Foto : Proyek EBT (Dok. IESR) |
Jakarta, Corong Demokrasi,- PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berkomitmen membiayai proyek energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia sebesar Rp 2 triliun. Hal ini sebagai bentuk dukungan perusahaan untuk pembangunan proyek EBT.
Direktur Utama PT SMI Edwin Syahruzad mengatakan total komitmen pendanaan tersebut belum terlalu besar jika dibandingkan dengan besaran dari portofolionya yang mencapai sekitar Rp 67 triliun.
Dia mengatakan setidaknya ada 11 proyek EBT yang dibiayai dengan kapasitas terpasang sekitar 475 Mega Watt (MW) dan lima di antaranya telah mencapai kesepakatan finansial (financial close) pada 2019.
"Total komitmen pembiayaan (EBT) Rp 2 triliun, memang tidak besar dari total portofolio pembiayaan kami yang sekitar Rp 67 triliun," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (21/09/2020).
Lebih lanjut dia mengatakan, meskipun porsi pembiayaan untuk EBT ini masih kecil, namun menurutnya ini sudah mencakup hampir semua jenis EBT, mulai dari proyek mini hydro, PLTA, pembangkit panas bumi (PLTP), dan tenaga angin yakni untuk proyek di Sidrap, Sulawesi Selatan.
"Ini adalah komitmen kami memobilisasi pembiayaan dan mitigasi perubahan iklim," tegasnya.
Selain itu, imbuhnya, pihaknya juga telah menerbitkan obligasi green di pasar modal domestik. Ini menjadi bentuk komitmen perusahaan untuk terus memobilisasi dana yang ditujukan untuk aktivitas mendukung program bauran energi baru terbarukan.
Meskipun pembiayaannya mencakup semua jenis EBT, Edwin mengatakan secara spesifik fokusnya adalah dalam proyek panas bumi, di mana keterlibatannya cukup dalam, khususnya dalam tahap eksplorasi. Pembiayaan proyek EBT ini berupa pinjaman langsung.
"Kami dapatkan dana dari multilateral agency, lalu kami salurkan juga ke PLTP Dieng milik Geo Dipa. Ini salah satu bentuk dukungan pinjaman langsung. Kami juga terlibat dalam penyiapan proyek, yakni pada aktivitas pengeboran dan eksplorasi," paparnya.
Menurutnya, yang tidak kalah penting dalam proyek EBT adalah pada aspek bankability (bisa memenuhi syarat mendapatkan kredit) serta aspek risiko. Selain itu, kata Edwin, yang tidak kalah penting adalah aspek alokasi risiko.
"Itu adalah faktor yang menurut hemat kami tidak kalah penting, agar di dalam persiapan proyek dilakukan dengan seksama dan tingkatkan bankability dari proyek EBT," jelasnya.
*(red)