Foto : Izedrik Emir Moeis. |
Corong Demokrasi,- Mantan terpidana kasus korupsi, Izedrik Emir Moeis belum melaporkan harta kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak ditunjuk menjadi komisaris BUMN PT Pupuk Iskandar Muda pada Februari 2021.
Berdasarkan catatan KPK, Emir terakhir kali melaporkan harta kekayaan pada 26 Januari 2010 saat menjabat anggota DPR RI periode 2009-2014. KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk segera menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
"Setelah diangkat dalam jabatan publik, maka terikat kewajiban untuk menyampaikan kembali LHKPN-nya kepada KPK. Hal ini juga diperkuat dalam aturan internal PT Pupuk Indonesia (Persero) yang mewajibkan para pejabat di lingkungannya beserta anak perusahaannya untuk melaporkan harta kekayaan," ujar Plt Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, Jumat (6/8/2021).
Ipi juga merespons penunjukan Emir sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda. Bagi KPK, tutur dia, seharusnya jabatan publik diisi oleh figur-figur yang antikorupsi dan memiliki rekam jejak baik.
"Sehingga, selain aspek kompetensi, integritas merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki setiap pejabat publik. Tidak hanya persoalan etis dan kepantasan, tapi saya kira juga sejalan dengan semangat bangsa ini untuk memerangi korupsi," ucap Ipi.
Penunjukan Emir Moeis diketahui dari informasi yang terpampang di website Pupuk Iskandar Muda, pim.co.id. Dalam website itu, Emir Moeis duduk menjadi komisaris perusahaan terhitung sejak 18 Februari 2021.
Emir Moeis merupakan politikus PDIP. Ia pernah menjadi anggota DPR pada 2009-2014. Ia pernah dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun dan denda Rp150 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2014 karena terbukti melakukan korupsi.
Ia dinilai terbukti menerima suap sebesar US$423 ribu dari Alstom Power Incorporated (Amerika Serikat) supaya konsorsium Alstom Inc., Marubeni Corporation (Jepang), dan PT Alstom Energy System (Indonesia) bisa memenangkan proyek pembangunan 6 bagian Pembangkit Listrik Tenaga Uap 1.000 megawatt di Tarahan, Lampung pada 2004 lalu.
Penunjukan mantan terpidana korupsi menjadi komisaris BUMN ini lantas menuai kritik. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai hal tersebut menunjukkan kemunduran BUMN dan nantinya akan membuat BUMN tidak bekerja dengan baik dan merugi.
*(don)