Presiden AS Donald Trump menuding aksi unjuk rasa Black Lives Matter sebagai "kekerasan yang kejam" karena hendak menyingkirkan sejumlah simbol rasialisme.
Hal itu dikatakannya saat mengunjungi Monumen Nasional Gunung Rushmore, Dakota Selatan, AS, untuk menghadiri pesta kembang api perayaan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat yang jatuh pada 4 Juli 2020.
Di Monumen Nasional Gunung Rushmore, Black Hills, itu terpahat patung wajah empat presiden AS, yakni George Washington, Thomas Jefferson, Theodore Roosevelt, dan Abraham Lincoln.
Saat perayaan malam 4 Juli itu, dikutip dari AFP, ribuan orang penuh sesak datang ke lokasi. Sebagian dari massa meneriakkan "empat tahun lagi", merujuk pada masa jabatan kepresidenan. Hanya beberapa di antaranya mengenakan masker. Tak ada jaga jarak.
Saat berbicara di hadapan para pendukungnya itu, Presiden Trump meminta mereka untuk membela "integritas" Amerika. Dia menuding pengunjuk rasa 'black lives matter' menggelar "aksi tanpa belas kasihan untuk menghapus sejarah kita, mencemarkan nama baik pahlawan kita, menghapus nilai-nilai kita, dan mengindoktrinasi anak-anak kita."
"Kerusuhan yang kita saksikan di jalan-jalan dan kota-kota, adalah hasil yang dapat diprediksi dari indoktrinasi ekstrem dan bias dalam pendidikan, jurnalisme, dan lembaga budaya lainnya," kata Trump.
Sebelumnya, rangkaian aksi 'black lives matter' mengguncang semua negara bagian Amerika, dan juga di berbagai negara, sebagai respons atas kebrutalan polisi yang membuat nyawa George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika, melayang, pada 25 Mei 2020.
Dalam rangkaian aksi itu, massa mencoba merombak simbol-simbol Perang Saudara Amerika yang dianggap pro-perbudakan, memindahkan patung-patungnya.
Trump pun berjanji tak akan merusak Gunung Rushmore, dan tidak akan pernah menghapuskan polisi atau haknya untuk membawa senjata.
"Mereka (demonstran) ingin membungkam kita, tetapi kita tidak akan dibungkam," cetusnya, disambut sorak-sorai pendukung.
Ia menambahkan bahwa sudah waktunya untuk "berbicara dengan keras, kuat, kencang, dan mempertahankan integritas negara kita."
"Yang terbaik belum tiba," kata Trump, sambil berjanji untuk mendirikan "taman di luar ruangan yang luas yang akan menampilkan patung-patung orang Amerika terhebat yang pernah ada".
Diketahui, monumen empat wajah Presiden AS di Black Hills itu dibangun pada 1927 dan selesai pada 1941. Black Hills sendiri merupakan tempat sakral bagi penduduk asli yang mencapai 60 suku.
Lahan di daerah ini diambil oleh pemerintah AS sejak temuan emas di wilayah ini pada 1870-an. 50 tahun kemudian, Mahkamah Agung AS menyebut penduduk Sioux belum menerima kompensasi atas pengambilan tanahnya.
"Masyarakat adat dan leluhur saya berjuang dan mati, dan menyerahkan nyawa mereka untuk melindungi tanah suci ini, dan meledakkan gunung dan menempatkan wajah empat pria kulit putih yang merupakan penjajah yang melakukan genosida terhadap penduduk asli," cetus Nick Tilsen, pendiri dan CEO NDN Collective, sebuah organisasi nirlaba yang mendukung masyarakat adat.
"Sebagai orang Amerika, menganggap itu bukan sebagai kemarahan mutlak adalah konyol," imbuhnya.*(val)
Hal itu dikatakannya saat mengunjungi Monumen Nasional Gunung Rushmore, Dakota Selatan, AS, untuk menghadiri pesta kembang api perayaan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat yang jatuh pada 4 Juli 2020.
Di Monumen Nasional Gunung Rushmore, Black Hills, itu terpahat patung wajah empat presiden AS, yakni George Washington, Thomas Jefferson, Theodore Roosevelt, dan Abraham Lincoln.
Saat perayaan malam 4 Juli itu, dikutip dari AFP, ribuan orang penuh sesak datang ke lokasi. Sebagian dari massa meneriakkan "empat tahun lagi", merujuk pada masa jabatan kepresidenan. Hanya beberapa di antaranya mengenakan masker. Tak ada jaga jarak.
Saat berbicara di hadapan para pendukungnya itu, Presiden Trump meminta mereka untuk membela "integritas" Amerika. Dia menuding pengunjuk rasa 'black lives matter' menggelar "aksi tanpa belas kasihan untuk menghapus sejarah kita, mencemarkan nama baik pahlawan kita, menghapus nilai-nilai kita, dan mengindoktrinasi anak-anak kita."
"Kerusuhan yang kita saksikan di jalan-jalan dan kota-kota, adalah hasil yang dapat diprediksi dari indoktrinasi ekstrem dan bias dalam pendidikan, jurnalisme, dan lembaga budaya lainnya," kata Trump.
Sebelumnya, rangkaian aksi 'black lives matter' mengguncang semua negara bagian Amerika, dan juga di berbagai negara, sebagai respons atas kebrutalan polisi yang membuat nyawa George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika, melayang, pada 25 Mei 2020.
Dalam rangkaian aksi itu, massa mencoba merombak simbol-simbol Perang Saudara Amerika yang dianggap pro-perbudakan, memindahkan patung-patungnya.
Trump pun berjanji tak akan merusak Gunung Rushmore, dan tidak akan pernah menghapuskan polisi atau haknya untuk membawa senjata.
"Mereka (demonstran) ingin membungkam kita, tetapi kita tidak akan dibungkam," cetusnya, disambut sorak-sorai pendukung.
Ia menambahkan bahwa sudah waktunya untuk "berbicara dengan keras, kuat, kencang, dan mempertahankan integritas negara kita."
"Yang terbaik belum tiba," kata Trump, sambil berjanji untuk mendirikan "taman di luar ruangan yang luas yang akan menampilkan patung-patung orang Amerika terhebat yang pernah ada".
Diketahui, monumen empat wajah Presiden AS di Black Hills itu dibangun pada 1927 dan selesai pada 1941. Black Hills sendiri merupakan tempat sakral bagi penduduk asli yang mencapai 60 suku.
Lahan di daerah ini diambil oleh pemerintah AS sejak temuan emas di wilayah ini pada 1870-an. 50 tahun kemudian, Mahkamah Agung AS menyebut penduduk Sioux belum menerima kompensasi atas pengambilan tanahnya.
"Masyarakat adat dan leluhur saya berjuang dan mati, dan menyerahkan nyawa mereka untuk melindungi tanah suci ini, dan meledakkan gunung dan menempatkan wajah empat pria kulit putih yang merupakan penjajah yang melakukan genosida terhadap penduduk asli," cetus Nick Tilsen, pendiri dan CEO NDN Collective, sebuah organisasi nirlaba yang mendukung masyarakat adat.
"Sebagai orang Amerika, menganggap itu bukan sebagai kemarahan mutlak adalah konyol," imbuhnya.*(val)