Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita


39 Tahun Merdeka, Si Kecil dari Pasifik, Buat Indonesia Terusik.

July 30, 2019 Last Updated 2020-09-03T12:29:51Z



Negara kecil di lautan pasifik bernama Vanuatu, mendadak ramai menjadi perbincangan di Indonesia. Bukan soal kerjasama maupun hubungan lainnya, negara kecil itu menjadi perdebatan karena dukungannya terhadap kemerdekaan West Papua atas Indonesia. Vanuatu dengan dengan berani mengabaikan kritik pemerintah Indonesia dan tetap mendukung kemerdekaan Papua Barat Alhasil, nama Vanuatu pun semakin menjadi sorotan.

Pada tahun 1880, kepulauan ini jatuh ke tangan Perancis dan Britania Raya. Pada tahun 1906, kedua negara ini setuju untuk membentuk pemerintahan bersama atau kondominium yang diberi nama Hebrides Baru, Gerakan kemerdekaan mulai muncul tahun 1970, dan akhirnya Republik Vanuatu berdiri pada 30 Juli 1980. Vanuatu kemudian menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Persemakmuran Inggris.

Negeri yang baru berumur 39 tahun itu, sejak awal menganut kebijakan pro kemerdekaan. Vanuatu misalnya, adalah satu-satunya negara yang mengakui kemerdekaan hampir semua wilayah kecil, antara lain Republik Sahrawi, Palestina, Kosovo dan Abkhazia yang ingin berpisah dari Georgia.

Awal Perseteruan Indonesisa dan Vanuatu 

Berawal dari Pemerintahan Vanuatu di Port Villa, Ibukota negara tersebut, menggandeng United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk masuk ke dalam kelompok negara-negara Melanesia, MSG, dengan status pemantau. Johnny Koanapa sekretaris parlement vanuatu, dalam wawancaranya yang dikutip dari dailypost.vu mengatakan, mencegah kepunahan masyarakat Papua dari tanahnya sendiri menjadi alasan negara tersebut untuk ikut memperjuangkan kemerdekaannya dari Indonesia.

Vanuatu bahkan menginisiasi kerjasama dengan Kepulauan Solomon untuk membentuk Pacific Islands of West Papua (PIWP), untuk menjaring dukungan dari negara-negara pasifik. Jika sebelumnya Vanuatu adalah pejuang tunggal dalam mendukung kemerdekaan Papua Barat, kini di belakang mereka telah berdiri tujuh anggota baru seperti Kepulauan Solomon, Nauru, Kepulauan Marshall, Palau, Tuvalu, Kiribati dan Tonga.

Kenapa Indonesia Gagap Berdiplomasi dengan Vanuatu ?

Pemerintah Indonesia seringkali mencoba membina hubungan dengan Vanuatu dengan gaya Checkbook Diplomacy. Kebijakan diplomasi ini pada dasarnya adalah kebijakan dengan menggunakan bantuan ekonomi serta investasi yang disertai dengan pemberian pengaruh terkait pencapaian kepentingan nasional masing-masing.

Sebenarnya kebijakan ini lazim digunakan negara-negara yang berkonflik, untuk mendapatkan dukungan negara-negara Pasifik Selatan di forum PBB. Vanuatu adalah negara yang sangat berpengalaman untuk 'bermain' di kancah internasional dengan gaya ini.

Contoh tentang Vanuatu dan gaya Checkbook Diplomacy adalah bantuan pemerintah Tiongkok kepada Vanuatu, yang kemudian dibalas dengan dukungan pemerintah Vanuatu terhadap kebijakan One China Policy dengan masuknya Taiwan dalam kedaulatan Tiongkok. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia juga pernah mencoba membangun hubungan dengan Vanuatu dengan gaya Checkbook Diplomacy yaitu dengan memberikan bantuan 25 traktor tangan untuk pemerintah Vanuatu yang ketika itu diwakili oleh Menteri Pertanian Vanuatu, Hon.

David Tosul MP dan Dirjen Kementerian Pertanian Vanuatu Mr. Howard Aru. Sayangnya “bantuan” ini tidak berefek banyak, Pemerintah Vanuatu tetap mendukung Kemerdekaan West Papua bahkan menjadi tuan rumah acara rekonsiliasi beberapa kelompok dari faksi politik West Papua.

Ada kesalahan dari pemerintah Indonesia dalam melihat, alasan Vanuatu mendukung Kemerdekaan West Papua sehingga reaksi pemerintah Indonesia terhadap kebijakan Vanuatu dalam dukungannya terhadap West Papua kurang tepat sasaran.

