Foto : Wakil ketua KPK, Nurul Ghufron. (Ilustrasi). |
Corong Demokrasi,- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron menegaskan lembaganya mempunyai wewenang untuk memproses hukum polisi, jaksa, dan hakim jika melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Ghufron sekaligus merespons pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan, Arteria Dahlan yang menyebut polisi, jaksa, dan hakim tidak seharusnya menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan korupsi.
"Faktanya KPK dalam Pasal 11 [UU KPK] dinyatakan bahwa wewenang KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan itu untuk aparat penegak hukum dan penyelenggara negara," ujar Ghufron di Kantornya, Jakarta, Jumat (19/11).
Ghufron berujar pernyataan Arteria bertentangan dengan UU KPK. Terlebih, ia menjelaskan upaya paksa tangkap tangan sudah diatur dalam KUHAP, tepatnya Pasal 1 angka 19.
"OTT bagian dari upaya paksa yang diberikan wewenang oleh KUHAP dan KPK didirikan salah satunya untuk menegakkan tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan penyelenggara negara," ucap dia.
Sebelumnya, Arteria mengatakan bahwa polisi, jaksa, dan hakim yang bertugas di Indonesia tidak seharusnya menjadi objek OTT kasus dugaan korupsi. Ia menilai aparat penegak hukum tersebut adalah simbol negara.
Itu disampaikan Arteria dalam diskusi daring bertajuk 'Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?' pada Kamis (18/11).
Dalam aturan yang berlaku saat ini, tak ada satu pun jabatan tertentu menjadi simbol negara, sekali pun Presiden.
Setelah mengeluarkan pernyataan seputar OTT penegak hukum, Arteria mendapat banjir kritikan. Kebanyakan dari mantan pegawai KPK.
*(don)