Foto : Ist |
Jakarta, Corong Demokrasi,- Upaya menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kian menemukan titik terang. Pemerintah akan menyuntik dana sebesar Rp 22 triliun kepada IFG Life, perusahaan baru yang akan dibentuk dan mendapatkan pengalihan polis nasabah Jiwasraya.
Manajemen baru Asuransi Jiwasraya meyakini program penyelamatan polis yang diinisasi pemerintah akan menyelamatkan pemegang polis Jiwasraya, khususnya para pemegang polis yang mengikuti program pensiun.
Pasalnya, sampai dengan 31 Agustus 2020 kemarin jumlah pemegang polis Jiwasraya mencapai 2,63 juta orang, di mana lebih dari 90% nasabah adalah pemegang polis program pensiunan dan masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Peserta program pensiunan Jiwasraya itu ada yang Yayasan Guru dengan jumlah peserta 9.000 orang. Jika tidak ada program penyelamatan polis maka mereka akan sangat terdampak," kata Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, dalam jumpa pers secara daring,(4/10/2020).
"Hal ini juga akan dihadapi oleh kurang lebih 2,63 juta pemegang polis kumpulan dan perorangan lainnya yang memiliki polis di Jiwasraya."
Dalam program penyelamatan polis, pemerintah selaku pemegang saham akan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau Bahana senilai Rp 22 triliun.
Rinciannya, Rp 12 triliun pada tahun 2021 dan Rp 10 triliun di tahun 2022. Pendirian IFG Life nantinya akan berada di bawah Bahana sebagai Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan.
Lebih lanjut, Hexana melanjutkan, dari dana tersebut, perseroan akan menyelesaikan kewajibannya terhadap seluruh pemegang polis dengan cara dicicil jangka panjang.
"Apabila menghendaki lebih cepat tentu ada penyesuaian nilai tunai. Mungkin selama ini orang menyebutnya haircut, tapi secara hukum kita selesaikan jangka panjang agar cukup dananya, tidak mungkin kita selesaikan secara cash," kata Hexana.
Seperti diketahui, potensi kerugian negara akibat kerugian dan kelalaian investasi di Asuransi Jiwasaraya (Persero) mencapai Rp 16,8 triliun menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Nilai ini terdiri dari kerugian investasi yang ditempatkan di saham sebesar Rp 4,65 triliun dan reksa dana Rp 12,16 triliun.
Kasus ini mulai terendus saat Jiwasraya mengumumkan gagal bayar atas produk JS Saving Plan pada Oktober 2018 lalu.
Dari sisi kasus hukum, proses terus berjalan di mana sudah ada enam terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Selain enam terdakwa yang sudah mendapatkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, Kejaksaan Agung juga sudah menetapkan tersangka baru yakni 13 perusahaan manajer investasi dan 1 pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebelumnya Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menolak keras rencana pemerintah menyuntikkan uang negara bagi penyelamatan Jiwasraya pada 2021 melalui PMN kepada Bahana.
"Skandal Jiwasraya ini jelas 'perampokan', atau skandal korupsi secara terstruktur dan sistematis. Jadi tidak selayaknya untuk di-bailout menggunakan uang negara, uang rakyat," katanya, Kamis (17/9/2020).
Anggota DPR dari Fraksi PKS ini menegaskan, yang seharusnya dilakukan adalah upaya memburu aset-aset yang 'dirampok' dan dikorupsi, serta dikembalikan untuk membayar klaim nasabah.
Dalam program penyelamatan polis, pemerintah selaku pemegang saham akan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau Bahana senilai Rp 22 triliun.
Rinciannya, Rp 12 triliun pada tahun 2021 dan Rp 10 triliun di tahun 2022. Pendirian IFG Life nantinya akan berada di bawah Bahana sebagai Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan.
Lebih lanjut, Hexana melanjutkan, dari dana tersebut, perseroan akan menyelesaikan kewajibannya terhadap seluruh pemegang polis dengan cara dicicil jangka panjang.
"Apabila menghendaki lebih cepat tentu ada penyesuaian nilai tunai. Mungkin selama ini orang menyebutnya haircut, tapi secara hukum kita selesaikan jangka panjang agar cukup dananya, tidak mungkin kita selesaikan secara cash," kata Hexana.
Seperti diketahui, potensi kerugian negara akibat kerugian dan kelalaian investasi di Asuransi Jiwasaraya (Persero) mencapai Rp 16,8 triliun menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Nilai ini terdiri dari kerugian investasi yang ditempatkan di saham sebesar Rp 4,65 triliun dan reksa dana Rp 12,16 triliun.
Kasus ini mulai terendus saat Jiwasraya mengumumkan gagal bayar atas produk JS Saving Plan pada Oktober 2018 lalu.
Dari sisi kasus hukum, proses terus berjalan di mana sudah ada enam terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Selain enam terdakwa yang sudah mendapatkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, Kejaksaan Agung juga sudah menetapkan tersangka baru yakni 13 perusahaan manajer investasi dan 1 pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebelumnya Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menolak keras rencana pemerintah menyuntikkan uang negara bagi penyelamatan Jiwasraya pada 2021 melalui PMN kepada Bahana.
"Skandal Jiwasraya ini jelas 'perampokan', atau skandal korupsi secara terstruktur dan sistematis. Jadi tidak selayaknya untuk di-bailout menggunakan uang negara, uang rakyat," katanya, Kamis (17/9/2020).
Anggota DPR dari Fraksi PKS ini menegaskan, yang seharusnya dilakukan adalah upaya memburu aset-aset yang 'dirampok' dan dikorupsi, serta dikembalikan untuk membayar klaim nasabah.
*(ari)