Foto : Ist. |
Corong Demokrasi,- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat kepada DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), termasuk rencana perubahan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
"Bapak Presiden sudah kirim surat kepada DPR untuk bahas ini dan diharapkan bisa segera dilakukan pembahasan," ungkap Airlangga dalam acara Halal bi Halal virtual pada Rabu (19/5/2021).
Diketahui, RUU tentang KUP tersebut sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2021. Selain rencana perubahan tarif PPN, pemerintah juga mengatur sejumlah perubahan tarif pajak di dalamnya.
Meliputi, perubahan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, pengurangan tarif PPh badan, tarif PPN barang jasa, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Selain itu, pemerintah juga akan menetapkan pajak karbon atau carbon tax dan pengampunan pajak (tax amnesty). Namun, ia tidak merinci apa saja perubahan yang dimaksud tersebut.
"Jadi ada beberapa hal yang akan dibahas dan tentu hasilnya kami tunggu pembahasan dengan DPR," ucap Airlangga.
Sebelumnya, wacana kenaikan tarif PPN sudah dikonfirmasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, termasuk skema pengenaan PPN kepada masyarakat.
Kepala Subdit (Kasubdit) Humas Direktorat P2P DJP Ani Natalia menuturkan skema pertama adalah tarif tunggal (single tarif). Artinya, hanya ada satu tarif yang berlaku untuk pungutan PPN. Saat ini, sistem PPN masih menganut skema single tarif, yakni sebesar 10 persen.
Ani menuturkan pemerintah masih memiliki ruang kenaikan PPN hingga 15 persen seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
"Dalam UU Nomor 46/2009 tentang PPN, sebenarnya pemerintah sudah diberi wewenang untuk menaikkan tarif PPN sampai dengan 15 persen, namun belum pernah dilakukan," terangnya seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Selain skema single tarif, DJP juga mengkaji PPN multi tarif. Ani menjelaskan lewat skema multi tarif, maka terdapat perbedaan besaran tarif PPN.
Barang-barang dan jasa yang diperlukan orang banyak dan sifatnya kebutuhan, biasanya dikenai tarif PPN yang lebih rendah dibanding dengan barang dan jasa yang sifatnya bukan kebutuhan pokok. Meski belum berlaku di Indonesia, katanya, banyak negara di dunia yang telah menganut sistem PPN multi tarif.
"Terkait PPN multi tarif, juga masih dalam kajian, dan tentunya perubahan tarif dari single tarif ke multitarif harus melalui perubahan UU tentang PPN," jelasnya.
Ia menjelaskan munculnya wacana kenaikan tarif PPN bertujuan untuk memperkecil defisit APBN akibat pandemi covid-19. Diketahui, pengeluaran negara meningkat tajam untuk menangani pandemi, sebaliknya penerimaan pajak mengalami penurunan lantaran ekonomi lesu.
*(don)