Pada bulan Maret 2019 yang
lalu di beritakan di pemberitaan sulsel online
bahwa Bapak Gubernur Sulawesi Selatan, Prof.
Nurdin Abdullah telah menandatangani Surat Keputusan (SK) tentang
pembentukan Tim dan sekretariat Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Infomasi
Provinsi Sulsel dan dari pemberitaan “Timsel ada lima orang terdiri dari
beberapa latar belakang. Ada perwakilan pemerintah, akademisi, praktisi media
dan wakil dari Komisi Informasi Pusat. Tim seleksi tersebut di Ketuai Andi
Hasdullah, yang juga Kepala Dinas Kominfo SP Sulsel”.
Berkaitan dengan Tim Seleksi Komisi Informasi tersebut
perlu di kaji dan di evaluasi oleh Bapak Gubernur Sulsel dan Penasehat Ahli
Gubernur untuk melihat guna melakukan penilaian terhadap tim seleksi tersebut, apakah
sudah bekerja dengan baik dan benar, ataukah tidak, penilaian dan evaluasi ini
penting dilakukan oleh Gubernur Sulsel bilamana di perhadapkan kepada situasi
politik diantara DPRD Provinsi Sulsel melihat hak angket terhadap Gubernur yang
situasi ini menjadi sorotan publik dan civil society kemudian dapat saja muncul
problem baru dengan melihat implementasi kepemimpinan pemerintah provinsi yang
bebas dari KKN dengan mewujudkan kebijakan transparansi dalam Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2008, sebab posisi atau keberadaan tim seleksi berdampak kepada
penilaian buruk terhadap Gubernur Sulsel disebabkan terdapat beberapa
permasalahan diantaranya pada 5 Agustus 2015 pada portal Kompasiana.com ditulis oleh Muslimin Beta menyatakan Timsel Komisi
Sulsel Tidak Informatif pernyataan tersebut bukan sekedar opini dengan melihat
isi narasi yang disampaikan timsel yang bertugas melakukan seleksi kepada calon
komisioner yang bertugas mengawal dan melaksanakan keterbukaan informasi
ternyata timsel tidak informatif dan ini tentunya sangat memalukan.
Penulisan opini yang ditulis oleh Muslimin Beta
merupakan suara rakyat yang seharusnya direspon oleh pemerintah provinsi dan
DPRD Provinsi sebab tidak menutup kemungkinan pada tahun 2019 dengan adanya
rekrutment calon komisioner oleh Timsel yang diketuai oleh Kepala Dinas Kominfo
Prov Sulsel terjadi lagi suatu permasalahan baru dengan beban masalah yang
lebih krusial (lebih gawat) bilamana di bandingkan dengan tahun 2015, dapat
ditinjau dengan posisi timsel atau keberadaan timsel pada komposisi dan tahapan seleksi serta konten wawancara
oleh timsel yang seharusnya tidak bertentangan dengan peraturan perundang
undangan yang ada kaidah-kaidah transparansi, profesional dan demokratisasi.
