MAKASSAR,- Anggota DPR RI memperingatkan Kementerian Pertanian akan potensi kegagalan proyek lumbung pangan (food estate) di provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra Endang Setyawati Thohari mengaku khawatir dengan rencana pemerintah melaksanakan proyek tersebut. Pasalnya, tanah gambut di kawasan Kalimantan memiliki kadar PH di bawah 5.
Padahal, tanah yang cocok untuk ditanami padi memerlukan PH netral kisaran 6-7. "Kami kok khawatir bisa menghasilkan produktivitas sampai 5 ton per hektare, padahal tanahnya banyak gambut, jangan terlalu overestimate (menaksir berlebihan)," ucapnya pada rapat kerja dengan Kementerian Pertanian.(7/7/2020)
Kekhawatiran serupa disampaikan anggota Komisi IV Fraksi PDIP Mindo Sianipar. Ia menilai proyek food estate sarat kegagalan dan tidak efektif. Pasalnya, demi menaikkan PH keasaman tanah diperlukan campuran pupuk dolomit 3 ton.
"Pak Menteri saya engga yakin ini bisa berhasil, jeblok nanti karena kondisi tanah di sana, PH sekitar 3, dibutuhkan 3 ton dolomit untuk meningkatkan PH-nya. Kemudian dengan PH yang asam, kita tidak punya varietas," paparnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjawab kekhawatiran tersebut. Ia menyatakan tanah yang akan digunakan untuk food estate bukan lahan rawa atau gambut, melainkan aluvial.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra Endang Setyawati Thohari mengaku khawatir dengan rencana pemerintah melaksanakan proyek tersebut. Pasalnya, tanah gambut di kawasan Kalimantan memiliki kadar PH di bawah 5.
Padahal, tanah yang cocok untuk ditanami padi memerlukan PH netral kisaran 6-7. "Kami kok khawatir bisa menghasilkan produktivitas sampai 5 ton per hektare, padahal tanahnya banyak gambut, jangan terlalu overestimate (menaksir berlebihan)," ucapnya pada rapat kerja dengan Kementerian Pertanian.(7/7/2020)
Kekhawatiran serupa disampaikan anggota Komisi IV Fraksi PDIP Mindo Sianipar. Ia menilai proyek food estate sarat kegagalan dan tidak efektif. Pasalnya, demi menaikkan PH keasaman tanah diperlukan campuran pupuk dolomit 3 ton.
"Pak Menteri saya engga yakin ini bisa berhasil, jeblok nanti karena kondisi tanah di sana, PH sekitar 3, dibutuhkan 3 ton dolomit untuk meningkatkan PH-nya. Kemudian dengan PH yang asam, kita tidak punya varietas," paparnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjawab kekhawatiran tersebut. Ia menyatakan tanah yang akan digunakan untuk food estate bukan lahan rawa atau gambut, melainkan aluvial.
Dari total lahan garapan 148 ribu hektare, Syahrul menyebut baru 30 ribu di antaranya yang siap ditanam Oktober mendatang. Sementara sisanya menunggu kesiapan sistem pengairan yang akan dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Ia yakin dengan perbaikan pemupukan dan sistem pengairan yang tepat, pemerintah dapat menggenjot hasil panen dari saat ini di kisaran 2-3 ton menjadi 4-5 ton per hektare lahan.
Lebih lanjut, ia juga menyatakan pihaknya akan memberi tambahan nilai panen petani dengan menyertakan alat mesin pertanian (alsintan), saprodi (pupuk dan bibit), serta Rice Mulling Unit (RMU). Dengan tambahan itu diharapkan produk yang dipasarkan akan berupa beras kemasan dan bukan gabah.
"Khusus untuk 2020, alokasi program kami pada lahan eksisting bukan lagi rawa, lahan aluvial itu 30 ribu hektare dan bentuknya food estate, di ujung proses ada RMU, awal proses ada alsintan," jelasnya.
*(red)
Ia yakin dengan perbaikan pemupukan dan sistem pengairan yang tepat, pemerintah dapat menggenjot hasil panen dari saat ini di kisaran 2-3 ton menjadi 4-5 ton per hektare lahan.
Lebih lanjut, ia juga menyatakan pihaknya akan memberi tambahan nilai panen petani dengan menyertakan alat mesin pertanian (alsintan), saprodi (pupuk dan bibit), serta Rice Mulling Unit (RMU). Dengan tambahan itu diharapkan produk yang dipasarkan akan berupa beras kemasan dan bukan gabah.
"Khusus untuk 2020, alokasi program kami pada lahan eksisting bukan lagi rawa, lahan aluvial itu 30 ribu hektare dan bentuknya food estate, di ujung proses ada RMU, awal proses ada alsintan," jelasnya.
*(red)