Hal tersebut tertuang laporan perusahaan kepada Bursa Efek Indonesia tentang "Permintaan Penjelasan Terkait Dampak Pandemi Covid-19 Periode Agustus 2020."
Dalam laporan itu, KAI menyebut bahwa berbagai kebijakan pemerintah terkait pembatasan mobilitas masyarakat selama pandemi termasuk masa adaptasi baru, seperti penghentian sebagian usaha angkutan penumpang dan memangkas jumlah perjalanan kereta api, berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan.
Perusahaan memperkirakan total pendapatan perusahaan untuk periode yang berakhir per 31 Juli 2020 dibandingkan 31 Juli 2019, turun antara 25%-50%. Sementara penurunan laba bersih diproyeksikan mencapai lebih dari 75% untuk periode yang sama. Adapun nilai kewajiban perusahaan mencapai lebih dari Rp 828 miliar.
Namun demikian, menurut perusahaan hal ini tidak menimbulkan permasalahan hukum yang bersifat material seperti gugatan pailit/PKPU terhadap perseroan dan/atau entitas anak usaha (sebagai tergugat atau yang dimohonkan).
Untuk mempertahankan kelangsungan usaha di tengah kondisi pandemi Covid-19, PT KAI telah melakukan sejumlah strategi/upaya, antara lain melakukan efisiensi biaya sampai dengan 40% dengan tetap memperhatikan keselamatan dan keamanan perjalanan kereta api.
Selain itu, perusahaan juga melakukan pemantauan arus kas secara ketat dan memastikan ketersediaan fasilitas pinjaman jangka pendek dalam rangka menjaga ketersediaan likuiditas. Perusahaan juga mengajukan relaksasi atas fasilitas pinjaman yang jatuh tempo dan menegosiasi kepada mitra atas kewajiban perawatan lokomotif.
"Ada juga upaya pemilihan belanja modal berdasarkan skala prioritas, optimalisasi angkutan barang untuk mengisi kekosongan jalur akibat penghentian sebagian angkutan penumpang, dan permohonan dukungan pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional," jelas KAI dalam laporan tersebut.
*(red)