Makassar, Corong Demokrasi,- Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyatakan komitmennya untuk melindungi para tenaga kesehatan (nakes) agar tidak gugur dalam bertugas menangani pandemi COVID-19.
Hal itu ditegaskan Doni saat melakukan pertemuan bersama para perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (16/7).
“Komitmen dari awal. Kami tidak ingin ada lagi tenaga kesehatan yang gugur (akibat menangani pandemi COVID-19),” tegas Doni.
Menurut Doni, komitmen yang sudah diwujudkan pemerintah sebagai contoh adalah melalui beberapa upaya nyata seperti menyediakan tempat istirahat dan relaksasi bagi tenaga medis seperti Hotel Grand Surabaya.
Selain sebagai tempat relaksasi, tujuan difungsikannya hotel tersebut juga untuk menghindari penularan yang berpotensi terjadi apabila para tenaga medis langsung pulang ke rumah setelah bertugas.
"Bagaimapun pemerintah dapat memberikan pelayanan bagi para dokter agar memiliki cukup waktu untuk istirahat.
Karena kalau dokter langsung pulang ke rumah, maka penularan kepada keluarga memiliki potensi yang sangat tinggi,” jelas Doni.
Dalam hal ini, pengoperasian dan monitoring beberapa tempat relaksasi bagi para tenaga medis seperti Hotel Grand Surabaya Ini akan dikoordinir oleh Pangkogabwilhan II. Sehingga dapat dipastikan bahwa kondisi terjamin aman dan nyaman.
Selain itu, Doni juga memberikan jaminan dukungan donasi bagi tenaga medis yang telah gugur dalam menangani pandemi COVID-19. Bantuan tersebut, kata Doni tidak hanya dari pemerintah, namun juga dari pihak swasta, meski memang ada yang masih dalam proses.
"Kami telah meyiapkan suatu dukungan yang masih dalam proses. Ada pihak swasta yang memberikan donasi senilai 100 miliar yang akan diprioritaskan untuk para tenaga medis yang wafat. Hal itu di luar bantuan dari pemerintah,” jelas Doni.
Di sisi lain, dalam upaya penanganan COVID-19, Doni yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta agar Rumah Sakit memiliki sistem yang lebih baik. Sehingga dalam hal ini tenaga medis dan kesehatan lainnya dapat lebih optimal bekerja dari segi waktu dan kualitas.
Selain itu, dia juga meminta agar tidak semua pasien suspek dicampur dengan mereka yang dinyatakan positif COVID-19.
"Kami berharap Rumah Sakir dapat memilki sistem yang lebih baik, kalau Pasien Dalam Perawatan (PDP) masih dikelompokkan dengan mereka yang positif COVID-19 maka sama saja membiarkan penularan menjadi semakin parah,” tegas Doni.
Sebagai panglima perang melawan COVID-19, Doni tidak ingin lagi para dokter dan tenaga medis menjadi korban. Ibarat perang, Doni menganggap bahwa mereka adalah senjata yang paling penting.
"Kita sangat ingin agar dokter tidak ada yang jadi korban. Ibarat perang, dokter adalah senjata kita yang paling penting
Dari awal kita sudah membantu dan mendukung dengan hal terbaik bagi para dokter,” kata Doni.
Dalam hal ini, Doni juga mendapat laporan bahwa para dokter yang gugur justru bukan dari mereka yang menangani COVID-19 seperti dokter gigi, dokter umum lainnya. Beberapa di antaranya dinyatakan terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 karena melayani pasien yang ternyata mereka adalah Orang Tanpa Gejala.
Oleh sebab itu, dia juga meminta agar apapun peran dokternya harus memakai APD ketika melayani masyarakat. Selain itu, Doni juga mengimbau agar pembagian waktu praktek dibatasi sehingga potensi penularan dapat dicegah.
"Harus dibatasi dokter yang melayani penanganan COVID-19 harus dibatasi hanya beberapa jam. Apabila perlu dapat dibantu dari luar wilayah Surabaya,” terang Doni.
Sebagaimana yang terus dikatakan Doni Monardo bahwa tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, tenaga laboratorium, tenaga farmasi dan sebagainya adalah garda terakhir dalam peperangan melawan COVID-19. Dalam hal ini masyarakat justru menjadi garda terdepan, sebagai penentu apakah dokter harus menangani mereka atau tidak.
"Oleh sebab itu, masyarakat juga diharapkan dapat menggalakkan pencegahan penyebaran COVID-19 melalui penerapan protokol kesehatan dengan baik dan disiplin. Selain itu juga dengan menjaga daya tahan tubuh dan imunitas melalui aktivitas olahraga dan mengkonsumsi makanan yang bergizi," tutup Doni.
