Foto : Ist. |
Corong Demokrasi,- Politeknik Keuangan Negara (PKN) Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) digugat oleh 19 dari 69 mahasiswanya yang dikenakan drop out (DO) selama masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19 pada 17 Maret lalu.
Salah satu perwakilan mahasiswa yang menggugat, Bernika Putri Ayu Situmorang menilai pemecatan terhadap dirinya dan 68 mahasiswa lain sebagai bentuk ketidakadilan.
Putri menilai PJJ selama pandemi membuat dirinya kesulitan mengikuti perkuliahan. Karenanya, menurut dia, STAN mestinya memberi kebijakan khusus.
"Kami merasa bahwa proses PJJ mempersulit pembelajaran, dan kami memohon agar STAN bisa memberikan kebijakan khusus kepada mahasiswa selama penerapan PJJ," ujar Putri dalam keterangannya, Selasa (15/6/2021).
Gugatan tersebut dilayangkan belasan mahasiswa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, dan teregister pada 14 Juni lalu, dengan nomor perkara 37/G/2021/PTUN.SRG.
Selain itu, menurut Putri, STAN telah mengabaikan instruksi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) agar perguruan tinggi tak memecat mahasiswa selama pandemi.
Putri mengutip pernyataan Nadiem yang disampaikan dalam Webinar Pentahelix UNESA Oktober 2020 lalu.
"Yang penting enggak boleh ada yang drop-out, mahasiswa semuanya harus terus sekolah, harus terus bisa mendapatkan pendidikannya dan tidak boleh ada yang sampai drop-out. itu yang jadi salah satu hal yang kita jaga bersama," kata Nadiem kala itu.
"Kami berharap STAN mengindahkan pernyataan Bapak Menteri Pendidikan," ujar Putri.
Lebih lanjut, ia mengaku kesulitan memenuhi standar nilai yang ditetapkan karana proses perkuliahan terhambat akibat kebijakan PJJ selama pandemi. Menurut Putri, kampusnya memang memberi standar tinggi bagi mahasiswanya untuk lulus perkuliahan.
Mahasiswa yang tidak mendapat Indeks Prestasi di atas 2,75 atau memperoleh nilai D pada mata kuliah tertentu, secara otomatis akan masuk daftar DO tanpa diberi kesempatan untuk perbaikan. Bahkan, setiap mahasiswa yang di-DO harus membayar ganti rugi yang jumlahnya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Putri mengaku tak keberatan jika syarat tersebut masih diberlakukan dalam masa pembelajaran normal. Masalahnya, kata dia, PJJ membuat ia dan teman-temannya kesulitan mengikuti proses perkuliahan.
"Tapi masalahnya, PJJ ini memang sangat menyulitkan: bukan hanya untuk bisa mengerti dan memahami apa yang diajarkan oleh dosen tapi juga berbagai kesulitan lain, misalnya mendapatkan sinyal internet yang cukup," kata Putri.
"Kami berjuang bersama teman-teman mahasiswa sebab bagi kami ini bukan masalah DO belaka melainkan bagaimana dunia pendidikan tidak cukup peka terhadap kondisi peserta didik," kata Tim Kuasa Hukum penggugat, Damian Agata.
Sementara itu, Direktur STAN, Rahmadi Murwanto enggan banyak berkomentar terkait gugatan yang dilayangkan sejumlah mahasiswanya. Ia mengaku masih mempelajari gugatan tersebut, sebab di sisi lain ia juga belum lama diangkat sebagai direktur.
Selain itu, kata Rahmadi, kasus tersebut saat ini juga berada dalam penanganan Tim Hukum Kementerian Keuangan.
"Saya sedang mempelajari karena saya baru diangkat kembali sebagai direktur. Kebetulan urusan ini ditangani langsung oleh tim Hukum Kemenkeu, jadi saya belum bisa bicara banyak," kata Rahmadi seperti dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (15/6/2021).
*(don)