JAKARTA,- Tim Penasihat Hukum eks mempora Imam Nahrawi mengisyaratkan bakal menempuh upaya hukum banding atas vonis tujuh tahun dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dalam kasus suap dan gratifikasi dana hibah KONI.
Anggota penasihat hukum Imam, Wa Ode Nur Zainab, mengungkapkan kliennya merasa kecewa atas hukuman tersebut karena tidak mempertimbangkan segala fakta persidangan yang ada.
"Jadi, semalam telah kita diskusikan, bicara dengan beliau. Semangatnya akan ke sana, ya. Tapi ini kan masih berproses selama 7 hari,"pungkas Wa Ode di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 30/06/2020.
Wa Ode mengklaim dalam fakta persidangan tidak ada saksi yang menyebut bahwa Imam meminta dan menerima uang.
Untuk putusan hakim, menurut dia, sama sekali tidak mengakomodasi pembelaan yang telah disampaikan pihaknya, melainkan hanya mengikuti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Nah, perkara pak Imam itu clear asumsi. Jadi, hakim hanya berdasarkan petunjuk. Bukti petunjuk itu harusnya diperoleh dari fakta saksi, fakta surat misalnya. Kalau dari alat bukti 184 KUHAP itu namanya bukti petunjuk itu berada pada level terbawah. Jadi, enggak mungkin kemudian orang di hukum karena petunjuk," tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas, Ali fikri selaku Juru Bicara Penindakan KPK, menyatakan lembaganya menghormati putusan majelis hakim.
"Jika terdakwa tidak menerima putusan tentu silakan melakukan upaya hukum banding," jelas Ali.
Lili pintauli Siregar sebagai Wakil Ketua KPK, menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan rapat koordinasi guna menindaklanjuti pengakuan Imam soal uang Rp11,5 miliar yang turut dinikmati pihak lain.
"Terkait pengembangan kasus, kita akan rapat minggu depan untuk mendalami hal tersebut dengan seluruh penyidik, para direktur, deputi, apakah kemudian informasi itu bisa dikembangkan atau tidak," ungkap Lili di kantornya.
Anggota penasihat hukum Imam, Wa Ode Nur Zainab, mengungkapkan kliennya merasa kecewa atas hukuman tersebut karena tidak mempertimbangkan segala fakta persidangan yang ada.
"Jadi, semalam telah kita diskusikan, bicara dengan beliau. Semangatnya akan ke sana, ya. Tapi ini kan masih berproses selama 7 hari,"pungkas Wa Ode di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 30/06/2020.
Wa Ode mengklaim dalam fakta persidangan tidak ada saksi yang menyebut bahwa Imam meminta dan menerima uang.
Untuk putusan hakim, menurut dia, sama sekali tidak mengakomodasi pembelaan yang telah disampaikan pihaknya, melainkan hanya mengikuti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Nah, perkara pak Imam itu clear asumsi. Jadi, hakim hanya berdasarkan petunjuk. Bukti petunjuk itu harusnya diperoleh dari fakta saksi, fakta surat misalnya. Kalau dari alat bukti 184 KUHAP itu namanya bukti petunjuk itu berada pada level terbawah. Jadi, enggak mungkin kemudian orang di hukum karena petunjuk," tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas, Ali fikri selaku Juru Bicara Penindakan KPK, menyatakan lembaganya menghormati putusan majelis hakim.
"Jika terdakwa tidak menerima putusan tentu silakan melakukan upaya hukum banding," jelas Ali.
Lili pintauli Siregar sebagai Wakil Ketua KPK, menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan rapat koordinasi guna menindaklanjuti pengakuan Imam soal uang Rp11,5 miliar yang turut dinikmati pihak lain.
"Terkait pengembangan kasus, kita akan rapat minggu depan untuk mendalami hal tersebut dengan seluruh penyidik, para direktur, deputi, apakah kemudian informasi itu bisa dikembangkan atau tidak," ungkap Lili di kantornya.
Imam Nahrawi divonis pidana 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsidair 3 bulan kurungan. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp18.154.230.882 kepada Imam dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dinilai telah terbukti menerima Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,3 miliar untuk mempercepat pencairan dana hibah KONI.
Usai putusan dibacakan, Imam menantang KPK dan hakim membongkar aliran uang Rp11,5 miliar dana hibah KONI.
Imam kukuh membantah telah menerima dan menikmati uang tersebut sebagaimana putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Yang Mulia mohon izin melanjutkan pengusutan Rp11,5 miliar, kami mohon Yang Mulia ini jangan dibiarkan. Kami tentu harus mempertimbangkan untuk ini segala dibongkar ke akar-akarnya. Karena saya demi Allah saya enggak menerima Rp11,5 miliar," kata Imam sesaat diberi kesempatan menanggapi putusan hakim, Pengadilan Tipikor Jakarta.(29/06/2020)
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dinilai telah terbukti menerima Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,3 miliar untuk mempercepat pencairan dana hibah KONI.
Usai putusan dibacakan, Imam menantang KPK dan hakim membongkar aliran uang Rp11,5 miliar dana hibah KONI.
Imam kukuh membantah telah menerima dan menikmati uang tersebut sebagaimana putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Yang Mulia mohon izin melanjutkan pengusutan Rp11,5 miliar, kami mohon Yang Mulia ini jangan dibiarkan. Kami tentu harus mempertimbangkan untuk ini segala dibongkar ke akar-akarnya. Karena saya demi Allah saya enggak menerima Rp11,5 miliar," kata Imam sesaat diberi kesempatan menanggapi putusan hakim, Pengadilan Tipikor Jakarta.(29/06/2020)
*(val)