Makassar, Corong Demokrasi,- Tepat hari ini, 25 tahun yang lalu, terjadi peristiwa yang tidak akan pernah terlupakan dalam kehidupan berdemokrasi bangsa ini. Ia dikenang dengan sebutan "Kudatuli" akronim dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli.
Berawal dari campur tangan pemerintah rezim Orde Baru terhadap internal Partai Demokrasi Indonesia. Upaya rezim orba untuk membungkam riak-riak perlawanan, termasuk dengan mengutak-ngatik Pimpinan Partai berlambang Banteng tersebut.
Singkat cerita, kerusuhan yang terjadi akibat penyerangan dan perebutan Kantor DPP PDI Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat, yang telah dikuasai oleh kubu Megawati hasil Kongres Surabaya dan Munas Jakarta oleh kelompok pendukung Soeryadi Ketua Umum PDI hasil Kongres Medan.
Peristiwa itu juga menjadi titik penting perlawanan rakyat hingga terjadi sejarah Reformasi pada tahun 1998.
Ketua DPD Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Sulawesi Selatan, Arsony saat ditemui dirumahnya menuturkan "Peristiwa Kudatuli adalah sebuah awal tonggak sejarah bagi demokrasi. Kala itu letupan-letupan perlawanan rakyat menjadi tumpukan amarah rakyat terhadap rezim orde baru yang terkenal fasis," ungkapnya.
"Peristiwa Kudatuli memberikan gambaran bagaimana perjuangan perebutan demokrasi dari pemimpin tangan besi yang berkuasa selama 32 tahun. Banyak inspirasi disitu, banyak tokoh yang dilahirkan dari peristiwa itu, pungkas Arsony.
Ketua DPD Repdem Sulsel itu menghimbau, agar generasi muda saat ini harus lebih paham sejarah. "Sebab demokrasi yang kita rasakan hari ini, sangat mahal. Demokrasi ini mengorbankan banyak nyawa dan darah, mulai dari penembakan, pembunuhan, hingga penculikan terhadap para pejuang demokrasi. 13 Aktifis hilang bahkan sampai hari ini tak ditemukan," ucap Sony sapaan akrabnya.
"Generasi kini tidak boleh ahistory, mereka sejak dini harus diajarkan sejarah seperti kata Soekarno 'Jas Merah'. Agar genarasi muda khususnya, paham tentang sejarah perjuangan demokrasi yang kita nikmati hari ini," tuturnya.
Lanjut Sony, "Kaum muda atau kaum milenial hari ini harus melek politik. Sebab keterlibatan generasi milenial di dunia politik menjadi proses regenerasi kepemimpinan bagi bangsa dan negara. Tapi ingat ! Harus paham sejarah dong, bukan berpolitik asal-asalan. Harus mengikuti semua jenjang kader agar tidak menjadi penumpang gelap dalam sejarah," tutupnya.
Berawal dari campur tangan pemerintah rezim Orde Baru terhadap internal Partai Demokrasi Indonesia. Upaya rezim orba untuk membungkam riak-riak perlawanan, termasuk dengan mengutak-ngatik Pimpinan Partai berlambang Banteng tersebut.
Singkat cerita, kerusuhan yang terjadi akibat penyerangan dan perebutan Kantor DPP PDI Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat, yang telah dikuasai oleh kubu Megawati hasil Kongres Surabaya dan Munas Jakarta oleh kelompok pendukung Soeryadi Ketua Umum PDI hasil Kongres Medan.
Peristiwa itu juga menjadi titik penting perlawanan rakyat hingga terjadi sejarah Reformasi pada tahun 1998.
Ketua DPD Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Sulawesi Selatan, Arsony saat ditemui dirumahnya menuturkan "Peristiwa Kudatuli adalah sebuah awal tonggak sejarah bagi demokrasi. Kala itu letupan-letupan perlawanan rakyat menjadi tumpukan amarah rakyat terhadap rezim orde baru yang terkenal fasis," ungkapnya.
"Peristiwa Kudatuli memberikan gambaran bagaimana perjuangan perebutan demokrasi dari pemimpin tangan besi yang berkuasa selama 32 tahun. Banyak inspirasi disitu, banyak tokoh yang dilahirkan dari peristiwa itu, pungkas Arsony.
Ketua DPD Repdem Sulsel itu menghimbau, agar generasi muda saat ini harus lebih paham sejarah. "Sebab demokrasi yang kita rasakan hari ini, sangat mahal. Demokrasi ini mengorbankan banyak nyawa dan darah, mulai dari penembakan, pembunuhan, hingga penculikan terhadap para pejuang demokrasi. 13 Aktifis hilang bahkan sampai hari ini tak ditemukan," ucap Sony sapaan akrabnya.
"Generasi kini tidak boleh ahistory, mereka sejak dini harus diajarkan sejarah seperti kata Soekarno 'Jas Merah'. Agar genarasi muda khususnya, paham tentang sejarah perjuangan demokrasi yang kita nikmati hari ini," tuturnya.
Lanjut Sony, "Kaum muda atau kaum milenial hari ini harus melek politik. Sebab keterlibatan generasi milenial di dunia politik menjadi proses regenerasi kepemimpinan bagi bangsa dan negara. Tapi ingat ! Harus paham sejarah dong, bukan berpolitik asal-asalan. Harus mengikuti semua jenjang kader agar tidak menjadi penumpang gelap dalam sejarah," tutupnya.
*(val/red)