MAKASSAR,- Ratusan mahasiswa mengatasnamakan aliansi Lembaga Aspiratif Mahasiswa (LAM) Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar menggelar aksi demonstrasi yang berlangsung di kantor DPRD Sulawesi Selatan.(29/1/2020)
Aksi ini menyikapi pemecatan (Drop Out) secara terhormat kepada 28 mahasiswa UKI Paulus yang hingga saat ini belum menemui titik terang. Diketahui penyebab DO ialah aksi pada 20 Januari 2020 di kampusnya.
Dari keterangan yang disampaikan oleh Jenderal lapangan, aksi yang dilakukan ini bertujuan untuk mendesak pihak DPRD untuk turut serta dalam mengawal kasus kekerasan akademik yang terjadi di kampus UKI Paulus.
"Kami ingin pihak DPRD juga menjalankan tanggungjawabnya selaku perwakilan rakyat untuk mendesak LLDIKTI (Lembaga Pelayanan Pendidikan Tinggi) wilayah IX agar mengevaluasi kampus UKI Paulus Makassar atas pemecatan secara sepihak yang telah dilakukan oleh Rektor," ucap Lexy.
Sebelumnya, massa aksi sempat tertahan di gerbang kantor DPRD oleh aparat keamanan yang berada di lokasi. Hingga terjadi mediasi dan akhirnya perwakilan aliansi LAM dan mahasiswa yang menjadi korban kekerasan akademik pun dipersilahkan masuk ke dalam ruangan aspirasi.
Di dalam ruangan aspirasi DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, satu persatu mahasiswa dipersilahkan untuk menyampaikan tuntutannya secara langsung yang di fasilitasi oleh Muhammad Irwan dari pihak DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
"Yakinlah aspirasi adek-adek mahasiswa akan kami langsung tindak lanjuti, paling lambat kami janji minggu depan kami akan memanggil rektornya," Muhammad Irwan.
Menanggapi keresahan mahasiswa, Muhammad Irwan menegaskan bahwa pihak kampus UKI Paulus Makassar juga harus menghormati kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
"intinya kami sudah menerima aspirasi ini yang mana keinginan adek-adek mahasiswa bahwa di kampus tidak boleh dibatasi terkait penyampaian aspirasi," Muhammad Irwan.
Menegaskan kembali soal desakan mahasiswa menyoal kasus kekerasan akademik. Jendlap aksi, Lexy berharap agar pihak DPRD Prov. Sul-sel dapat menepati janjinya. Menurut pernyataan Lexy bahwa saat ini akses mahasiswa telah ditutup oleh Rektor, dan juga ia mengkritisi soal sikap LLDIKTI yang dianggap tidak maksimal dalam menjalankan fungsinya.
"semoga DPRD bisa memfasilitasi kami untuk melakukan mediasi karena kampus selalu menolak untuk bertemu kami, kemudian kawal LLDDIKTI karena sampai sejauh ini LLDIKTI tidak pernah serius dalam menyikapi kasus kekerasan akademik yang marak terjadi," tutup Jenderal lapangan.
Sumber : API Kampus
Editor : AZ
Aksi ini menyikapi pemecatan (Drop Out) secara terhormat kepada 28 mahasiswa UKI Paulus yang hingga saat ini belum menemui titik terang. Diketahui penyebab DO ialah aksi pada 20 Januari 2020 di kampusnya.
Dari keterangan yang disampaikan oleh Jenderal lapangan, aksi yang dilakukan ini bertujuan untuk mendesak pihak DPRD untuk turut serta dalam mengawal kasus kekerasan akademik yang terjadi di kampus UKI Paulus.
"Kami ingin pihak DPRD juga menjalankan tanggungjawabnya selaku perwakilan rakyat untuk mendesak LLDIKTI (Lembaga Pelayanan Pendidikan Tinggi) wilayah IX agar mengevaluasi kampus UKI Paulus Makassar atas pemecatan secara sepihak yang telah dilakukan oleh Rektor," ucap Lexy.
Sebelumnya, massa aksi sempat tertahan di gerbang kantor DPRD oleh aparat keamanan yang berada di lokasi. Hingga terjadi mediasi dan akhirnya perwakilan aliansi LAM dan mahasiswa yang menjadi korban kekerasan akademik pun dipersilahkan masuk ke dalam ruangan aspirasi.
Di dalam ruangan aspirasi DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, satu persatu mahasiswa dipersilahkan untuk menyampaikan tuntutannya secara langsung yang di fasilitasi oleh Muhammad Irwan dari pihak DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
"Yakinlah aspirasi adek-adek mahasiswa akan kami langsung tindak lanjuti, paling lambat kami janji minggu depan kami akan memanggil rektornya," Muhammad Irwan.
Menanggapi keresahan mahasiswa, Muhammad Irwan menegaskan bahwa pihak kampus UKI Paulus Makassar juga harus menghormati kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
"intinya kami sudah menerima aspirasi ini yang mana keinginan adek-adek mahasiswa bahwa di kampus tidak boleh dibatasi terkait penyampaian aspirasi," Muhammad Irwan.
Menegaskan kembali soal desakan mahasiswa menyoal kasus kekerasan akademik. Jendlap aksi, Lexy berharap agar pihak DPRD Prov. Sul-sel dapat menepati janjinya. Menurut pernyataan Lexy bahwa saat ini akses mahasiswa telah ditutup oleh Rektor, dan juga ia mengkritisi soal sikap LLDIKTI yang dianggap tidak maksimal dalam menjalankan fungsinya.
"semoga DPRD bisa memfasilitasi kami untuk melakukan mediasi karena kampus selalu menolak untuk bertemu kami, kemudian kawal LLDDIKTI karena sampai sejauh ini LLDIKTI tidak pernah serius dalam menyikapi kasus kekerasan akademik yang marak terjadi," tutup Jenderal lapangan.
Sumber : API Kampus
Editor : AZ