Foto : Ist |
Makassar, Corong Demokrasi,- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan banyak informasi yang salah diartikan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker). Karena beberapa masyarakat tidak membaca isi per klaster UU Ciptaker.
"Ini banyak yang terjadi pemelintiran isi undang-undang klaster ketenagakerjaan. Yang pertama tentang bahwa Undang-Undang Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat hak pekerja atau buruh PKWT dalam penyusunan perjanjian kerja," kata Ida dalam video virtual, Rabu (7/10/2020) dilansir dari okezone.com.
Menurutnya, banyak yang menyalah artikan mengenai hak-hak pekerja atau buruh dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) alias kontrak. Padahal, undang-undang ini memberikan perlindungan tambahan berupa kompensasi pada saat berakhirnya PKWT.
Menanggapi hal tersebut Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S. Cahyono mengatakan "dalam UU Cipta Kerja beberapa pasal dalam UU No.13 tentang 2003 itu dihapuskan," ucapnya.
"Salah satunya yakni Pasal 65 dan Pasal 66 Ayat (1) dalam UU Ketenagakerjaan. Dengan dihapuskannya pasal ini, maka outsourcing bisa diterapkan di semua jenis pekerjaan," kata Kahar.
"Padahal dalam undang-undang eksisting, outsourcing hanya dibatasi di lima jenis pekerjaan. Hal ini menjadi bukti bahwa UU Cipta Kerja ini menghilangkan kepastian kerja. Alih-alih membuka lapangan kerja, namun secara eksplisit menghilangkan job security," lanjutnya.
Ditanya soal investasi yang akan membanjiri Indonesia pasca UU Cipta Kerja disahkan, Kahar S. Cahyono memaparkan bahwa "Kami setuju dengan penciptaan lapangan kerja. Tetapi secara bersamaan, hak-hak buruh harus dilindungi. Buat apa lapangan kerja banyak namun tidak ada kepastian kerja?" pungkasnya.
*(red)