Makassar, Corong Demokrasi,- Pembahasan RUU Cipta Kerja menjadi perbincangan seluruh kalangan, tidak hanya Buruh/Pekerja. Penolakan disahkannya menjadi Undang-Undang dilakukan Buruh/Pekerja ditiap daerah.
Dalam agenda Rakornas Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Puncak Bogor, Vice Presiden FSPMI Bidang Propaganda Media, Kahar S. Cahyono mengatakan bahwa buruh (khususnya KSPI, dkk) sudah berupaya sangat keras untuk berusaha merubah draft RUU Cipta Kerja yang saat ini dipegang oleh Pemerintah.
Menurut FSPMI dalam pers rilisnya, jika dilihat dalam materi (terlampir) sandingan RUU Cipta Kerja tersebut dengan Undang-Undang yang saat ini sudah ada dan berjalan, ternyata mengatur banyak pasal yang bisa saja “membunuh” kesejahteraan dan jaminan mendapatkan pekerjaan yang layak bagi buruh/pekerja lokal di masa yang akan datang.
"Dalam draft (RUU Ciker versi buruh) yang sempat kami susun dengan kawan-kawan dari Gekkanas dan lainnya, didalamnya terdapat sejumlah catatan dan koreksi lengkap dari RUU Ciker yang ada di DPR saat ini. Namun sayangnya draft tersebut di kembalikan kepada kami, yang akhirnya KSPI pun memutuskan keluar dari tim teknis pembahasan RUU Ciker," ujar Kahar.
Menurut Kahar hal ini tentunya semakin memperjelas kondisi yang ada, bahwa pemerintah saat ini, memang sengaja akan mereduksi kesejahteraan buruh di masa yang akan datang dan lebih memfasilitasi kepentingan pemilik modal.
Sambungnya, "jika memang hal seperti ini dibenarkan dengan cara didiamkan tanpa pergerakan dan perlawanan, bukan tidak mungkin. Bisa jadi hal yang pasti, kesejahteraan buruh kedepannya akan semakin terpuruk.
Menurut FSPMI dalam pers rilisnya, jika dilihat dalam materi (terlampir) sandingan RUU Cipta Kerja tersebut dengan Undang-Undang yang saat ini sudah ada dan berjalan, ternyata mengatur banyak pasal yang bisa saja “membunuh” kesejahteraan dan jaminan mendapatkan pekerjaan yang layak bagi buruh/pekerja lokal di masa yang akan datang.
"Dalam draft (RUU Ciker versi buruh) yang sempat kami susun dengan kawan-kawan dari Gekkanas dan lainnya, didalamnya terdapat sejumlah catatan dan koreksi lengkap dari RUU Ciker yang ada di DPR saat ini. Namun sayangnya draft tersebut di kembalikan kepada kami, yang akhirnya KSPI pun memutuskan keluar dari tim teknis pembahasan RUU Ciker," ujar Kahar.
Menurut Kahar hal ini tentunya semakin memperjelas kondisi yang ada, bahwa pemerintah saat ini, memang sengaja akan mereduksi kesejahteraan buruh di masa yang akan datang dan lebih memfasilitasi kepentingan pemilik modal.
Sambungnya, "jika memang hal seperti ini dibenarkan dengan cara didiamkan tanpa pergerakan dan perlawanan, bukan tidak mungkin. Bisa jadi hal yang pasti, kesejahteraan buruh kedepannya akan semakin terpuruk.
Hasil Kajian FSPMI, beberapa pasal yang bisa membahayakan kaum buruh, diantaranya adalah :
1. Sanksi kepada pemberi kerja mempekerjakan TKA tanpa izin tertulis, dihapus (Pasal 42).
2. Regulasi dalam Pasal 46 UUK 13 terkait pembatasan TKA menduduki jabatan tertentu di hapus.
3. Regulasi dalam Pasal 57 UUK 13 terkait PKWT berubah ke PKWTT, dihapus dalam RUU Cipta Kerja, hal ini bisa berbahaya karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap PKWT yang dibuat secara tidak tertulis.
4. Pasal 65 UUK 13, terkait kategori pekerjaan yang boleh di borongkan dihapus dalam RUU Ciker, alhasil segala jenis pekerjaan ke depannya nanti, seperti kegiatan produksi, driver, operator mesin, dsb, legal untuk di borongkan.
5. Pasal 66 UUK 13, terkait jenis pekerjaan inti (core produksi) yang tidak diperbolehkan di kerjakan oleh Outsourcing dihapus juga dalam RUU Ciker, hal ini tentunya secara tidak langsung menghilangkan kewajiban pemberi kerja untuk menjadikan buruh sebagai karyawan tetap dalam lingkaran core produksi dalam suatu perusahaan.
1. Sanksi kepada pemberi kerja mempekerjakan TKA tanpa izin tertulis, dihapus (Pasal 42).
2. Regulasi dalam Pasal 46 UUK 13 terkait pembatasan TKA menduduki jabatan tertentu di hapus.
3. Regulasi dalam Pasal 57 UUK 13 terkait PKWT berubah ke PKWTT, dihapus dalam RUU Cipta Kerja, hal ini bisa berbahaya karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap PKWT yang dibuat secara tidak tertulis.
4. Pasal 65 UUK 13, terkait kategori pekerjaan yang boleh di borongkan dihapus dalam RUU Ciker, alhasil segala jenis pekerjaan ke depannya nanti, seperti kegiatan produksi, driver, operator mesin, dsb, legal untuk di borongkan.
5. Pasal 66 UUK 13, terkait jenis pekerjaan inti (core produksi) yang tidak diperbolehkan di kerjakan oleh Outsourcing dihapus juga dalam RUU Ciker, hal ini tentunya secara tidak langsung menghilangkan kewajiban pemberi kerja untuk menjadikan buruh sebagai karyawan tetap dalam lingkaran core produksi dalam suatu perusahaan.
*(val)