Penulis :
Eddy Dolla, S.Pd
(Ketua Komite Pusat GRD)
Eskalasi penolakan Omnibus Law terus meningkat di seluruh Indonesia. Pergerakan yang dilakukan oleh seluruh elemen rakyat saat ini terkait Penolakan Omnibus Law mulai digerogoti oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Saya selaku Ketua Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik (KP-GRD) menganggap bahwa upaya yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut melalui black campaign merupakan salah satu cara untuk memecah belah gerakan yang sudah dibangun dengan kekuatan yang masif.
Dan bisa jadi hal ini merupakan desain yang sengaja dilakukan oleh pihak pemerintah karena ketakutan dan kecemasan terhadap gerakan rakyat yang akan menolak Omnibus Law. Membuat situasi seolah konflik horizontal terjadi di kalangan masyarakat. Sehingga memecah konsentrasi simpul yang telah di jahit.
Secara organisasional kami dari Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik (KP-GRD) akan terus melakukan penolakan terhadap Omnibus Law terkhususnya di cluster ketenagakerjaan, dikarenakan banyak pasal yang merugikan buruh/pekerja.
Bahkan ini ada sangkut pautnya dengan program kampus merdeka ala Menteri Nadiem Makarim. Kampus merdeka hanya akan menjadikan para sarjana sebagai tenaga kerja murah, dikarenakan akan menumpuknya pengangguran bergelar sarjana.
Kami yang tergabung di aliansi Gerakan Rakyat Menolak (GERAM) Omnibus Law dan Aliansi Tolak RUU Cilaka (ATRC) telah mengkaji secara mendalam terkait draft usulan pemerintah ini. Dan hampir kesemuanya merugikan Buruh/Pekerja. Mulai dari Penghapusan Pesangon, dihapuskannya UMP, dibebaskannya Outsourching, tidak adanya batasan waktu kerja, hingga hilangnya jaring keamanan sosial.
Jelaslah bahwa resolusi pemerintah untuk menjawab tantangan zaman di tengah panasnya perang ekonomi global, malah menjadikan buruh/pekerja sebagai tumbal dan objek eksploitasi bahkan ini adalah pintu bagi perbudakan modern.