“Komitmen dari awal. Kami tidak ingin ada lagi tenaga kesehatan yang gugur (akibat menangani pandemi COVID-19),” tegas Doni.
Menurut Doni, komitmen yang sudah diwujudkan pemerintah sebagai contoh adalah melalui beberapa upaya nyata seperti menyediakan tempat istirahat dan relaksasi bagi tenaga medis seperti Hotel Grand Surabaya.
Selain sebagai tempat relaksasi, tujuan difungsikannya hotel tersebut juga untuk menghindari penularan yang berpotensi terjadi apabila para tenaga medis langsung pulang ke rumah setelah bertugas.
"Bagaimapun pemerintah dapat memberikan pelayanan bagi para dokter agar memiliki cukup waktu untuk istirahat.
Karena kalau dokter langsung pulang ke rumah, maka penularan kepada keluarga memiliki potensi yang sangat tinggi,” jelas Doni.
Dalam hal ini, pengoperasian dan monitoring beberapa tempat relaksasi bagi para tenaga medis seperti Hotel Grand Surabaya Ini akan dikoordinir oleh Pangkogabwilhan II. Sehingga dapat dipastikan bahwa kondisi terjamin aman dan nyaman.
Selain itu, Doni juga memberikan jaminan dukungan donasi bagi tenaga medis yang telah gugur dalam menangani pandemi COVID-19. Bantuan tersebut, kata Doni tidak hanya dari pemerintah, namun juga dari pihak swasta, meski memang ada yang masih dalam proses.
"Kami telah meyiapkan suatu dukungan yang masih dalam proses. Ada pihak swasta yang memberikan donasi senilai 100 miliar yang akan diprioritaskan untuk para tenaga medis yang wafat. Hal itu di luar bantuan dari pemerintah,” jelas Doni.
Di sisi lain, dalam upaya penanganan COVID-19, Doni yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta agar Rumah Sakit memiliki sistem yang lebih baik. Sehingga dalam hal ini tenaga medis dan kesehatan lainnya dapat lebih optimal bekerja dari segi waktu dan kualitas.
Selain itu, dia juga meminta agar tidak semua pasien suspek dicampur dengan mereka yang dinyatakan positif COVID-19.
"Kami berharap Rumah Sakir dapat memilki sistem yang lebih baik, kalau Pasien Dalam Perawatan (PDP) masih dikelompokkan dengan mereka yang positif COVID-19 maka sama saja membiarkan penularan menjadi semakin parah,” tegas Doni.
Sebagai panglima perang melawan COVID-19, Doni tidak ingin lagi para dokter dan tenaga medis menjadi korban. Ibarat perang, Doni menganggap bahwa mereka adalah senjata yang paling penting.
"Kita sangat ingin agar dokter tidak ada yang jadi korban. Ibarat perang, dokter adalah senjata kita yang paling penting
Dari awal kita sudah membantu dan mendukung dengan hal terbaik bagi para dokter,” kata Doni.
Dalam hal ini, Doni juga mendapat laporan bahwa para dokter yang gugur justru bukan dari mereka yang menangani COVID-19 seperti dokter gigi, dokter umum lainnya. Beberapa di antaranya dinyatakan terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 karena melayani pasien yang ternyata mereka adalah Orang Tanpa Gejala.
Oleh sebab itu, dia juga meminta agar apapun peran dokternya harus memakai APD ketika melayani masyarakat. Selain itu, Doni juga mengimbau agar pembagian waktu praktek dibatasi sehingga potensi penularan dapat dicegah.
"Harus dibatasi dokter yang melayani penanganan COVID-19 harus dibatasi hanya beberapa jam. Apabila perlu dapat dibantu dari luar wilayah Surabaya,” terang Doni.
Sebagaimana yang terus dikatakan Doni Monardo bahwa tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, tenaga laboratorium, tenaga farmasi dan sebagainya adalah garda terakhir dalam peperangan melawan COVID-19. Dalam hal ini masyarakat justru menjadi garda terdepan, sebagai penentu apakah dokter harus menangani mereka atau tidak.
"Oleh sebab itu, masyarakat juga diharapkan dapat menggalakkan pencegahan penyebaran COVID-19 melalui penerapan protokol kesehatan dengan baik dan disiplin. Selain itu juga dengan menjaga daya tahan tubuh dan imunitas melalui aktivitas olahraga dan mengkonsumsi makanan yang bergizi," tutup Doni.
*(red)