Andi Cibu Mattingara, SH
Kepala Divisi Kampanye dan Perluasan Jaringan
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sulawesi Selatan
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan pada kurun waktu 1999-2002 telah membawa perubahan besar dalam sistem hukum ketatanegaraan Indonesia, baik dalam pelembagaan kekuasaan legislative, eksekutif maupun yudikatif. Salah satu perubahan penting dalam perubahan format ketatanegaraan Indonesia ialah kekuasaan kehakiman. Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan konstitusi berdiri atas dasar asumsi adanya supremasi konstitusi yang menjadi hukum tertinggi yang melandasi semua kegiatan kenegaraan untuk melakasanakan amanat kenegaraan serta sebagai parameter untuk mencegah negara berindak secara inkonstitusional, mahkamah konstitusi dibentuk sebagai the guardion of constitution atau pengawal konstitusi.
Mahkamah konstitusi dalam menjalankan fungsinya memiliki empat kewenangan sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus hasil pemilihan umum. Adapun yang menjadi putusan mahkamah konstitusi bersifat final sehingga tidak terdapat upaya hukum lagi. Kehadiran Mahkamah Konstitusi di Indonesia dilatar belakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis dengan prinsip check and balances pengawasan dan keseimbangan di antara cabang-cabang kekuasaan untuk mewujudkan supremasi hukum dan keadilan.
Apabila mengacu kepada garis besar kewenagan dari mahkamah konstitusi di atas maka ada satu hal yang tertinggal dari mahkamah konstitusi Indonesia yaitu tidak di aturnya constitutional complaint atau hak gugat atas warga negara yang hak konstitusionalnya dilanggar dan constitutional question atau hak hakim mempertanyakan konstitusional suatu undang-undang. Padahal dalam negara hukum yang demokratis constitutional complaint dan constitutional question adalah upaya hukum untuk menjaga, mengakui harkat dan martabat manusia yang tidak boleh di ganggu gugat oleh siapapun agar aman sebgaiamana dijamin di dalam konstitusi Indonesia, sehingga dalam upaya itulah sebagai sarana mekenisme gugatan untuk lebih menjamin perlindungan hak azasi manusia.
Adapun yang menjadi tujuan constitutional complait dan constitutional guestion adalah yaitu upaya memberikan jaminan agar dalam proses-proses pmbentukan dalam kebijakan negara, baik dalam pembuatan regulasi, proses administrasi negara dan ptusan peradilan agar tidak melanggar hak-hak konstitusional warga negara dan bahkan tidak terpenuhi hak warga negara dapat di ajukan dengan pengaduan konstitusional, akan tetapi tidak di aturya constitutional complaint dalam kewenangan mahkamah konstitusi indenesia seperti apabila kebijakan pemerintah atau bahkan tidak terpenuhinya hak warga negara sebagai hak konstitusional maka dapat mengadukan di mahkamah konstitusi sebagai wujud dari the guardion of constitution atau pengawal konstitusi sehingga lebih penjaminan hak-hak warga negara.
Begitu juga halnya dengan constitutional question atau hak hakim untuk mempertanyakan konstitusionalitas suatu undang-undang, semisal dalam suatu perkara hakim ragu atas suatu undang-undang sehingga hakim dapat mempertanyakan ke mahkamah konstitusi, akan tetapi mahkamah konstitusi tidak berhak memutus suatu perkara selain menilai dari konstitusionlitas undang-undang yang dipertanyakan oleh hakim berdasar atas perkara yang ditangani tersebut, olehnya hukum dapat lebih demokratis dalam penengakan hukum dan keadilan serta lebih menjamin hak-hak dan rasa keadilan kepada para pencari keadilan ditengah masayarakat
Fakta empiris yang terjadi di lapangan menunjukkan banyak perkara yang di ajukan ke mahkamah konstitusi Indonesia yang terindikasi melanggar hak konstitusi, sementara semua upaya hukum yang ada telah ditempuh oleh pihak pengadu tidak dapat diterima niet onvankelijk verklaraad atau ditarik kembali oleh pengadu sebelum proses proses pengadilan dilakukan, karena tidak tersedianya kewenangan mengadili perkara tersebut di mahkamah konstitusi, bahkan disemua lembaga peradilan di Indonesia. Berdasarkan data yang ada di kepaniteraan mahkamah konstitusi hingga akhir desember 2010, terdapat 30 persen permohonan yang secara substansial merupakan constitutional complaint sehingga permohonan tersebut ditarik kembali atau di putuskan dengan putusan tidak dapat diterima.
Sehingga dalam rangka mewujudkan negara hukum yang demokratis di indonesia diperlukan perluasan terhadap kewenangan mahkmah konstitusi agar lebih menjamin hak konstitusional warga negara melalui amandemen Konstitusi dalam hal ini UUD 1945 untuk dapat mengadili perkara constitution complaint dan constitution question, juga di dukung dan dilihat dari sudut pandang mahkmah konstitusi sebagai penafsir konstitusi (the final interprtasi of constitution), sekaligus pengawal jalannya konstitusi (the guardon of constitution). Dengan menambah kewenangan mahkamah konstitusi maka kewenangan negara di implemetasikan melaui konstitusi dapat lebih menitik beratkan pada penjaminan dan perlindungan hak-hak warga negara sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi.
Secara prinsip kewenangan mahkamah konstitusi tidak hanya terbatas pada hal-hal yang termuat dalam pasal 24C UUD 1945 maupun undang-undang mahkamah konstitusi tetapi, juga secara tersirat kewenangan mahkamah konstitusi ialah pengawalan terhadap konstitusi termasuk penyelesaian yang diajukan oleh warga negara atas hak-hak konstitusionalnya, sebab didalam suatu asas hukum di kenal dengan asas ius coria novit yaitu hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan bahwa tidak ada undang-undang yang mengatur, untuk itu sebagai konsekuensi logis terhadap mahkamah konstitusi untuk dapat menyelasaikan dan mengadili perkara-perkara constitutional complaint dan constitutional question sebagai lembaga penafsir dan pengawal konstitusi dalam negara Indonesia sebagai negara hukum sehingga dapat selaras pada implentasinya.