Jakarta, Corong Demokrasi,- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kembali menjadi sorotan. Kali ini, petugas atau pegawai Bea Cukai diduga melakukan pemerasan kepada pengusaha sebesar Rp 750 juta.
Kasi Humas Kanwil Bea Cukai DKI Jakarta, Ricky Hanafie menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Ia mengatakan jika memang benar ada oknum yang mengaku petugas BC maka pengusaha tersebut diminta segera melaporkan ke BC.
"Berita bahwa adanya pemerasan itu tidak benar. Jika memang ada dugaan seperti itu, sebaiknya yang bersangkutan melaporkan pengaduan ke saluran pengaduan resmi BC ,pada unit Kepatuhan Internal Bea Cukai," ujarnya kepada awak media, Rabu (19/8/2020).
Menurutnya, Bea Cukai akan selalu menerapkan prosedur (Standard Operating Procedure/SOP) kepada seluruh pegawainya dalam rangka melakukan penindakan dan upaya hukum lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Tidak ada kompromi atau pun pemerasan dalam setiap penindakan, namun bila memang ada dugaan, sekali lagi silahkan melaporkan ke saluran pengaduan resmi BC," kata dia.
Bea Cukai mengatakan ada pelanggaran yang dilakukan pengusaha restoran bernama Vinnie. Di mana, Vinnie menurut Bea Cukai terbukti melakukan pelanggaran dengan menjual barang kena cukai (BKC) berupa minuman mengandung etil alkohol (miras) yang belum dilunasi cukainya.
"Kasus pelanggaran oleh yang bersangkutan benar," kata dia.
Karena pelanggaran ini, maka pengusaha tersebut dikenakan denda sekitar Rp 600 jutaan yang seluruhnya diperuntukkan bagi penerimaan negara. Ia pun tak lupa menghimbau semua restoran yang menjual barang kena cukai untuk mendapatkan izin sebelum mulai menjual.
"Oleh karena itu agar setiap cafe atau resto yang menjual Barang Kena Cukai wajib memiliki izin terlebih dahulu, dan pastikan bahwa barang tersebut yang diperjualbelikan telah dilunasi Cukainya," tegasnya.
Sebelumnya, Vinnie dalam keterangannya mengungkapkan adanya permintaan uang koordinasi dari oknum Bea Cukai usai tempat usahanya yakni Lei Lo Restaurant digerebek aparat gabungan pada Rabu malam, 24 Juni 2020. Saat penggerebekan, Vinnie tidak berada di restoran.
Tapi, Vinnie langsung bergegas ke restoran ketika dikabarkan anak buahnya. Begitu tiba, ia kaget lihat ada sekitar 120 orang aparat pemerintah diduga dari Bea Cukai. Lalu, petugas berdalih menggerebek atas informasi masyarakat yang resah adanya kegiatan pengoplosan minuman.
Herannya, kata Vinnie, kegiatan pengoplosan juga dilakukan oleh pelaku bisnis lainnya tapi kenapa tidak ditindak. "Saya baru tiga minggu menjalankan kegiatan, sementara 'tetangga' saya yang lain sudah tiga bulan lebih. Kenapa cuma tempat saya yang diutak-atik? Padahal mereka juga melakukan hal yang sama," jelas dia.
Vinnie mengaku sudah menyampaikan penjelasan kepada oknum aparat yang menggerebek, bahwa bisnis yang dijalaninya itu mengikuti sesuai arahan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terkait mitigasi krisis pariwisata di tengah pandemi dan untuk menggerakkan roda ekonomi mikro.
"Saya juga beritahu ke aparat, bahwa saya punya Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dan mereka heran saya punya NPPBKC. Saya bilang, coba tanya ke bos anda kenapa saya bisa pegang izin minuman cukai A, cukai B, cukai C. Kan bos anda yang memberi izin," katanya.
Ternyata, kata Vinnie, oknum aparat tetap ngotot kalau kafenya melakukan kegiatan pengoplosan sehingga semua botol disita termasuk laptop milik kantor diamankan. Selang sehari kemudian, Vinnie diminta untuk mentransfer sejumlah uang oleh oknum aparat tersebut sebanyak dua kali.
"Saya pertama transfer Rp750 juta. Setelah itu, mereka minta ditransfer lagi Rp600 juta alasannya untuk kas negara. Terus, yang Rp750 juta itu untuk siapa?," ujar Vinnie.
