Foto : Ist |
Jakarta, Corong Demokrasi,- Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) terutama batu bara, dan banyak perusahaan berskala besar yang mengolahnya. Namun kehadiran perusahaan besar ini masih belum memberikan nilai tambah pada Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan (Bank Kalsel) secara optimal.
"Bisa dibayangkan kalau satu perusahaan multinasional batu bara bisa menambang 50 juta ton di Kalsel, kalau harga batu bara katakan US$ 50 per ton, berapa perputaran yang bisa diciptakan," kata Direktur Utama Bank Kalsel Agus Syabaruddin, Senin (26/10/2020).
Untuk itu dibutuhkan ekosistem keuangan daerah yang bisa mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan keterlibatan Bank Kalsel sebagai lokomotif keuangan daerah. Jika perputaran uang dari industri batu bara dapat dioptimalkan, aset Bank Kalsel pun menurutnya bisa naik dua kali lipat dari Rp 15 triliun menjadi Rp 30 triliun.
"Paling tidak kami bisa lebih bagus lagi dan siap bersaing seperti BPD lainnya seperti Bank bjb, Bank Jateng, dan Bank Jatim," kata dia.
Kekayaan alam di Kalsel menurutnya saat ini hasilnya hanya 'numpang lewat' terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan bagi Bank Kalsel. Dia mengharapkan tahun ini sudah ada peraturan hukum untuk optimalisasi pendapatan asli daerah, dengan melibatkan semua stakeholder. Jika sudah ada payung hukum, maka pihaknya pun kontraktornya sebagai bank asli bisa memberikan layanan terbaik.
"Aset harusnya bisa Rp 30 triliun dan labanya harusnya bisa Rp 400 miliar," kata dia.
Selain itu Bank Kalsel pun telah siap menjadi bank devisa setelah mendapatkan peringkat sehat dari OJK belum lama ini. Agus menegaskan pihaknya siap menjadi bank yang lebih baik lagi dan juga bank devisa.
Sehingga jika ada perusahaan batu bara di Kalsel, dan BPD bisa menangani ekspor impornya, ataupun karyawan perusahaan tersebut membuat rekening di Bank Kalsel maka ada nilai tambah yang didapatkan.
"Jika itu terjadi maka kami ada perputaran, dan ini bukan monopoli tapi ini untuk kebangkitan ekonomi daerah. Coba bayangkan 50 juta ton dikalikan US$ 50 dolar per ton. Potensinya lebih besar dari aset kami, dan itu potensi besar. Kemudian berapa fee based incomenya, perusahaan multinasional di kalsel sangat banyak ada beberapa yang sudah mendukung kami," ujar Agus.
*(red)