Jakarta, Corong Demokrasi,- Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendarta menegaskan digitalisasi sistem pembayaran dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya generasi milenial ataupun yang ada kota besar saja.
Justru digitalisasi dimulai dari masyarakat berpenghasilan rendah melalui program-program pemerintah seperti bansos, Kartu Prakerja, ataupun bantuan lainnya.
Bank Indonesia juga bekerja sama dengan pemerintah, jasa sistem pembayaran seperti perbankan dan non bank, hingga e-commerce.
"Yang terpenting sudah punya pengalamannya kemudian akan menjadi kebiasaan," kata Filianingsih dalam Webinar bertajuk "Sistem Pembayaran Digital Jadi Jurus Ampuh Saat Pandemi Covid-19 & Masa Depan", Kamis (3/9/2020).
Selain itu digitalisasi juga bisa dilakukan dengan meningkatkan transaksi Pemerintah Daerah yang sedang menggalakkan pendapatan asli daerah (PAD) baik dari QRIS, hingga uang elektronik. Saat ini Pemda tengah aktif retribusi pasar, pembayaran STNK, atau pajak lainnya dengan menggunakan uang elektronik yang tidak terbatas hanya milik non bank, tetapi juga bank seperti BCA dan Mandiri.
"Kemudian penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dengan bank dan non bank berinovasi dengan uang elektroniknya, dan non bank ada big 5 seperti Ovo, Gopay, Link Aja dan yang lainnya," katanya.
Selain itu pemerintah juga menyiapkan cashback dalam proses digitalisasi. Beberapa program yang diinisiasi misalnya bangga buatan Indonesia yang mendorong dari sisi pasokan, sehingga UMKM didukung dan juga produknya masuk ke e-commerce. Pembayaran di platform e-commerce pun tidak hanya terbatas pada uang elektronik, sehingga semakin membuka peluang digitalisasi.
"Untuk konsumennya akan ada program mendorong dari sisi demand, akan ada cashback dari pemerintah. Bapak ibu akan berbelanja menggunakan uang elektronik dan QRIS, kemudian juga dengan e-commerce," kata Filianingsih.
Bank Indonesia (BI) juga mengungkapkan data menarik dari transaksi e-commerce sebelum Covid-19 terjadi hingga pandemi berlangsung. terjadi kenaikan volume dalam transaksi di toko online.
"Di masa pandemi perilaku masyarakat beralih ke digital. E-groceries meningkat, e-payment meningkat. Volume di triwulan II-2020 meningkat walau nominal turun sedikit karena pengaruh daya beli yang belum pulih," katanya.
Data yang diungkap BI pada triwulan I-2020, transaksi e-commerce 275,8 juta kali, namun nominalnya mencapai Rp 58,5 triliun.
Sementara di triwulan II-2020 volumenya mencapai 383,5 juta dengan nilai transaksi hingga Rp 55,9 triliun.
"Ada masyarakat yang nggak pernah belanja online jadi belanja online. Walau nominal transaksi turun, tapi mereka jadi belanja via online," tutur Filianingsih.
*(red)