Kasi Humas Kanwil Bea Cukai DKI Jakarta, Ricky Hanafie menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Ia mengatakan jika memang benar ada oknum yang mengaku petugas BC maka pengusaha tersebut diminta segera melaporkan ke BC.
"Berita bahwa adanya pemerasan itu tidak benar. Jika memang ada dugaan seperti itu, sebaiknya yang bersangkutan melaporkan pengaduan ke saluran pengaduan resmi BC ,pada unit Kepatuhan Internal Bea Cukai," ujarnya kepada awak media, Rabu (19/8/2020).
Menurutnya, Bea Cukai akan selalu menerapkan prosedur (Standard Operating Procedure/SOP) kepada seluruh pegawainya dalam rangka melakukan penindakan dan upaya hukum lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Tidak ada kompromi atau pun pemerasan dalam setiap penindakan, namun bila memang ada dugaan, sekali lagi silahkan melaporkan ke saluran pengaduan resmi BC," kata dia.
Bea Cukai mengatakan ada pelanggaran yang dilakukan pengusaha restoran bernama Vinnie. Di mana, Vinnie menurut Bea Cukai terbukti melakukan pelanggaran dengan menjual barang kena cukai (BKC) berupa minuman mengandung etil alkohol (miras) yang belum dilunasi cukainya.
"Kasus pelanggaran oleh yang bersangkutan benar," kata dia.
Karena pelanggaran ini, maka pengusaha tersebut dikenakan denda sekitar Rp 600 jutaan yang seluruhnya diperuntukkan bagi penerimaan negara. Ia pun tak lupa menghimbau semua restoran yang menjual barang kena cukai untuk mendapatkan izin sebelum mulai menjual.
"Oleh karena itu agar setiap cafe atau resto yang menjual Barang Kena Cukai wajib memiliki izin terlebih dahulu, dan pastikan bahwa barang tersebut yang diperjualbelikan telah dilunasi Cukainya," tegasnya.
Sebelumnya, Vinnie dalam keterangannya mengungkapkan adanya permintaan uang koordinasi dari oknum Bea Cukai usai tempat usahanya yakni Lei Lo Restaurant digerebek aparat gabungan pada Rabu malam, 24 Juni 2020. Saat penggerebekan, Vinnie tidak berada di restoran.
Tapi, Vinnie langsung bergegas ke restoran ketika dikabarkan anak buahnya. Begitu tiba, ia kaget lihat ada sekitar 120 orang aparat pemerintah diduga dari Bea Cukai. Lalu, petugas berdalih menggerebek atas informasi masyarakat yang resah adanya kegiatan pengoplosan minuman.
Herannya, kata Vinnie, kegiatan pengoplosan juga dilakukan oleh pelaku bisnis lainnya tapi kenapa tidak ditindak. "Saya baru tiga minggu menjalankan kegiatan, sementara 'tetangga' saya yang lain sudah tiga bulan lebih. Kenapa cuma tempat saya yang diutak-atik? Padahal mereka juga melakukan hal yang sama," jelas dia.
Vinnie mengaku sudah menyampaikan penjelasan kepada oknum aparat yang menggerebek, bahwa bisnis yang dijalaninya itu mengikuti sesuai arahan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terkait mitigasi krisis pariwisata di tengah pandemi dan untuk menggerakkan roda ekonomi mikro.
"Saya juga beritahu ke aparat, bahwa saya punya Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dan mereka heran saya punya NPPBKC. Saya bilang, coba tanya ke bos anda kenapa saya bisa pegang izin minuman cukai A, cukai B, cukai C. Kan bos anda yang memberi izin," katanya.
Ternyata, kata Vinnie, oknum aparat tetap ngotot kalau kafenya melakukan kegiatan pengoplosan sehingga semua botol disita termasuk laptop milik kantor diamankan. Selang sehari kemudian, Vinnie diminta untuk mentransfer sejumlah uang oleh oknum aparat tersebut sebanyak dua kali.
"Saya pertama transfer Rp750 juta. Setelah itu, mereka minta ditransfer lagi Rp600 juta alasannya untuk kas negara. Terus, yang Rp750 juta itu untuk siapa?," ujar Vinnie.
*(red)