Foto : Ilustrasi Gardu Induk |
Corong Demokrasi,- Stok batu bara menjadi kunci atas ketersediaan listrik di Indonesia, karena sebagian besar listrik di negara ini disuplai dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menjelaskan beban puncak di sistem Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) mencapai 25 giga watt (GW).
Dari beban puncak di sistem Jamali ini, PLTU batu bara berkontribusi sebesar 65%. Artinya, sekitar 16 GW dari beban puncak listrik ditopang dari PLTU batu bara.
"Itu lah mengapa pentingnya batu bara dan rantai pasok ketersediaan dari hulu di sumber tambang sampai ke PLTU untuk dikonversi menjadi listrik," kata Rida dalam konferensi pers daring terkait 'Rantai Pasok Energi Primer Pembangkit Listrik', Rabu (27/01/2021).
Tahun ini pemerintah memproyeksikan produksi batu bara mencapai 550 juta ton, dan penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) sebesar 25% dari produksi setiap produsen batu bara. Artinya, DMO batu bara tahun ini ditargetkan sekitar 137,5 juta ton.
Kebutuhan batu bara untuk pembangkit dalam satu tahun menurut Rida sekitar 115 juta ton. Dengan proyeksi DMO 137 juta ton, maka menurutnya dari sisi volume, produksi batu bara dari dalam negeri sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tahun ini.
Akan tetapi, banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) di mana area tersebut terdapat banyak tambang batu bara dan juga adanya cuaca ekstrem lainnya membuat pasokan batu bara menjadi terkendala. Bila pasokan batu bara terkendala, sementara listrik di dalam negeri mayoritas diproduksi dari PLTU batu bara, maka tentunya ini akan berdampak pada suplai listrik.
"Lokasi tambang banjir, untuk ngeruk (menambang) di lokasi banjir nggak mungkin kerja dong, artinya produksi (batu bara) turun," ujarnya.
Di saat cuaca normal dan tidak terjadi bencana, menurutnya waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut batu bara sekitar empat hari. Namun, setelah terjadi bencana banjir dan cuaca ekstrem lainnya, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut batu bara menjadi lebih lama yakni mencapai lebih dari tujuh hari.
"Lebih dari seminggu (masa angkutnya). Ini buat stok di masing-masing PLTU setiap hari tergerus. Lambat laun stok berkurang, biasanya 15 hari, kemudian perlambatan ini, krisis stok," jelasnya.
Meski stok makin menipis, namun menurutnya pemerintah akan berupaya menjamin tidak ada pemadaman listrik. Pemerintah menurutnya akan menjamin listrik tersedia. Menurutnya, kejadian semacam ini sudah diupayakan untuk dimitigasi.
"Saya ke PLN sudah ingatkan per Oktober lalu agar amankan supply chain (rantai pasok), antisipasi cuaca seekstrem ini. Kita upayakan suplai, pastikan listrik tidak terganggu," tuturnya.
*(red)