Foto : Ist |
Jakarta, Corong Demokrasi,- Amerika Serikat (AS) baru-baru ini melipatgandakan kewenangan undang-undang (UU) mengenai penangkapan ikan ilegal yang tidak diatur dan tidak dilaporkan.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat Robert O'Brien mengatakan bahwa UU ini akan menerjunkan penjaga pantai AS ke wilayah Indo-Pasifik untuk mengawasi penangkapan ikan ilegal oleh China.
Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), Wakil Asisten Sekretaris untuk Kebijakan Regional dan Keamanan Asia Timur dan Pasifik David Feith, mengatakan bahwa untuk mengimplementasikan UU ini Washington akan memperluas jumlah perjanjian "pengirim" yang dimiliki Penjaga Pantai AS dengan negara-negara Asia-Pasifik.
"Ini untuk membantu melawan 'perilaku agresif' China di laut lepas dan perairan berdaulat negara lain," tulis media itu mengutip pernyataan AS, Jumat (20/11/2020).
Dalam perjanjian "pengirim" yang dikodefikasi dalam UU maritim terbaru in, otoritas satu negara diizinkan untuk menaiki kapal penegak hukum atau pesawat negara lain saat mereka berpatroli. Di mana otoritas negara dapat mengizinkan negara lain untuk mengambil tindakan penegakan hukum atas nama mereka.
Namun menurut para analis, sikap AS ini sedikit tidak diinginkan oleh negara peng-klaim Laut China Selatan (LCS). Direktur Institut Urusan Maritim dan Hukum Laut Universitas Filipina Jay L. Batongbacal mengatakan Manila di bawah Presiden Rodrigo Dutertetidak akan menyambut penegakan bersama.
"Tapi (Filipina) mungkin akan puas dengan berbagi informasi tentang kegiatan di laut, dan setidaknya dua sampai tiga tahun terakhir ini pemerintah, terutama biro perikanan, benar-benar memanfaatkan informasi yang tersedia dari AS tentang kegiatan penangkapan ikan di luar negeri di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina (ZEE)," ujarnya dikutip Jumat (20/11/2020).
Selama ini China, yang memiliki armada penangkapan ikan jauh terbesar di dunia, adalah pelaku utama penangkapan ikan ilegal. Kapal-kapalnya paling aktif mondar mandir di LCS.
China mengklaim 80% wilayah ini dengan konsep 'sembilan garis putus-putus'. Ini membuat ketegangan terjadi dengan banyak negara Asia dan mendorong AS masuk dengan dalih kebebasan navigasi.
Menurut data dari Environmental Justice Foundation, China memiliki hampir 17.000 kapal penangkap ikan jarak jauh. Setidaknya 183 kapal di armada ini diduga terlibat dalam penangkapan ikan ilegal.
Serangan terbaru AS ini memang sudah diperkirakan sebelumnya. Bloomberg dan Axios sebagaimana ditulis Business Insider menulis Presiden Donald John Trump memang berencana unjuk kekuatan dengan China sebelum melepaskan jabatannya sebagai orang nomor satu, Januari 2021.
Menurut laporan tersebut, Trump kemungkinan akan menyerang China dengan sanksi tambahan terhadap pejabat partai dan institusi yang terlibat dalam tindakan keras China di Hong Kong. Dan, mereka yang terlibat dalam penganiayaan Muslim Uighur di Xinjiang.
Trump juga akan memerangi penangkapan ikan ilegal dan memberikan arahan untuk melindungi perusahaan teknologi AS dari eksploitasi China. Pada pekan ini editorial media pemerintah China, Global Times mengatakan laporan itu mengisyaratkan bahwa Trump kemungkinan akan melepaskan "kegilaan terakhir" terhadap Beijing.
*(red)