Kami dari aliansi Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan menuju Hari Perempuan Sedunia tahun 2020, mencatat sebanyak 538 perempuan di Sulawesi Selatan hingga hari ini mengalami berbagai macam bentuk kekerasan.
Diantaranya, sebanyak 16 Kasus kekerasan dalam rumah tangga, 15 kasus kekerasan seksual, 407 kasus kekerasan terhadap perempuan akibat konflik agraria yang berkepanjangan, peraturan daerah dan budaya yang diskriminatif di Sulawesi Selatan. Beberapa identitas perempuan yang menjadi korban kekerasan, yakni : Ibu Rumah Tangga, Mahasiswa, Petani, perempuan pesisir, buruh, orang dengan disabilitas dan kelompok rentan lainya.
Adapun aktor kasus kekerasan terhadap perempuan banyak dilakukan oleh aparat negara; polisi, brimob, TNI. Hal ini tidak terlepas dari adanya instruksi presiden yang menghimbau kepada aparat untuk terlibat dalam forum diskusi/konsolidasi rakyat, dimana masyarakat sangat rentan untuk di intimidasi dan kriminalisasi, situasi ini menunjukkan penghilangan ruang demokrasi rakyat dan tidak sejalan dengan Konstitusi Negara. Aktor lainnya
adalah Negara/Pemerintah melalui kebijakan dan program yang diskriminatif, Perusahaan/pemilik modal yang merampas ruang kelolah perempuan, media melalui pemberitaan negatif yang menyerang seksualitas perempuan termasuk ekspresi dan identitas gendernya.
Penyerangan kelompok minoritas yang dilakukan oleh kelompok fundamentalisme yang
mengatasnamakan Agama dan moralitas, serta pembungkaman suara kritis dan ruang demokrasi
mahasiswa yang dilakukan oleh pihak kampus.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kami organisasi Perempuan, organisasi bantuan hukum,
organisasi buruh, organisasi mahasiswa, organisasi lingkungan hidup, organisasi lintas iman
yang tergabung dalam gerakan rakyat Sulawesi Selatan menuju hari perempuan sedunia 2020,
menyatakan sikap :
1. Menolak semua regulasi yang tidak pro terhadap masyarakat khususnya Perempuan,
diantaranya : RUU Omnibus Law, RUU Ketahanan Keluarga, RUU Pertanahan, RUU
Minerba, dll).
2. Segera mengsahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual serta
RUU Kesetaran dan Keadilan Gender.
3. Menghentikan semua aktivitas reklamasi pantai di Kota Makassar untuk pembangunan pelabuhan Makassar New Port dan CPI yang merampas ruang kelolah nelayan tradisional dan perempuan pesisir.
4. Segera membuat dan membahas Peraturan Daerah yang melindungi, menghormati dan memenuhi Hak Perempuan Buruh Migran di Sulawesi Selatan.
5. Wujudkan reforma agraria sejati yang adil gender sebagai solusi konflik agraria yang struktural, kronis dan berdampak luas.
6. Mengecam segala bentuk pembungkaman hak bereskpresi di dalam kampus yang bertentangan dengan amanat konstitusi Negara dan mandat yang tertuang di dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM).
7. Mendesak Pemerintah untuk segera mencabut PERDA yang diskriminatif terhadap kelompok rentan seperti: Perempuan, Anak, Orang dengan HIV-AIDS, LGBT di beberapa Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan dan memberikan jaminan perlindungan kepada kelompok rentan tersebut.
8. Menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap perempuan Papua.
9. Mendesak pemerintah dan mengajak semua orang unuk menghentikan segala bentuk ujaran kebencian, diskriminasi dan kekerasan berdasarkan suku, agama, budaya, orientasi seksual, Identitas dan Ekspresi Gender.
10. Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis, petani, nelayan, buruh, Juru parkir dan kelompok
rentan lainnya.