Dari penelusuran didapatkan informasi ternyata
terdapat indikasi pelanggaran yang bersifat prinsip yang dilakukan oleh Timsel
yang dipimpin oleh Andi Hasdullah selaku Kepala Dinas yang tidak sesuai dengan
amanah hukum sebagaimana di tegaskan oleh Undang Undang Nomor 14 tahun 2008
adalah Pasal 30 ayat 1 huruf (i) syarat pengangkatan anggota komisi informasi
adalah : sehat jiwa dan raga, pelanggaran oleh Ketua Timsel memilih dan
meluluskan calon anggota komisi berinisial MHNR masuk didalam 15 terpilih untuk
mengikuti fit and proper tes di Komisi A DPRD Provinsi Sulsel pada bulan Juli
2019 ini secara fakta calon tersebut tidak sehat badan bahkan dari beberapa
informasi yang bersangkutan ketika mengikuti assesment psykologi dalam kondisi
tidak stabil dikarenakan mengerjakan tes psykologi dengan tidak sempurna,
bahkan bertanya berulang kali kepada tim assesmet psykologi dikarenakan yang
bersangkutan lupa atau tidak ingat nomor tes yang ada pada dirinya dan pada
waktu bersamaan masuk ke kamar mandi yang terdapat pada ruangan assesment
psykologi bahwa MHNR sakit dan muntah-muntah didalam kamar mandi dilihat oleh
beberapa peserta, rumor yang berkembang MHNR mengalami sakit jantung atau
stroke, tim seleksi tidak konsisten dan tidak profesional seharusnya siapapun
yang mengalami sakit sejak tahap pertama seleksi berkas maka dengan tegas tidak
diluluskan untuk mengikuti di tahap selanjutnya, dengan kondisi seperti itu
apakah semua anggota tim seleksi mengetahui ataukah tidak mengetahui dalam artian apakah semua anggota tim
seleksi terlibat melakukan pemeriksaan seleksi secara cermat dari semua tahapan
dengan memeriksa semua tahapan dimulai dari tahap pertama seleksi berkas,
seleksi potensi tertulis, assesment psykologi dan dinamika kelompok, dan hasil
wawancara oleh tim seleksi sebab bilamana tidak maka tidak menutup kemungkinan
terdapat rekayasa atau terdapat oknum-oknum melakukan distorsi tanpa
sepengetahuan Timsel secara kolektif koligial pada semua tahapan atau pada
tahapan-tahapan tertentu yang selanjutnya adalah diluluskannya masuk dalam 15
calon anggota komisi yang diajukan untuk mengikuti fit and propertes di DPRD
Provinsi Sulsel yaitu seorang calon PNS/ASN bernama DRJ menjabat kepala seksi
dinas kominfo kota Makassar dengan indikasi pelanggaran berat adalah/bahkan ini
bukan hanya indikasi sebab Ketua Timsel telah melakukan pelanggaran pasal 30
ayat 1 huruf (f) Undang Undang Nomor 14 tahun 2019 menyatakan : bersedia
melepaskan keanggotanya dan jabatannya dalam badan publik apabila diangkat
menjadi anggota komisi, analisis pelanggaran adalah tidak dapat diterima secara
logis melepaskan pekerjaan PNS yang mendapat gaji dan tunjangan dari negara
dengan batas waktu pensiun kemudian memilih pekerjaan sebagai komisioner dengan
beban waktu hanya 4 tahun bekerja, keanggotaan dengan jabatan berbeda sebab
jabatan itu adalah penempatan fungsi kerja pada struktur badan publik baik itu
pemerintah atau swasta tetapi keanggotan adalah status yang melekat pada jenis
pekerjaan seseorang misalkan anggota TNI/POLRI sehingga status PNS tidak
mungkin ditinggalkan biamana dengan dalil alasan telah mendapatkan izin dari
pimpinan maka dapat juga dinilai bahwa Ketua Timsel sangat tidak demokratis dan
mengabaikan amanah undang undang dengan syarat yang ditentukan kemudian komisi
adalah bertugas untuk menyelesaikan sengketa terhadap badan publik diantaranya
adalah badan publik pemerintah yang dikemudian waktu bisa saja terdapat konflik
kepentingan, bukankah Ketua Timsel dari pemberitaan di media mengatakan pelamar
atau calon anggota komisi jangan mendaftar untuk menjadikan pekerjaan
komisioner adalah pekerjaan sampingan, kemudian mengapa dipilih dan diluluskan.
Komposis tim seleksi adalah 5 orang terdiri dari
unsur : pemerintah, amsyarakat dan unsur perwakilan komisi informasi dan
jabatan Ketua Timsel tidak harus dijabat oleh unsur pemerintah sebagaimana
diatur oleh Keputusan Ketua Komisi Infirmasi Pusat Republik Indonesia Nomor:02/KEP/KIP/X/2009
Tentang Pedoman Pelaksaan Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi
Provinsi dan Anggota Komisi Kota/Kabupaten, yang menjadi permasalahan apakah
Gubernur dengan Penasehat ahlinya telah menunjuk secara langsung dengan kajian
yang teliti dan obyektif terhadap komposisi Timsel yang telah di Skkan oleh
Gubernur ataukah Gubernur tidak mengetahui dan menerima komposisi yang sudah
disetting sehingga Gubernur hanya melakukan tanda tangan SK (Surat Keputusan)
untuk Timsel.
