Foto : Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula (Ist) |
Kab. Manggarai Barat, Corong Demokrasi,- Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejaksaan Tinggi NTT melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula karena diduga terjadi penyimpangan kewenangan dan proses jual tanah milik pemerintah.(29/09/2020)
Bupati Agustinus Dula diperiksa pagi hingga sore hari terkait Tanah pemda yang dijual berlokasi di Kerangga Toro Lemba, arah utara Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.
Berdasarkan Informasi yang diperoleh awak media, selain Bupati Manggari Barat, mantan Sekda Kabupaten Manggarai Frans Paju Leok, mantan pegawai Pertanahan Kabupaten Manggarai Don Edo, dan fungsionaris adat Nggorang H. Ramang Ishaka juga ikut diperiksa.
Serta beberapa pejabat aktif hingga yang sudah pensiun ikut diperiksa.
Diperkirakan Luas lahan yang diperjual belikan itu berpotensi hilang dan menyebabkan kerugian negara mencapai 1 triliun lebih.
Berdasarkan keterangan mantan Sekda Kab. Manggarai Frans Pajo Leok, aset Pemda tersebut diserahkan oleh fungsionaris adat Nggorang, yakni Haji Ishaka (alm) kepada Pemkab Manggarai saat dirinya menjabat sebagai Asisten I di Kabupaten Manggarai (sebelum terjadi pemekaran Manggarai).
"Namun proses administrasi belum sempat diurus, hingga pemekaran dari kabupaten induk Kabupaten Manggarai menjadi Kabupaten Manggarai Barat. Juga aset tanah milik Pemda ini belum terdaftar di bagian aset," kata Frans yang dikutip dari KabarNTT.
Keterangan tersebut benar adanya, ungkap Frans. Ia juga menegaskan bahwa memang tanah tersebut tanah milik pemda.
"Ya, bahwa itu tanah Pemda saya mengukuhkan kembali apa yang saya buat tentang tanah itu, karena perintah pimpinan waktu itu untuk melakukan pengukuran, hanya yang kita sayangkan selama ini tidak pernah diperjelas statusnya sejak Mabar (Manggarai Barat) terpisah," lanjutnya.
Frans juga menjelaskan pengukuran tanah tersebut terjadi pada Mei 1997 dengan total luas 30 hektar. Dulu pihak BPN juga dilibatkan untuk melakukan pengukuran.
"Sedangkan, Camat Komodo waktu itu Vinsen Dahur, dan saya pada saat proses pengukuran waktu itu menjabat sebagai Asisten 1 Asisten Tata Praja yang membidangi ini," ungkap Frans.
Ia menambahkan, lahan yang diberikan fungsionaris adat tersebut rencananya akan dibangun sekolah menengah perikanan berdasarkan instruksi Bupati Manggarai saat itu Gaspar P. Ehok.
Oleh karena itu dirinya bersama Kadis Perikanan, Fidelis Kerong, datang untuk mengecek lokasi tersebut dan melakukan pengukuran, bahkan, menurut Frans kegiatan itu dokumentasinya dan dokumen lainnya lengkap.
Terkait penyelewengan status tanah itu, Frans sangat kecewa terhadap aset pemda yang statusnya tidak jelas hingga kini.
"Tanah tersebut sangat berpotensi dan strategis. Saya pribadi tidak rela, karena tanah itu diberikan untuk kepentingan umum. Kalau ada proses individualisasi di dalamnya berarti ada penyimpangan hukum," tegasnya.
Serta beberapa pejabat aktif hingga yang sudah pensiun ikut diperiksa.
Diperkirakan Luas lahan yang diperjual belikan itu berpotensi hilang dan menyebabkan kerugian negara mencapai 1 triliun lebih.
