebanan uang negara dalam penanganan sebuah kasus itu gak main-main besarnya, maka itu perlu keseriusan jangan sampai tindakan tak profesional " ungkap Tri.
*(red)