Foto : Ist |
Corong Demokrasi,- Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan solusi permanen atas kisruh kelangkaan batu bara untuk keperluan domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) yang akan digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di dalam negeri.
Dalam siaran tertulisnya, Menteri BUMN Erick Thohir meyatakan bahwa Kementerian ESDM tengah menyusun ketentuan perubahan kewajiban pasokan batu bara DMO yang bisa di-review per bulan. Yang mana, jika perusahaan batu bara dalam hal ini Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (IUPK) tidak menepati janji sesuai kontrak akan dikenakan penalti hingga pencabutan izin usahanya.
"Dalam rapat bersama juga disepakati bahwa Menteri ESDM akan mengeluarkan perubahan DMO yang bisa direview perbulan dan yang tidak menepati sesuai kontrak akan di penalti tinggi bahkan di cabut ijin nya," terang Erick Thohir dalam siaran persnya, Selasa (4/1/2022).
Seperti diketahui, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung, dan BPKP telah melakukan rapat bersama. Yang intinya menetapkan batu bara sebagai prioritas untuk kebutuhan listrik dalam negeri sebelum melakukan kegiatan ekspor.
Sejatinya, saat ini kewajiban pasokan batu bara DMO tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 139.K/HK.02/MEM.B/2021. Beleid ini mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memasok 25% persen dari total produksi batu baranya untuk kebutuhan dalam negeri.
Untuk memastikan kebutuhan pasokan batu bara pun, Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Menteri BUMN Erick Thohir, pada Selasa (4/1/2022) melakukan sidak ke Kantor Pusat PT PLN (Persero).
Dalam Sidaknya, Menteri ESDM Arifin Tasrif membeberkan penyebab tak terpenuhinya pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik PLN. Dia mengatakan, salah satu penyebab terjadinya krisis batu bara ini yaitu karena tingginya harga batu bara di pasar internasional, sehingga para perusahaan batu bara cenderung memilih ekspor dan mengabaikan kewajiban pasok untuk dalam negeri.
Seperti diketahui, harga batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri dibatasi maksimal US$ 70 per ton. Sementara harga batu bara di pasar internasional hingga saat ini masih di atas US$ 150 per ton.
"Nah kenapa ini bisa terjadi? Yaitu memang ada seretnya pasokan di akhir tahun, kenapa, salah satu penyebabnya mungkin harga batu bara internasional," kata Arifin, Selasa (04/01/2022).
Namun, Arifin menyebutkan, bahwa pengusaha pertambangan batu bara berkomitmen untuk menyuplai kebutuhan batu bara sebanyak 6,3 - 6,3 juta ton. Dengan begitu, pihaknya akan memastikan bahwa itu kargo pengiriman batu bara bisa terangkut dan tersalurkan sesuai dengan kebutuhan dan waktu yang diperkukan.
"Sehingga bisa mengatasi potensi terjadinya power failure, listrik mati, itu kita tidak mau. bayangin perhitungannya kalau batu bara tidak ada bisa yang terancam ini 10 ribu MW, ini kerugiannya industri sama masyarakat bagaimana. Kita tidak mau," ungkap Arifin.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI), Pandu Sjahrir berharap, pemerintah memang fokus upaya penyelesaian permasalahan struktural pasokan batu bara secara permanen. Pihaknya mengusulkan, dalam jangka pendek, perlu diambil tindakan tegas kepada pemasok yang wanprestasi, termasuk kepada anak perusahaannya.
"Perlu mekanisme pemantauan (monitoring) pemenuhan DMO secara berkala (setiap triwulan)," ungkap Pandu.
Adapun ia mengusulkan, besaran persentase DMO perlu disesuaikan dengan kebutuhan domestik yang riil dan akurat. Serta, DMO untuk perusahaan yang melebihi kewajibannya dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang masih kurang belum memenuhi kewajibannya (secara cluster/group) tanpa ada biaya transfer.
"Harga batu bara sebaiknya mengikuti harga pasar untuk menghindari disparitas," tandas Pandu.
(*)