Pedoman pedoman lain yang tidak dilakukan oleh
Timsel, dari beberapa sumber diantaranya,
adalah :
Berdasarkan pada Keputusan Ketua Komisi Infirmasi
Pusat Republik Indonesia Nomor:02/KEP/KIP/X/2009 Tentang Pedoman Pelaksaan Seleksi
dan Penetapan Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Anggota Komisi
Kota/Kabupaten, pada huruf F nomor 6 : Penerimaan Masukan dan Saran
Masyarakat: saran masyarakat dapat berupa sms, email dan faximile, dianalisis
bahwa pada umumnya saran, masukan dan penilaian dari masyarakat terhadap calon
anggota yang nantinya bekerja di lembaga komisi (lembaga negara independen)
maka hasil masukan, penilaian dan saran masyarakat adalah menjadi nilai tambah
kepada calon yang telah dinilai oleh masyarakat dan bilamana terdapat penilaian
negatif dari masyarakat terhadap calon komisioner maka Timsel wajib melakukan
klarifikasi pada saat dilakukan tahapan wawancara namun sampai pada seleksi
wawancara hampir semua peserta tidak mengetahui hasil ini.
Berdasarkan pada Keputusan Ketua Komisi Infirmasi
Pusat Republik Indonesia Nomor:02/KEP/KIP/X/2009 Tentang Pedoman Pelaksaan
Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Anggota Komisi
Kota/Kabupaten, pada huruf F nomor 9 huruf (c) : Wawancara dilakukan
selama 2 (dua) hari kerja dengan lingkup materi:
- Penguasaan materi karya tulis atau makalah;
- Kualitas komunikasi dan human relations;
- Kualitas penguasaan materi tentang UU Keterbukaan Informasi Publik; UU dan peraturan lain yang terkait dengan pelaksanaan UU KIP; Kebijakan Publik, Metode Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi dan Ajudikasi Nonlitigasi, dan HAM;
- Integritas diri, komitmen dan motivasi;
- Kualitas pengalaman kepemimpinan dan kemampuan berorganisasi;
- Klarifikasi atas tanggapan masyarakat
Indikasi pelanggaran oleh Ketua Timsel adalah bahwa
tidak sesuai dengan pedoman diatas adalah pada konten karya tulis atau makalah
seharusnya semua peserta yang telah selesai mengikuti assesmen psykologi
diwajibkan membuat karya tulis/makalah yang nantinya dipresentasikan pada waktu
mengikuti tahapan wawancara namun yang terjadi ketika tahapan wawancara
selesai dilakukan dan karya tulis/makalah
diwajibkan oleh Timsel untuk mereka yang dipilih menjadi 15 besar calon
yang mengikuti fit and proper test begitupula masukan, tanggapan dan penilaian
dari masyarakat tidak dilakukan klarifikasi oleh Timsel pada waktu wawancara
dilakukan.
Penilaian yang lain adalah konten atau isi materi
yang ditanyakan oleh beberapa anggota timsel kepada calon anggota komisi
informasi adalah konten atau isi materi yang kebanyakan tidak sesuai dengan isi
materi atau konten yang diamanahkan oleh pedoman berdasarkan pada Keputusan
Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor:02/KEP/KIP/X/2009 Tentang Pedoman Pelaksaan
Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Anggota Komisi
Kota/Kabupaten, pada huruf F nomor 9 huruf (c).
