Negara Indonesia tidak mau terlihat buruk di mata Internasional dengan sebuah kebohongan. Sikap pemerintah saat ini sama seperti seorang ibu yang tidak jujur kepada anaknya atas penyakit yang dideritanya. Ketika diperiksa dan ditelaah sampai pada akarnya bahwa ternyata terdapat suatu penyakit yang buruk di dalamnya yaitu Pelanggaran HAM. Mulai dari terbunuhnya Marsinah, penculikan 13 aktivis reformasi yang hingga saat ini tidak ditemukan, kematian Munir Said, Salim kancil, dan masih banyak lagi, yang hingga detik ini belum tuntas.
Pelanggaran HAM nyata, tersistem dan di legalkan oleh negara yakni di sektor ketenagakerjaan. Kehadiran perusahaan milik negara ataupun swasta seharusnya berjalan sesuai amanat UUD 1945. Keberadaannya sebaik-baiknya untuk mensejahterakan buruh/pekerjanya. Karena hampir 55% penduduk indonesia adalah buruh/pekerja di berbagai bidang. Namun tidak adanya sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak memberikan hak-hak buruh membuat buruh semakin jauh dari kata sejahtera.
Bayangkan saja, Rezim pro investor makin menampakan keberpihakannya melalui berbagai kebijakan yang memprioritaskan investasi atau modal. Terbukti dengan rancangan Revisi UU Ketenagakerjaan yang lebih berpihak ke pengusaha dan disisi lain mengkebiri hak-hak buruh.
Selanjutnya pelanggaran HAM yang terjadi di Papua masuk dalam kategori pelanggaran HAM terberat. Apalagi pernyataan yang tak kalah kejam dan keji yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada investor-investor asing untuk berinvestasi. Ini berefek kepada persoalan yang terjadi dipapua, terkhususnya kepada rakyat asli papua. Yang parahnya lagi metode penyelesaian konflik lebih menggunakan pendekatan militeristik yang sebenarnya malah, menambah masalah.
Rezim kini, harus berani dan tegas untuk membuka semua dalang kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Apabila tidak ini akan menimbulkan konflik berkepanjangan dan akan menambah korban jiwa. Kami minta Presiden Joko Widodo untuk lebih mengutamakan persoalan kemanusiaan dalam tiap proses penyelesaian konflik yang ada.
Penulis : Edy Dola (Ketua KP-GRD)
Pelanggaran HAM nyata, tersistem dan di legalkan oleh negara yakni di sektor ketenagakerjaan. Kehadiran perusahaan milik negara ataupun swasta seharusnya berjalan sesuai amanat UUD 1945. Keberadaannya sebaik-baiknya untuk mensejahterakan buruh/pekerjanya. Karena hampir 55% penduduk indonesia adalah buruh/pekerja di berbagai bidang. Namun tidak adanya sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak memberikan hak-hak buruh membuat buruh semakin jauh dari kata sejahtera.
Bayangkan saja, Rezim pro investor makin menampakan keberpihakannya melalui berbagai kebijakan yang memprioritaskan investasi atau modal. Terbukti dengan rancangan Revisi UU Ketenagakerjaan yang lebih berpihak ke pengusaha dan disisi lain mengkebiri hak-hak buruh.
Selanjutnya pelanggaran HAM yang terjadi di Papua masuk dalam kategori pelanggaran HAM terberat. Apalagi pernyataan yang tak kalah kejam dan keji yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada investor-investor asing untuk berinvestasi. Ini berefek kepada persoalan yang terjadi dipapua, terkhususnya kepada rakyat asli papua. Yang parahnya lagi metode penyelesaian konflik lebih menggunakan pendekatan militeristik yang sebenarnya malah, menambah masalah.
Rezim kini, harus berani dan tegas untuk membuka semua dalang kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Apabila tidak ini akan menimbulkan konflik berkepanjangan dan akan menambah korban jiwa. Kami minta Presiden Joko Widodo untuk lebih mengutamakan persoalan kemanusiaan dalam tiap proses penyelesaian konflik yang ada.
Penulis : Edy Dola (Ketua KP-GRD)