Foto : Corong Demokrasi |
Jakarta, Corong Demokrasi,- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipimpin Erick Thohir menilai perusahaan BUMN seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) mestinya tak hanya mengandalkan bisnis trading, tapi juga bisa mengelola tambang mineral sendiri.
Apalagi, Indonesia juga didukung dengan jumlah pasokan sumber daya mineral yang besar sebagai cadangan.
Menteri Erick Thohir pun menyoroti Antam yang saat ini tidak memiliki tambang emas untuk dikelola sehingga dia menyampaikan permintaan langsung kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk bisa mengelola lahan eks tambang milik PT Freeport Indonesia.
"Apalagi saat ini Antam pegawai banyak seribu tapi tidak punya tambang," kata Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (22/9/2020).
"Makanya kemarin kita kirim surat ke Menteri ESDM, sebagai perusahaan BUMN kita mengharapkan, kami koordinasi juga dengan Kepala BKPM agar alokasi yang sudah diberikan Freeport kepada negara, diprioritaskan kepada BUMN untuk masalah pengelolaan emas itu. Sehingga kita secara konkret Antam ini bukan trading company, tapi juga perusahaan tambang emas," katanya.
Dia menyayangkan sumber daya emas yang dimiliki Tanah Air saat ini memiliki jumlah yang sangat besar, namun perusahaan tambang pelat merah justru tidak memiliki tambang sendiri.
"Sangat menyakitkan kalau kita lihat bagaimana prospek emas di Indonesia menjadi salah satu supply yang besar. Dan dalam kondisi seperti ini harga emas sangat baik. Karena itu kita memberanikan diri untuk masuk ke dalam lahan eks-Freeport. Jadi itu untuk masalah Antam," imbuhnya.
Secara kinerja, pada semester I-2020 ini, Aneka Tambang mencatatkan laba bersih hanya mencapai Rp 84,82 miliar, berkurang hingga 80,18% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 428 miliar.
Penurunan laba bersih itu seiring dengan jumlah penjualan Antam yang melorot pada periode 6 bulan pertama tahun ini.
Penjualan Antam mencapai Rp 9,23 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 14,43 triliun, atau ambles 36%. Beban penjualan juga berkurang menjadi Rp 7,92 triliun dari sebelumnya Rp 12,28 triliun.
*(red)