MAKASSAR,- Pemerintah Indonesia telah meminta pemerintah China untuk mendatangkan warganya yang akan menjadi saksi penyelidikan kasus dugaan eksploitasi anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan milik China.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan permintaan itu telah disampaikan kepada Kedutaan Besar China di Jakarta agar dapat diteruskan ke Beijing.
Dugaan eksploitasi dan perlakuan tidak manusiawi oleh kapal ikan China terhadap ABK WNI ini terungkap pertama kali sekitar Mei lalu.
Dugaan eksploitasi terungkap pertama kali dari laporan media Korea Selatan, MBC. Stasiun televisi tersebut pertama kali menerima informasi dugaan eksploitasi dari laporan sejumlah WNI ABK yang bekerja di suatu kapal ikan berbendera China.
Dalam kesaksian kepada MBC, sejumlah WNI ABK mengaku diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut mulai dari bekerja hingga 18 30-jam, tidak diberi makanan layak, waktu istirahat yang minim, hingga pemberian upah yang tidak sesuai kontrak.
Sebanyak empat WNI ABK juga dikabarkan meninggal dunia di atas kapal karena sakit, salah satunya bernama Ari (24). Jasadnya dibuang begitu saja di tengah laut dengan upacara seadanya.
Para WNI ABK ini berhasil mengadu kepada media setelah turun dari kapal di Busan, Korea Selatan, bersama belasan rekannya yang lain.
Tak hanya di kapal Longxing 629, dugaan eksploitais dan perlakuan tidak manusiawi juga diterima puluhan ABK WNI di tiga kapal ikan China lainnya.
Secara keseluruhan ada 46 WNI ABK yang bekerja di empat kapal ikan milik China yakni 15 orang di kapal Longxin 629, delapan orang di Longxin 605, 20 orang di Longxin 606, dan tiga orang di Kapal Tian Yu 8.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan permintaan itu telah disampaikan kepada Kedutaan Besar China di Jakarta agar dapat diteruskan ke Beijing.
Dugaan eksploitasi dan perlakuan tidak manusiawi oleh kapal ikan China terhadap ABK WNI ini terungkap pertama kali sekitar Mei lalu.
Dugaan eksploitasi terungkap pertama kali dari laporan media Korea Selatan, MBC. Stasiun televisi tersebut pertama kali menerima informasi dugaan eksploitasi dari laporan sejumlah WNI ABK yang bekerja di suatu kapal ikan berbendera China.
Dalam kesaksian kepada MBC, sejumlah WNI ABK mengaku diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut mulai dari bekerja hingga 18 30-jam, tidak diberi makanan layak, waktu istirahat yang minim, hingga pemberian upah yang tidak sesuai kontrak.
Sebanyak empat WNI ABK juga dikabarkan meninggal dunia di atas kapal karena sakit, salah satunya bernama Ari (24). Jasadnya dibuang begitu saja di tengah laut dengan upacara seadanya.
Para WNI ABK ini berhasil mengadu kepada media setelah turun dari kapal di Busan, Korea Selatan, bersama belasan rekannya yang lain.
Tak hanya di kapal Longxing 629, dugaan eksploitais dan perlakuan tidak manusiawi juga diterima puluhan ABK WNI di tiga kapal ikan China lainnya.
Secara keseluruhan ada 46 WNI ABK yang bekerja di empat kapal ikan milik China yakni 15 orang di kapal Longxin 629, delapan orang di Longxin 605, 20 orang di Longxin 606, dan tiga orang di Kapal Tian Yu 8.
"Dari sisi penegakan hukum, Bareskrim Polri telah menetapkan 3 tersangka atas kasus dugaan eksploitasi ABK WNI di kapal Longxin 629. Guna melengkapi investigasi pemerintah telah resmi meminta dihadirkannya warga Republik Rakyat Tiongkok (China) sebagai saksi untuk kasus ini," kata Retno dalam jumpa pers virtual Kemenlu.(10/7/2020)
Selain mendatangkan saksi, Retno menuturkan pemerintah juga berhasil mengeluarkan akta kematian bagi ABK WNI yang meninggal di atas kapal. Akta kematian tersebut, papar Retno, penting menjadi syarat agar jaminan asuransi perusahaan bisa diterima oleh keluarga korban.
Sejauh ini, Retno menuturkan baik Indonesia dan China masih terus menyelidiki kasus ini.
"Kami akan terus secara konsisten menegakkan keadilan bagi para ABK WNI yang telah menjadi korban eksploitasi termasuk melalui kerja sama hukum antara Indonesia-China," kata Retno.
Selain mendatangkan saksi, Retno menuturkan pemerintah juga berhasil mengeluarkan akta kematian bagi ABK WNI yang meninggal di atas kapal. Akta kematian tersebut, papar Retno, penting menjadi syarat agar jaminan asuransi perusahaan bisa diterima oleh keluarga korban.
Sejauh ini, Retno menuturkan baik Indonesia dan China masih terus menyelidiki kasus ini.
"Kami akan terus secara konsisten menegakkan keadilan bagi para ABK WNI yang telah menjadi korban eksploitasi termasuk melalui kerja sama hukum antara Indonesia-China," kata Retno.
*(red)