Foto : Ist |
Corong Demokrasi,- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam aksi aparat keamanan di Myanmar yang menggunakan aksi-aksi kekerasan kepada para pendemo anti kudeta di negeri seribu pagoda itu.
Dilansir Deutsche Welle, Minggu (21/2/2021), Guterres berkomentar setelah aparat keamanan di Myanmar menembakkan peluru tajam, gas air mata dan peluru karet ke pengunjuk rasa anti-kudeta di kota terbesar kedua negara itu, Mandalay, kemarin.
"Penggunaan kekuatan mematikan, intimidasi dan pelecehan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima. Setiap orang memiliki hak untuk berkumpul secara damai," katanya dalam akun Twitternya.
"Saya menyerukan kepada semua pihak untuk menghormati hasil pemilu dan kembali ke pemerintahan sipil," tambah Guterres.
Demonstrasi di Myanmar makin memanas setelah salah satu demonstran wanita yang minggu lalu tertembak peluru aparat di negara itu meninggal dunia. Selama seminggu, dia mengalami massa kritis karena peluru yang mengenai kepalanya.
Pada Sabtu (20/2/2021), lebih dari 1.000 orang bergabung dalam protes di Mandalay. Terlihat ada beberapa pusat konsentrasi massa di kota itu seperti di sebuah galangan kapal, di mana dilaporkan 30 pendemo terluka akibat tembakan peluru aparat.
Mereka berbaris untuk memperingati seorang wanita berusia 20 tahun yang meninggal setelah ditembak oleh polisi pada demonstrasi pada 9 Februari lalu di ibu kota Myanmar, Naypyidaw.
Tak hanya di Mandalay, tapi juga di kota terbesar Myanmar, Yangon, pendemo terlihat membawa bunga dan spanduk dengan foto Mya Thwet Thwet Khin. Sang pendemo wanita dipastikan meninggal pada hari Jumat (19/2/2021) setelah menghabiskan seminggu di rumah sakit.
Kudeta terjadi di Myanmar pada 1 Februari lalu. Kudeta ini diawali oleh penahanan pemimpin de facto Myanmar Suu Kyi bersama Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya oleh kelompok militer.
Penahanan yang berujung kudeta itu dilakukan setelah berhari-hari ketegangan meningkat antara pemerintah sipil dan junta militer. Partai NLD besutan Aung San Suu Kyi meraih kemenangan gemilang dalam pemilu 8 November lalu.
Namun, kelompok militer, yang merupakan rival NLD menilai terjadi kecurangan pemilih yang meluas meski sudah dibantah oleh komisi pemilihan. Hal itu telah menyebabkan konfrontasi langsung antara pemerintah sipil dan militer.
Pemimpin tertinggi Tatmadaw Jenderal Senior Min Aung Hlaing bersikeras kudeta militer adalah langkah yang dibenarkan. Ia masih berdalih pemilu yang dilakukan November itu curang sehingga harus diadakan kembali. Dalam melaksanakan pemilu ulang, pihak militer menetapkan status darurat nasional selama setahun ke depan.
*(don)