Makassar, Corong Demokrasi,- Ketegangan Amerika Serikat dan China di Laut China Selatan makin memanas. Pentagon mengecam keras China yang meluncurkan rudal balistik di perairan itu.
Ditulis AFP dalam update terbarunya, ada empat rudal yang ditembakkan militer China. Semuanya jatuh di Kepulauan Paracel yang juga diklaim Filipina.
"Tindakan China mengguncang situasi Laut China Selatan," kata Pentagon dalam sebuah pernyataan ditulis media itu, Jumat (28/8/2020).
"Itu juga melanggar komitmen Deklarasi 2002 tentang perilaku pihak-pihak di Laut China Selatan."
Pentagon juga mengatakan tindakan China menegaskan klaim martitimnya di wilayah itu. Ujung tombak keamanan AS itu menilai China merugikan tetangganya di Asia Tenggara.
"AS telah mendesak China pada Juli untuk mengurangi militerisasi dan pemaksaan di wilayah perairan itu," tulis pernyataan Pentagon.
"Sebaliknya Republik Rakyat China memilih meningkatkan aktivitas latihannya dengan menembakkan rudal balistik."
Sebelumnya, China dikabarkan meluncurkan tembakan untuk memperingatkan Amerika Serikat. Dua rudal ditembakkan ke Laut China Selatan, pada Rabu (26/8/2020), sebagaimana ditulis media Hong Kong South China Morning Post (SCMP).
Rudal tersebut termasuk "misil pembunuh kapal induk". Salah satu rudal, DF-26B, diluncurkan dari provinsi barat laut Qinghai sementara yang lainnya, DF-21D, lepas landas dari provinsi Zhejiang di timur.
Sumber yang dekat dengan militer China menyebut Beijing tengah memberi peringatan ke AS. Langkah ini dilakukan satu hari setelah China mengecam AS soal masuknya pesawat mata-mata U-2 ke zona larangan terbang yang menjadi tempat latihan militer tentara negeri itu.
"Ini adalah tanggapan China atas potensi risiko yang dibawa oleh pesawat tempur dan kapal militer AS yang semakin sering masuk di Laut China Selatan," kata sumber itu.
"China tidak ingin negara tetangganya salah paham dengan tujuan Beijing."
China sebelumnya memang mengumumkan melakukan latihan militer di Laut Bohai sejak 24 Agustus hingga seminggu ke depan. China me-warning semua kapal agar menjauh dengan radius 9,26 kilometer.
Namun Selasa, Kementerian Pertahanan mengumumkan bahwa pesawat mata-mata AS telah masuk ke kawasan itu. China menyebut itu provokasi, yang bisa mengakibatkan kesalahan penilaian atau kecelakaan.
"China dengan tegas menentang tindakan provokatif semacam itu dan telah mengajukan pernyataan serius dengan pihak AS," kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan Wu Qian dari media pemerintah Xinhua.
Kemarahan Beijing ini muncul ketika hubungan AS dan China memburuk ke posisi terendah dalam sejarah. Keduanya terlibat 'konfrontasi' mulai dari perdagangan, militer dan politik.
Di Laut China Selatan, China dengan konsep sembilan garis putus-putus mengklaim 80% wilayah itu meski sudah dibantah Arbitrase Internasional. Tumpang tindih wilayah terjadi dengan Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei dan Taiwan.
Sementara itu, Mantan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick menilai hubungan kedua negara berada di titik berbahaya. AS, ujarnya perlu melakukan pekerjaan lebih baik dalam menangani China.
"Hubungan saat ini 'jatuh bebas'," katanya. "Orang-orang perlu menyadari bahwa kesalahan perhitungan dapat terjadi. Masalah dengan Taiwan dan lainnya dapat berpindah ke zona berbahaya."
"Tindakan China mengguncang situasi Laut China Selatan," kata Pentagon dalam sebuah pernyataan ditulis media itu, Jumat (28/8/2020).
"Itu juga melanggar komitmen Deklarasi 2002 tentang perilaku pihak-pihak di Laut China Selatan."
Pentagon juga mengatakan tindakan China menegaskan klaim martitimnya di wilayah itu. Ujung tombak keamanan AS itu menilai China merugikan tetangganya di Asia Tenggara.
"AS telah mendesak China pada Juli untuk mengurangi militerisasi dan pemaksaan di wilayah perairan itu," tulis pernyataan Pentagon.
"Sebaliknya Republik Rakyat China memilih meningkatkan aktivitas latihannya dengan menembakkan rudal balistik."
Sebelumnya, China dikabarkan meluncurkan tembakan untuk memperingatkan Amerika Serikat. Dua rudal ditembakkan ke Laut China Selatan, pada Rabu (26/8/2020), sebagaimana ditulis media Hong Kong South China Morning Post (SCMP).
Rudal tersebut termasuk "misil pembunuh kapal induk". Salah satu rudal, DF-26B, diluncurkan dari provinsi barat laut Qinghai sementara yang lainnya, DF-21D, lepas landas dari provinsi Zhejiang di timur.
Sumber yang dekat dengan militer China menyebut Beijing tengah memberi peringatan ke AS. Langkah ini dilakukan satu hari setelah China mengecam AS soal masuknya pesawat mata-mata U-2 ke zona larangan terbang yang menjadi tempat latihan militer tentara negeri itu.
"Ini adalah tanggapan China atas potensi risiko yang dibawa oleh pesawat tempur dan kapal militer AS yang semakin sering masuk di Laut China Selatan," kata sumber itu.
"China tidak ingin negara tetangganya salah paham dengan tujuan Beijing."
China sebelumnya memang mengumumkan melakukan latihan militer di Laut Bohai sejak 24 Agustus hingga seminggu ke depan. China me-warning semua kapal agar menjauh dengan radius 9,26 kilometer.
Namun Selasa, Kementerian Pertahanan mengumumkan bahwa pesawat mata-mata AS telah masuk ke kawasan itu. China menyebut itu provokasi, yang bisa mengakibatkan kesalahan penilaian atau kecelakaan.
"China dengan tegas menentang tindakan provokatif semacam itu dan telah mengajukan pernyataan serius dengan pihak AS," kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan Wu Qian dari media pemerintah Xinhua.
Kemarahan Beijing ini muncul ketika hubungan AS dan China memburuk ke posisi terendah dalam sejarah. Keduanya terlibat 'konfrontasi' mulai dari perdagangan, militer dan politik.
Di Laut China Selatan, China dengan konsep sembilan garis putus-putus mengklaim 80% wilayah itu meski sudah dibantah Arbitrase Internasional. Tumpang tindih wilayah terjadi dengan Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei dan Taiwan.
Sementara itu, Mantan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick menilai hubungan kedua negara berada di titik berbahaya. AS, ujarnya perlu melakukan pekerjaan lebih baik dalam menangani China.
"Hubungan saat ini 'jatuh bebas'," katanya. "Orang-orang perlu menyadari bahwa kesalahan perhitungan dapat terjadi. Masalah dengan Taiwan dan lainnya dapat berpindah ke zona berbahaya."
*(red)