(konten materi ini banyak yang tidak disampaikan untuk ditanyakan sebagai bahan
materi untuk wawancara kalaupun ditanyakan hanya kepada beberapa orang dan
konten materi tidak secara utuh secara keseluruhan ditanyakan)
Sedangkan beberapa anggota timsel memberikan
pertanyakan dengan :
“Apakah ada jaringanmu di DPRD? ” dipertanyakan oleh
anggota timsel dari unsur praktisi media berinisial T, analisisnya adalah pertanyaan
yang tidak berbobot dan terkesan menjatuhkan calon komisioner untuk supaya
tidak lulus dikarenakan tidak semua calon komisioner mempunyai jaringan politik
di DPRD Provinsi meskipun mungkin sebagian diantaranya mengenal beberapa
anggota DPRD Provinsi namun belum pasti dan belum tentu benar bahwa mempunyai
teman denan semestinya menjadi jaringan politik sebab konotasi jaringan pilitik
adalah sesuatu yang pernah berperan dan terlibat dalam kegiatan politi seperti:
sesama anggota partai politik dan atau pernah menjadi anggota partai politik,
atau sebagai tim sukses atau suatu pola hubungan secara politik melalui
kegiatan kegiatan politik yang lain.
“Bapak saudara pendidikan sarjana pertanian apakah
hubungannya dengan pekerjaan komisioner ini?” Syarat yang diamanahkan oleh undang
undang tidak secara spesifik mensyaratkan harus sarjana pada bidang tertentu
dan ini juga bersifat menjatuhkan calon anggota komisioner.
“Apakah anda mempunyai integritas dan tidak
menjadikan pekerjaan komisioner sebagai pekerjaaan sampingan?” di pertanyakan
oleh timsel kepada calon komisioner yang yang tidak memiliki perkerjaan
permanen dan ini juga bersifat menjatuhkan seharusnya pertanyaan ini ditujukan
kepada calon anggota komisioner yang memiliki pekerjaan tetap seperti : PNS,
badan pengawas suatu instansi dan lain sebagainya kemudian pertanyaan pada
nilai integritas sebenarnya bisa dilihat dari masing-masing trackrecord calon
komisioner, beberapa kejadian tersebut adalah tidak sesuai dengan (peraturan
komisi informasi pusat:PERKI) konten dan isi materi yang dipertanyakan oleh
timsel.
Hasil assesment psycologi dan dinamika kelompok juga
tidak di publikasikan (diumumkan) kepada peserta sebagaimana diketahui
peraturan komisi memberikan pedoman bahwa hasil assesment test psykologi dan
dinamika kelompok di umumkan dan hasilnya direkapitulasi (dianalisis bahwa
nilai skoring dapat diketahui)
Maka keberadaan komisi
informasi provinsi sulawesi selatan sebagai lembaga negara mandiri sangatlah
mempunyai peran penting dan mempunyai kewenangan yang strategis bagi publik
atau rakyat dan stake holders yang membutuhkan keterbukaan informasi namun
dengan menilai posisi dan komposisi yang terdapat pada Ketua Timsel maka
sangatlah mustahil mendapat output dari hasil kerja sebagaimana amanah undang
undang sehingga keberadaan rekrutmen ini adalah tidak boleh terdapat
kepentingan birokrasi, kepentingan titipan calon anggota komisi serta
menghindai terjadinya masalah baru yang bisa saja berdampak kepada eksistensi
Gubernur dalam menjalankan roda pemerintahan dan implementasi kebijakan
sebagaimana mandat Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008, nama Gubernur menjadi
tercoreng dan akan mendapat sorotan serta penilaian negatif dari beragam pihak
sebaiknya Gubernur membatalkan hasil seleksi dan membubarkan tim seleksi dengan
mengganti ulang kompsisi tim seleksi serta melakukan seleksi ulang kemudian
DPRD Provinsi Sulawesi Selatan sangat perlu melakukan hak angket jilid ke II
untuk melakukan evaluasi dan meminta pertanggung jawaban Gubernur beserta
Kepala Dinas Kominfo Provinsi Sulawesi Selatan yang juga menjabat Ketua Tim
Seleksi Calon Anggota Komisi Informasi Provinsi sulawesi Selatan periode 2019
s/d 2023. (*TS)