Foto: Gerakan Revolusi Demokratik di Kejati Papua Barat |
Yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD Kabupaten Raja Ampat sebesar Rp. 7.062.287.00. (Tujuh milyar enam puluh dua juta dua ratus depan puluh tujuh ribu rupiah).
Johan Sauyai selalu ketua umum Gerakan Revolusi Demokratik KK Raja Ampat kembali mempertanyakan kejalasan kasus tersebut yang diduga hingga saat ini belum ada kejelasan kepada masyarakat.
"Perkara dugaan korupsi tersebut bisa menjadi salah satu kasus gelap di provinsi Papua Barat, pasalnya seorang tersangka berinisial MNU telah dua kali ditetapkan tersangka, dan dua kali menang prapradilan. Pertama kali ia ditetapkan tersangka oleh Kejati Papua pada tahun 2019 lalu."ungkap Johan Sauyai kepada Corong Demokrasi pada Selasa (4/10/2022).
"Diera transparansi ini dalam prisip UU No 14 tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka proses lanjut kasus ini, hendaknya Kajati Papua Barat dapat menjelaskan ke publik di mana "nasib" berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan septik tanc individual di DPUD Kabupaten Raja Ampat tersebut."tegas ketua GRD KK Raja Ampat.
"Karena telah kita ketahui bersama bahwa dampak buruk dari korupsi itu mengakibatkan kemiskinan masyarakat pada suatu negara maka korupsi menjadi musuh negara. Terkait dengan itu, saya minta kepala perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Papua Barat dan KPK agar ikut memantau dan menyelidiki aspek proses hukum perkara dugaan tindak pidana korupsi ini agar tidak terkesan gelap ditangan Kejati Papua Barat," Lanjut Johan.
Untuk diketahui pada awal 2021 lalu, Kejati Papua Barat menetapkan tersangka MNU, bahkan disampaikan dengan nilai kerugian negara dalam perkara tersebut berkisar diangka Rp. 4 milyar, tetapi statusnya sebagai tersangka dinyatakan bebas setelah MNU melalui penasehat hukumnya menang gugatan prapradilan di Pengadilan Negeri Sorong.
*(Ary)