Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita


Trend Asia Desak Pemerintah Buka Detail Kontrak Tambang di Indonesia

September 28, 2020 Last Updated 2020-09-28T10:08:00Z

Foto : Ilustrasi

Jakarta, Corong Demokrasi,- 
Organisasi nirlaba di bidang pertambangan Asia Tenggara, Transforming Energy and Development (Trend Asia), mendesak pemerintah untuk terbuka mengenai informasi detail kontrak pertambangan di Indonesia.

Perwakilan Trend Asia Ahmad Ashov mengatakan desakan itu terkait dengan Hari Hak untuk Tahu sedunia (The International Right To Know Day-RTKD) yang jatuh pada 28 September.

"Mendesak pemerintah membuka data terkait kontrak raksasa pertambangan dan detail dari proses evaluasi. Indonesia sebenarnya sudah tergabung mendukung Hari Hak untuk Tahu Sedunia. 

Dengan titik berat informasi itu berkaitan dengan hajat hidup orang banyak harusnya ditunaikan oleh pemerintah," kata Ashov dalam sebuah webinar, (27/09/2020).

Ashov mengatakan pemerintah pada tahun lalu kerap memudahkan perpanjangan izin kontrak perusahan tambang, khususnya batu bara. Di sisi lain, pemerintah bersama DPR mengebut pembahasan revisi UU Minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja.

"Di dalamnya terdapat banyak keistimewaan bagi perusahaan tambang," Ashov menduga cepatnya revisi UU Minerba hingga akhirnya disahkan dipengaruhi beberapa hal, antara lain karena harga yang semakin jatuh dan permintaan bahan tambang yang semakin menurun.

Ia lantas mengaitkan kondisi tersebut dengan utang perusahaan tambang dari segi obligasi atau utang ke bank di dalam dan luar negeri.

"Catatan kami, utang perusahaan tambang mencapai US$ 6,9 miliar atau sekitar Rp100 triliun hingga tahun 2022. Dengan kesulitan keuangan tersebut dan krisis pandemi serta permintaan yang menurun, membuat perusahaan tambang dalam membayar utang jelas mengalami kesulitan," katanya.

Sementara, Koalisi #BersihkanIndonesia yang terdiri atas JATAM, WALHI Kalsel, JATAM Kaltim, dan Trend Asia, mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga meminta untuk membuka dokumen Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Berau Coal (BC), PT Kideco Jaya Agung (KJA), dan PT Multi Harapan Utama (MHU).

Selain itu, koalisi juga meminta pemerintah membuka daftar nama tim yang melakukan evaluasi, perkembangan evaluasi hingga instrumen evaluasi yang digunakan.

"Karena itulah kami merasa penting untuk mendesak pemerintah transparan, terbuka pada publik, terutama bagi masyarakat yang mengalami dampak buruk akibat operasi perusahaan - perusahaan pertambangan tersebut," ujar Dinamisator JATAM Kaltim, Pradarma Rupang dalam keterangan resmi.

*(ari)


×
Berita Terbaru Update