11. Mengecam keras semua aksi intoleransi berupa tindakan kekerasan dan pemaksaan yang dilakukan kepada pemeluk agama apapun dan kelompok minoritas lainnya.
12. Tidak mempekerjakan buruh hamil di malam hari dan lakukan pemeriksaan atas banyaknya buruh hamil yang keguguran, serta mendukung pemogokan buruh es krim AICE- PT Alpen Food Industri.
13. Menolak kebijakan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kampus merdeka.
14. Mendesak Pemerintah dan atau pihak kampus untuk segera mengeluarkan SK tentang penanggulangan dan pencegahan kasus kekerasan seksual di kampus/universitas di Kota Makassar dengan megacu pada Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 5495 tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
15. Mengecam dan menolak segala bentuk kriminalisasi dan tindakan penangkapan yang
tidak manusiawi terhadap Pekerja Seks di Kota Makassar dan Mendesak Pemerintah untuk segera memberikan jaminan perlindungan dan pemberdayaan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya.
Berikut organisasi yang tergabung di dalamnya ;
SP Anging Mammiri, KPA Sulawesi Selatan, Lapar Sul-sel, Oase Intim, Yasmib Sulselbar, LBH Makassar, Walhi Sul-Sel, Komite Sahkan RUU PKS, Global Inklusi Perlindungan AIDS (GIPA), Komunitas Sehati Makassar (KSM), Komunitas Marginal (Komunal), Srikandi, Serikat Juru Parkir Makassar (SJPM), Gabungan Serikat Buruh Nusantara (GSBN), Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulsel, PMII Rayon FAI UMI, Pembebasan, PMII Gowa, PMII Sulawesi Selatan, PMII Rayon Syariat UIN, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI), Fosis, KSPB, KPI Cabang Makassar, Himasos, KPRM Makassar, FNKSDA, Seruan Perempuan, Jalin Harmoni Sulsel, Himasosiologi, Dara Lintas Iman, FMK Makassar, FPPI Makassar, dan AMP (Aliansi Mahasiswa Papua) Makassar.
*(red)
Diantaranya, sebanyak 16 Kasus kekerasan dalam rumah tangga, 15 kasus kekerasan seksual, 407 kasus kekerasan terhadap perempuan akibat konflik agraria yang berkepanjangan, peraturan daerah dan budaya yang diskriminatif di Sulawesi Selatan. Beberapa identitas perempuan yang menjadi korban kekerasan, yakni : Ibu Rumah Tangga, Mahasiswa, Petani, perempuan pesisir, buruh, orang dengan disabilitas dan kelompok rentan lainya.
Adapun aktor kasus kekerasan terhadap perempuan banyak dilakukan oleh aparat negara; polisi, brimob, TNI. Hal ini tidak terlepas dari adanya instruksi presiden yang menghimbau kepada aparat untuk terlibat dalam forum diskusi/konsolidasi rakyat, dimana masyarakat sangat rentan untuk di intimidasi dan kriminalisasi, situasi ini menunjukkan penghilangan ruang demokrasi rakyat dan tidak sejalan dengan Konstitusi Negara. Aktor lainnya
adalah Negara/Pemerintah melalui kebijakan dan program yang diskriminatif, Perusahaan/pemilik modal yang merampas ruang kelolah perempuan, media melalui pemberitaan negatif yang menyerang seksualitas perempuan termasuk ekspresi dan identitas gendernya.
Penyerangan kelompok minoritas yang dilakukan oleh kelompok fundamentalisme yang
mengatasnamakan Agama dan moralitas, serta pembungkaman suara kritis dan ruang demokrasi
mahasiswa yang dilakukan oleh pihak kampus.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kami organisasi Perempuan, organisasi bantuan hukum,
organisasi buruh, organisasi mahasiswa, organisasi lingkungan hidup, organisasi lintas iman
yang tergabung dalam gerakan rakyat Sulawesi Selatan menuju hari perempuan sedunia 2020,
menyatakan sikap :
1. Menolak semua regulasi yang tidak pro terhadap masyarakat khususnya Perempuan,
diantaranya : RUU Omnibus Law, RUU Ketahanan Keluarga, RUU Pertanahan, RUU
Minerba, dll).
