Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita


Penetapan Darurat Sipil Dapat Mengancam Kehidupan Masyarakat

March 31, 2020 Last Updated 2020-03-31T15:21:48Z

MAKASSAR,- Penyebaran virus corona atau Covid 19 yang masif dan sulit dideteksi membuat pemerintah benar-benar bekerja keras mengatasinya. Sejauh ini, kebijakan untuk mengatasi wabah adalah melakukan rapid test dan pembatasan fisik (physical distancing).

Andi Cibu Mattingara, mengkritisi rencana kebijakan selanjutnya yang akan diambil Presiden Jokowi untuk menangani wabah Covid 19, yakni menetapkan darurat sipil.

Mahasiswa Pascasarjana Hukum UMI ini mempertanyakan hubungan darurat sipil dengan pandemi virus Corona di Indonesia. Menurutnya status darurat sipil atau militer merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya.

"Jika penetapan darurat sipil oleh presiden maka secara tidak langsung menggunakan Perppu Nomor 23 Tahun 1959 sebab payung hukum darurat sipil diatur dalam Perppu tersebut, akan tetapi darurat sipil dalam Perppu itu tidak sejalan dengan kondisional saat ini, karena Perppu itu mempunyai basis history yang berbeda dengan situasi saat ini, yang secara historynya adalah darurat militer terhadap masa peperangan. oleh karena itu Perppu No. 23 Tahun 1959 memiliki semangat militeristik dan tersentral kepada pemerintah pusat sebagai penguasa darurat sipil/militer," ungkap Cibu sapaan akrabnya.

Dengan demikian hal inilah yang berbahaya menurutnya, sehingga penggunaan Perpu mesti hati-hati, sebab dapat mengancam kehidupan masyarakat, belum lagi dalam Perppu tersebut tidak di atur secara detail menganai hak-hak warga negara.

Lanjut Cibu yang juga Kabid di Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sulawesi Selatan, "Perppu No. 23 Tahun 1959 disebutkan penguasa darurat sipil berhak membatasi pertunjukan, percetakan, penerbitan serta perdagangan serta berhak mengetahui percakapan telepon dan melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi. penguasa darurat sipil membatasi orang di luar rumah dan berhak melarang semua kegiatan publik dengan dalih negara sedang darurat, tegasnya.

"Jelas ini sangat berbeda dengan karantina dalam mengatasi pandemik. Seharusnya pemerintah memberlakukan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan secara sungguh-sungguh dan melengkapi peraturan pendukungnya seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri, atau bahkan jika sangat memungkinkan agar aturannya dapat mencakup secara keseluruhan dengn keadaan genting pandemi Covid-19, maka menerbitkan Perppu tentang penanggulangan Covid 19 yang mewarisi UU No. 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan ditambah  UU No. 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit", tutup Andi Cibu Mattingara mahasiswa Pasca UMI yang mengambil konsentrasi Hukum Tata Negara.*(red)


×
Berita Terbaru Update