Bila ada pertanyaan, kenapa Vanuatu begitu mendukung Kemerdekaan West Papua ? Kita harus melihat dari sejarah perpolitikan Vanuatu serta bagaimana Vanuatu melihat ras Melanesia dan kawasan Pasifik Selatan. “Bapak Proklamasi” Vanuatu, Walter Lini mempromosikan konsep “Melanesia Socialism”. Konsep ini pada dasarnya adalah, Walter Lini percaya bahwa ideology sosialisme adalah ideology yang paling cocok untuk ras Melanesia, karena mendukung kepemilikan bersama daripada kepemilikan individual.



Tetapi Walter Lini berpendapat bahwa Melanesia Socialism ini tidak harus berkiblat pada Russia ataupun Tiongkok, tetapi lebih condong kepada mendorong bersatunya negara-negara Ras Melanesia. Untuk mendukung konsep ini di berbagai negara-negara mayoritas Ras Melanisia di Pasifik Selatan, Walter Lini menggandeng Musisi asal Papua yang kemudian menjadi salah satu tokoh OPM di Vanuatu, Andy Ayemiseba pada tahun 1983.

Berkaitan dengan konsep “Melanesia Socialism” yang kemudian berkembang menjadi usaha pemersatuan negara-negara ras Melanesia ini. Pemerintah Vanuatu juga mendukung kelompok separatis Kaledonia Baru, Kanak Socialist National Liberation Front (FLNKS) untuk melepaskan diri dari Perancis.

Sampai hubungan antara Vanuatu dan Perancis menjadi begitu memburuk, padahal ketika itu Pemerintah Perancis merupakan salah satu pendukung utama peningkatan ekonomi Vanuatu, yang baru saja merdeka. Wilayah negara-negara Ras Melanesia di Pasifik Selatan merupakan wilayah yang begitu strategis, oleh sebab itu negara-negara dengan kekuatan ekonomi besar mencoba menguatkan pengaruhnya di kawasan ini.

Pemerintah Vanuatu menerima banyak keuntungan secara ekonomi terhadap pola diplomasi negara-negara yang berebut pengaruh tersebut dengan menggunakan diplomasi gaya Checkbook Diplomacy. Pemerintah Vanuatu sangat licin memanfaatkan nafsu negara-negara berkekuatan ekonomi besar untuk menanamkan pengaruh di negara-negara Pasifik.

Disamping memanfaatkan negara-negara berkekuatan ekonomi besar yang berebut pengaruh di Pasifik Selatan, Vanuatu juga berusaha meningkatkan posisinya sebagai pemimpin negara-negara ras Melanesia. Oleh sebab itu, di masa lalu Vanuatu rela kehilangan hubungan baik dengan Perancis, yang notabenenya merupakan salah satu pendukung utama ekonomi mereka, untuk mendukung kelompok separatis Kaledonia Baru, FLNKS.

Maka, diplomasi gaya Checkbook Diplomacy tidak bisa digunakan Indonesia kepada Pemerintah Vanuatu terkait permasalahan West Papua. Dukungan pemerintah Vanuatu kepada Kemerdekaan West Papua untuk melepaskan diri, bukanlah dukungan yang gratis. Vanuatu, sebagai negara memiliki tujuannya sendiri, yaitu memimpin negara-negara Ras Melanisia, untuk penguatan pengaruh mereka di kawasan Pasifik. Dukungan terhadap West Papua adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Dalam pertarungan diplomatik di Mikronesia, Indonesia mengandalkan Kepuluan Fiji yang juga sering bersitegang dengan Vanuatu. Fiji misalnya memasukkan Indonesia sebagai mitra dan perwakilan resmi Papua Barat di MSG. Langkah itu ditentang keras oleh Vanuatu.


Dalam forum Kajian Universal Periodik HAM di PBB, perwakilan Indonesia Irwansyah Mukhlis tak lupa mengingatkan pemerintah di Port Villa agar menghormati 'hukum internasional dan kedaulatan negara' dalam mendiskusikan Hak Asasi Manusia. Atas kritik Indonesia, Menteri Luar Negeri Vanuatu, Ralph Regenvanu, kepada stasiun radio Buzz 96FM bersikeras pihaknya tetap akan mendukung rakyat Papua Barat dalam pergulatannya melawan kolonialisme.

*(val)


×
Berita Terbaru Update