Berdasarkan keterangan mantan Sekda Kab. Manggarai Frans Pajo Leok, aset Pemda tersebut diserahkan oleh fungsionaris adat Nggorang, yakni Haji Ishaka (alm) kepada Pemkab Manggarai saat dirinya menjabat sebagai Asisten I di Kabupaten Manggarai (sebelum terjadi pemekaran Manggarai).
"Namun proses administrasi belum sempat diurus, hingga pemekaran dari kabupaten induk Kabupaten Manggarai menjadi Kabupaten Manggarai Barat. Juga aset tanah milik Pemda ini belum terdaftar di bagian aset," kata Frans yang dikutip dari KabarNTT.
Keterangan tersebut benar adanya, ungkap Frans. Ia juga menegaskan bahwa memang tanah tersebut tanah milik pemda.
"Ya, bahwa itu tanah Pemda saya mengukuhkan kembali apa yang saya buat tentang tanah itu, karena perintah pimpinan waktu itu untuk melakukan pengukuran, hanya yang kita sayangkan selama ini tidak pernah diperjelas statusnya sejak Mabar (Manggarai Barat) terpisah," lanjutnya.
Frans juga menjelaskan pengukuran tanah tersebut terjadi pada Mei 1997 dengan total luas 30 hektar. Dulu pihak BPN juga dilibatkan untuk melakukan pengukuran.
"Sedangkan, Camat Komodo waktu itu Vinsen Dahur, dan saya pada saat proses pengukuran waktu itu menjabat sebagai Asisten 1 Asisten Tata Praja yang membidangi ini," ungkap Frans.
Ia menambahkan, lahan yang diberikan fungsionaris adat tersebut rencananya akan dibangun sekolah menengah perikanan berdasarkan instruksi Bupati Manggarai saat itu Gaspar P. Ehok.
Oleh karena itu dirinya bersama Kadis Perikanan, Fidelis Kerong, datang untuk mengecek lokasi tersebut dan melakukan pengukuran, bahkan, menurut Frans kegiatan itu dokumentasinya dan dokumen lainnya lengkap.
Terkait penyelewengan status tanah itu, Frans sangat kecewa terhadap aset pemda yang statusnya tidak jelas hingga kini.
"Tanah tersebut sangat berpotensi dan strategis. Saya pribadi tidak rela, karena tanah itu diberikan untuk kepentingan umum. Kalau ada proses individualisasi di dalamnya berarti ada penyimpangan hukum," tegasnya.
Haji Ramang sendiri terlihat keluar dari kantor Kejaksaan pada pukul 18.00, dan sempat mengeluarkan komentar ke rekan media.
Ia menuturkan, lahan tersebut adalah milik Pemkab Mabar yang sudah diserahkan oleh ayahnya yakni Haji Ishaka, selaku Fungsionaris Adat Nggorang pada waktu itu.
"Pada intinya lahan itu adalah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat seluas kurang lebih 30 hektar Itu adalah hasil penyerahan tanah yang dilakukan oleh fungsionaris adat Nggorang kepada Pemerintah Tingkat 2 Manggarai pada saat itu, tahun 1997," pungkas H. Ramang Ishaka yang merupakan anak dari Haji Ishaka (alm).
Ia menuturkan, lahan tersebut adalah milik Pemkab Mabar yang sudah diserahkan oleh ayahnya yakni Haji Ishaka, selaku Fungsionaris Adat Nggorang pada waktu itu.
"Pada intinya lahan itu adalah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat seluas kurang lebih 30 hektar Itu adalah hasil penyerahan tanah yang dilakukan oleh fungsionaris adat Nggorang kepada Pemerintah Tingkat 2 Manggarai pada saat itu, tahun 1997," pungkas H. Ramang Ishaka yang merupakan anak dari Haji Ishaka (alm).
Menurutnya, saat itu terjadi dua kali pengukuran, pertama tahun 1997 dilakukan oleh BPN Manggarai. Kedua tahun 2015 sesuai permintaan dari Pemkab Mabar, dalam rangka Sertifikasi Tanah Pemda di Keranga.
*(ari)