2. Segera mengsahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual serta
RUU Kesetaran dan Keadilan Gender.
3. Menghentikan semua aktivitas reklamasi pantai di Kota Makassar untuk pembangunan pelabuhan Makassar New Port dan CPI yang merampas ruang kelolah nelayan tradisional dan perempuan pesisir.
4. Segera membuat dan membahas Peraturan Daerah yang melindungi, menghormati dan memenuhi Hak Perempuan Buruh Migran di Sulawesi Selatan.
5. Wujudkan reforma agraria sejati yang adil gender sebagai solusi konflik agraria yang struktural, kronis dan berdampak luas.
6. Mengecam segala bentuk pembungkaman hak bereskpresi di dalam kampus yang bertentangan dengan amanat konstitusi Negara dan mandat yang tertuang di dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM).
7. Mendesak Pemerintah untuk segera mencabut PERDA yang diskriminatif terhadap kelompok rentan seperti: Perempuan, Anak, Orang dengan HIV-AIDS, LGBT di beberapa Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan dan memberikan jaminan perlindungan kepada kelompok rentan tersebut.
8. Menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap perempuan Papua.
9. Mendesak pemerintah dan mengajak semua orang unuk menghentikan segala bentuk ujaran kebencian, diskriminasi dan kekerasan berdasarkan suku, agama, budaya, orientasi seksual, Identitas dan Ekspresi Gender.
10. Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis, petani, nelayan, buruh, Juru parkir dan kelompok
rentan lainnya.
11. Mengecam keras semua aksi intoleransi berupa tindakan kekerasan dan pemaksaan yang dilakukan kepada pemeluk agama apapun dan kelompok minoritas lainnya.
12. Tidak mempekerjakan buruh hamil di malam hari dan lakukan pemeriksaan atas banyaknya buruh hamil yang keguguran, serta mendukung pemogokan buruh es krim AICE- PT Alpen Food Industri.
13. Menolak kebijakan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kampus merdeka.
14. Mendesak Pemerintah dan atau pihak kampus untuk segera mengeluarkan SK tentang penanggulangan dan pencegahan kasus kekerasan seksual di kampus/universitas di Kota Makassar dengan megacu pada Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 5495 tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
15. Mengecam dan menolak segala bentuk kriminalisasi dan tindakan penangkapan yang
tidak manusiawi terhadap Pekerja Seks di Kota Makassar dan Mendesak Pemerintah untuk segera memberikan jaminan perlindungan dan pemberdayaan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya.
Berikut organisasi yang tergabung di dalamnya ;
SP Anging Mammiri, KPA Sulawesi Selatan, Lapar Sul-sel, Oase Intim, Yasmib Sulselbar, LBH Makassar, Walhi Sul-Sel, Komite Sahkan RUU PKS, Global Inklusi Perlindungan AIDS (GIPA), Komunitas Sehati Makassar (KSM), Komunitas Marginal (Komunal), Srikandi, Serikat Juru Parkir Makassar (SJPM), Gabungan Serikat Buruh Nusantara (GSBN), Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulsel, PMII Rayon FAI UMI, Pembebasan, PMII Gowa, PMII Sulawesi Selatan, PMII Rayon Syariat UIN, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI), Fosis, KSPB, KPI Cabang Makassar, Himasos, KPRM Makassar, FNKSDA, Seruan Perempuan, Jalin Harmoni Sulsel, Himasosiologi, Dara Lintas Iman, FMK Makassar, FPPI Makassar, dan AMP (Aliansi Mahasiswa Papua) Makassar.
*(red)