Selama 2 bulan setelah mengunci (lockdown) Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, China akhirnya akan membuka kota yang menjadi pusat wabah virus corona (COVID-19) ini.
Pada Selasa (24/3/2020) waktu setempat, pemerintahan Provinsi Hubei mengatakan bahwa pembatasan perjalanan di ibu kota Wuhan akan dihapus mulai 8 April mendatang. Wuhan sendiri sudah di-lockdown atau isolasi sejak 23 Januari lalu.
Kasus baru terkonfirmasi di China telah berkurang dalam beberapa hari terakhir. Kini jika ada kasus baru, biasanya muncul dari para pelancong yang kembali ke Wuhan dari luar negeri atau imported case.
Walaupun lockdown dan pembatasan perjalanan untuk provinsi Hubei akan dicabut, namun sekolah-sekolah akan tetap ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut, menurut pengumuman online yang dikutip dari CNBC Internasional.
Lebih lanjut, analisis data Morgan Stanley menunjukkan bahwa risiko di China sedang turun. Sebagai contoh, Shanghai dan provinsi Zhejiang menurunkan tingkat tanggap darurat. Setidaknya 24 provinsi atau wilayah lain di China saat ini berada pada tingkat dua atau kurang parah.
Tetapi, baik Wuhan maupun ibu kota nasional Beijing tetap berada di tingkat satu atau tingkat tanggap darurat tertinggi. Pemerintah China juga prihatin dengan lebih banyak kasus yang datang dari luar negeri.
"Risiko untuk infeksi sporadik dan wabah lokal belum hilang," menurut siaran pers resmi berbahasa Inggris mengenai pertemuan kelompok terkemuka China dalam menanggapi wabah penyakit COVID-19.
"Dengan pandemi corona yang menyerang seluruh dunia, situasinya tetap kompleks dan menantang. Ada setiap kebutuhan untuk menjaga kepala tetap dingin dan tidak (tertangkap) lengah."
Selain itu, Perdana Menteri Li Keqiang, orang kedua di negara itu, memimpin pertemuan yang menekankan bahwa provinsi di China harus segera "memulihkan tatanan ekonomi dan sosial yang normal" jika penyebaran virus tetap rendah selama beberapa hari berturut-turut.
Menurut Morgan Stanley, wilayah negara itu yang masuk kategori level tiga atau kurang parah pada Selasa (24/3/2020) sudah mencapai 32% dari PDB nasional.
Virus dengan nama resmi SARS-CoV-2 dari penyakit COVID-19 ini pertama kali muncul pada akhir Desember 2019 dan sejak itu menewaskan lebih dari 2.500 orang di Wuhan, yang menyumbang hampir 80% atau lebih dari 3.200 kasus total kematian negeri tirai bambu tersebut.
Setelahnya, virus tersebut telah menyebar ke 196 negara dan teritori, dan sudah menewaskan lebih dari 17.000 orang secara global. Italia, Amerika Serikat, hingga Iran sedang berjuang menahan virus ini dengan melakukan lockdown, social distancing (jaga jarak), serta menutup sekolah dan pelbagai tempat umum.
Menurut data Worldometers, China kini memiliki 81.171 kasus terkonfirmasi, dengan 3.277 kasus kematian, dan 73.159 kasus berhasil disembuhkan.*(red)
Pada Selasa (24/3/2020) waktu setempat, pemerintahan Provinsi Hubei mengatakan bahwa pembatasan perjalanan di ibu kota Wuhan akan dihapus mulai 8 April mendatang. Wuhan sendiri sudah di-lockdown atau isolasi sejak 23 Januari lalu.
Kasus baru terkonfirmasi di China telah berkurang dalam beberapa hari terakhir. Kini jika ada kasus baru, biasanya muncul dari para pelancong yang kembali ke Wuhan dari luar negeri atau imported case.
Walaupun lockdown dan pembatasan perjalanan untuk provinsi Hubei akan dicabut, namun sekolah-sekolah akan tetap ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut, menurut pengumuman online yang dikutip dari CNBC Internasional.
Lebih lanjut, analisis data Morgan Stanley menunjukkan bahwa risiko di China sedang turun. Sebagai contoh, Shanghai dan provinsi Zhejiang menurunkan tingkat tanggap darurat. Setidaknya 24 provinsi atau wilayah lain di China saat ini berada pada tingkat dua atau kurang parah.
Tetapi, baik Wuhan maupun ibu kota nasional Beijing tetap berada di tingkat satu atau tingkat tanggap darurat tertinggi. Pemerintah China juga prihatin dengan lebih banyak kasus yang datang dari luar negeri.
"Risiko untuk infeksi sporadik dan wabah lokal belum hilang," menurut siaran pers resmi berbahasa Inggris mengenai pertemuan kelompok terkemuka China dalam menanggapi wabah penyakit COVID-19.
"Dengan pandemi corona yang menyerang seluruh dunia, situasinya tetap kompleks dan menantang. Ada setiap kebutuhan untuk menjaga kepala tetap dingin dan tidak (tertangkap) lengah."
Selain itu, Perdana Menteri Li Keqiang, orang kedua di negara itu, memimpin pertemuan yang menekankan bahwa provinsi di China harus segera "memulihkan tatanan ekonomi dan sosial yang normal" jika penyebaran virus tetap rendah selama beberapa hari berturut-turut.
Menurut Morgan Stanley, wilayah negara itu yang masuk kategori level tiga atau kurang parah pada Selasa (24/3/2020) sudah mencapai 32% dari PDB nasional.
Virus dengan nama resmi SARS-CoV-2 dari penyakit COVID-19 ini pertama kali muncul pada akhir Desember 2019 dan sejak itu menewaskan lebih dari 2.500 orang di Wuhan, yang menyumbang hampir 80% atau lebih dari 3.200 kasus total kematian negeri tirai bambu tersebut.
Setelahnya, virus tersebut telah menyebar ke 196 negara dan teritori, dan sudah menewaskan lebih dari 17.000 orang secara global. Italia, Amerika Serikat, hingga Iran sedang berjuang menahan virus ini dengan melakukan lockdown, social distancing (jaga jarak), serta menutup sekolah dan pelbagai tempat umum.
Menurut data Worldometers, China kini memiliki 81.171 kasus terkonfirmasi, dengan 3.277 kasus kematian, dan 73.159 kasus berhasil disembuhkan.*(red)