MAKASSAR,- Kebijakan Pemerintah tentang Omnibus Law dengan alasan membuka ruang investasi untuk perbaikan ekonomi justru menuai reaksi penolakan dari berbagai kalangan salah satunya adalah dari Pekerja/Buruh.
Dimasukkannya UU nomor 13 tahun 2003 dalam rancangan Omnibus Law ini, dimana ada beberapa pasal yang kemudian akan diubah (direvisi) bahkan dihapuskan misalnya tentang sistem pengupahan, pesangon, jam kerja, dsb.
Menaggapi itu, Askin Mustari Selaku Sekretaris Jenderal GSBN (Gabungan Serikat Buruh Nusantara) Sulsel, "Khusus di klaster ketenagakerjaan salah satu alasan kenapa kami menolak Omnibus Law Cipta Lapangan kerja ini adalah diterapkannya perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam, dan perluasan kerja kontrak outsourcing."
"Omnibus Law RUU Cilaka sejatinya merupakan upaya revisi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sejak 2006 coba dilakukan pemerintah dan terus digagalkan gerakan pekerja/buruh. Sistem fleksibilitas tenaga kerja yang diandalkan pemerintah, asosiasi pengusaha, dan Bank Dunia merupakan fitur utama klaster ketenagakerjaan RUU Cilaka yang akan diwujudkan dalam kemudahan rekrutmen dan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK (easy hiring easy firing),"pungkas Askin.
Lanjut Sekjend GSBN itu, "Nantinya pekerja/buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah di bawah standar minimum, serta status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu. Lalu cuti haid dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan, dan cuti tahunan juga akan dihapus/dihilangkan dalam Omnibus Law ini, begitupun sanksi bagi Perusahaan yg melanggar ketentuan upah itu bukan lagi sanksi pidana tapi menjadi sanksi administrasi saja berupa pencabutan izin usaha."
"Itu baru salah satu, belum jika kita melihat secara keseluruhan pasal-pasal dalam draft RUU Omnibus Law secara keseluruhan, akan makin banyak kita temukan hal-hal yg merugikan rakyat umumnya tapi menguntungkan pemodal, Pengusaha atau investor, oleh karena itulah kami istilahkan Omnibus Law madu bagi pengusaha, racun bagi pekerja/buruh,"tutupnya.*(red)
Dimasukkannya UU nomor 13 tahun 2003 dalam rancangan Omnibus Law ini, dimana ada beberapa pasal yang kemudian akan diubah (direvisi) bahkan dihapuskan misalnya tentang sistem pengupahan, pesangon, jam kerja, dsb.
Menaggapi itu, Askin Mustari Selaku Sekretaris Jenderal GSBN (Gabungan Serikat Buruh Nusantara) Sulsel, "Khusus di klaster ketenagakerjaan salah satu alasan kenapa kami menolak Omnibus Law Cipta Lapangan kerja ini adalah diterapkannya perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam, dan perluasan kerja kontrak outsourcing."
"Omnibus Law RUU Cilaka sejatinya merupakan upaya revisi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sejak 2006 coba dilakukan pemerintah dan terus digagalkan gerakan pekerja/buruh. Sistem fleksibilitas tenaga kerja yang diandalkan pemerintah, asosiasi pengusaha, dan Bank Dunia merupakan fitur utama klaster ketenagakerjaan RUU Cilaka yang akan diwujudkan dalam kemudahan rekrutmen dan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK (easy hiring easy firing),"pungkas Askin.
Lanjut Sekjend GSBN itu, "Nantinya pekerja/buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah di bawah standar minimum, serta status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu. Lalu cuti haid dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan, dan cuti tahunan juga akan dihapus/dihilangkan dalam Omnibus Law ini, begitupun sanksi bagi Perusahaan yg melanggar ketentuan upah itu bukan lagi sanksi pidana tapi menjadi sanksi administrasi saja berupa pencabutan izin usaha."
"Itu baru salah satu, belum jika kita melihat secara keseluruhan pasal-pasal dalam draft RUU Omnibus Law secara keseluruhan, akan makin banyak kita temukan hal-hal yg merugikan rakyat umumnya tapi menguntungkan pemodal, Pengusaha atau investor, oleh karena itulah kami istilahkan Omnibus Law madu bagi pengusaha, racun bagi pekerja/buruh,"tutupnya.*(red)