Dari info yang terkumpul, kejadian tersebut terjadi usai Deno memberi keterangan sebagai saksi, terkait kasus money politik di Satar Mese Barat, Manggarai, yang menyeret kader Partai Amanat Nasional (PAN) yakni Hendrikus Abot. Selain sebagai bupati Deno merupakan ketua DPD PAN kabupaten Manggarai.
Ancik Yunarto menjelaskan, "Kejadian tersebut berawal saat salah satu wartawan mengambil gambar, namun Bupati langsung membentak dan meminta wartawan tersebut untuk berhenti mengambil gambar," pungkasnya.(8/2/2020)
Lanjutnya, "dalam metode persidangan setiap kali hakim mengetuk palu tanda mulainya persidangan, hakim selalu mengucapkan bahwa sidang tersebut bersifat umum, dan jelas yang di katakan oleh salah satu majelis hakim saat itu yaitu Cokroda G. Suryalaksana ia mengatakan bahwa sidang tersebut terbuka secara umum sehingga tak dilarang untuk di liput wartawan," ujar Ancik.
"Sungguh sangat di sayangkan sikap seorang bupati seperti itu. Mengedepankan sikap egois sebagai seorang pemimpin menggambarkan watak otoriter layaknya Presiden Soeharto di masa orde baru," tegas Ancik.
"Di sini telah terbukti kepemimpinan seorang bupati yang mengecewakan hati publik dengan sikap premanismenya. Hal ini juga sudah mencerminkan sifat seorang pemimpin yang mencederai sistem demokrasi dengan dasar ketidaktransparansiannya terhadap publik melalui tindakannya kepada wartawan yang meliputnya," tutur Ancik.
"Saya harap ini bisa di evaluasi oleh DPRD Kabupaten Manggarai, agar hal seperti ini tidak terulang kembali. Rakyat membutuhkan pemimpin yang tegas, bukan yang arogan, tutup Ancik.